Mohon tunggu...
Andriyanto
Andriyanto Mohon Tunggu... Jika kamu tak menemukan buku yang kamu cari di rak, maka tulislah sendiri.

- Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh - Rasa bahagia dan tak bahagia bukan berasal dari apa yang kamu miliki, bukan pula berasal dari siapa dirimu, atau apa yang kamu kerjakan. Bahagia dan tak bahagia berasal dari pikiran kamu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Prabu Surawisesa: Pemimpin Sunda yang Bertahan di Tengah Tekanan Zaman

14 Juli 2025   07:00 Diperbarui: 14 Juli 2025   01:13 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Surawisesa dihadapkan pada dilema antara mempertahankan loyalitas internal dan menjaga batas luar kerajaannya.

Diplomasi: Jalan Lain untuk Bertahan

Prabu Surawisesa juga dikenal karena kemampuannya dalam membaca situasi geopolitik. Salah satu langkah diplomatik penting yang ia tempuh adalah menjalin perjanjian dengan Portugis pada tahun 1522. 

Dalam perjanjian ini, Portugis diberikan izin untuk membangun benteng di Sunda Kalapa. Tujuannya adalah agar mereka bisa membantu mempertahankan pelabuhan penting tersebut dari ancaman ekspansi kerajaan Islam dari timur.

Perjanjian ini mencerminkan strategi kepemimpinan yang tidak semata-mata mengandalkan kekuatan militer. Surawisesa memahami pentingnya kerja sama internasional, bahkan di masa di mana komunikasi dan pergerakan sangat terbatas. 

Sayangnya, bantuan Portugis datang terlambat. Pada tahun 1527, pasukan Fatahillah berhasil merebut Sunda Kalapa dan mengganti namanya menjadi Jayakarta.

Meski demikian, langkah diplomatik Surawisesa tetap menunjukkan bahwa kecerdasan seorang pemimpin bukan hanya dilihat dari kemenangan perang, tetapi juga dari keberanian mengambil keputusan sulit demi mempertahankan kedaulatan bangsanya.

Warisan Spiritual: Prasasti Batutulis sebagai Simbol Abadi

Dua tahun menjelang akhir masa pemerintahannya, tepatnya pada tahun 1533, Prabu Surawisesa memerintahkan pembangunan Prasasti Batutulis di Bogor. Prasasti ini bukan sekadar batu bertulis biasa, melainkan tugu penghormatan kepada sang ayah, Prabu Siliwangi, dan simbol keteguhan hati seorang anak dalam menjaga warisan leluhur.

Di sekitar prasasti ini, terdapat dua batu istimewa:

* Padatala, batu dengan jejak kaki yang dipercaya sebagai bekas pijakan Prabu Siliwangi, melambangkan arah spiritual dan nilai-nilai kehidupan yang ditapaki.

* Astatala, batu dengan jejak tangan, sebagai simbol kekuasaan, perlindungan, dan ikatan antara pemimpin dan rakyatnya.

Simbolisme ini menunjukkan bahwa Surawisesa bukan hanya seorang raja petarung, tetapi juga seorang penjaga tradisi spiritual dan budaya Sunda. Ia memahami bahwa kekuasaan bukan hanya tentang mengatur, tetapi juga tentang menghormati dan melanjutkan nilai-nilai warisan leluhur.

Nilai-Nilai Kepemimpinan Sunda yang Diwariskan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun