Melalui jejaknya, Prabu Surawisesa memperkuat ajaran-ajaran moral dalam budaya Sunda yang hingga kini masih dikenal, seperti:
* Silih Asih: saling mengasihi, sebagai dasar relasi antarmanusia.
* Silih Asah:Â saling mengasah dan berbagi ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan.
* Silih Asuh: saling membimbing dan merawat, khususnya dalam konteks keluarga dan masyarakat.
Filosofi ini menjadi kerangka etika kepemimpinan Sunda, yang menekankan pentingnya empati, kerjasama, dan pembinaan generasi. Dalam dunia modern yang sering dipenuhi persaingan, nilai-nilai ini sangat relevan untuk membentuk pemimpin yang humanis dan inklusif.
Pengaruh terhadap Kesenian dan Sastra Sunda
Warisan Prabu Surawisesa juga terasa dalam dunia seni dan sastra Sunda. Tokoh seperti Mundinglaya Dikusumah, yang sering diasosiasikan dengan Surawisesa, menjadi simbol pencarian spiritual dan kepemimpinan bijak. Kisah-kisah tersebut hidup dalam berbagai bentuk seni pertunjukan, mulai dari wayang golek, pantun, wawacan, hingga tembang Sunda.
Simbol jejak kaki dan tangan yang terdapat pada Prasasti Batutulis juga menjadi elemen visual penting dalam pertunjukan tradisional, sebagai pengingat bahwa langkah dan tangan para leluhur masih membimbing generasi penerus hingga kini.
Relevansi Kepemimpinan Surawisesa di Era Modern
Meski hidup di abad ke-16, nilai-nilai yang diusung oleh Prabu Surawisesa sangat relevan bagi pemimpin masa kini. Ia mengajarkan kita bahwa:
* Keteguhan prinsip dan keberanian menghadapi krisis adalah modal utama pemimpin sejati.
* Kemampuan menjalin aliansi dan membaca situasi politik global sangat penting di tengah dunia yang saling terhubung.
* Penghormatan terhadap budaya dan spiritualitas memperkuat identitas dan stabilitas masyarakat.