Mohon tunggu...
Andriyanto
Andriyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Jika kamu tak menemukan buku yang kamu cari di rak, maka tulislah sendiri.

- Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh - Rasa bahagia dan tak bahagia bukan berasal dari apa yang kamu miliki, bukan pula berasal dari siapa dirimu, atau apa yang kamu kerjakan. Bahagia dan tak bahagia berasal dari pikiran kamu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengulas Sejarah Ajaran Zen: Kisah Bodhidharma di Tiongkok hingga Obaku di Jepang

24 Januari 2024   07:01 Diperbarui: 24 Januari 2024   09:06 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Buddhist monk Bodhidharma (Chinese: Damo) | China | The Metropolitan Museum of Art (metmuseum.org) 

Zen adalah salah satu aliran Buddhisme yang paling populer dan berpengaruh di dunia. Zen menekankan pada praktik meditasi dan pencerahan spontan, serta mengintegrasikan ajaran Buddha ke dalam kehidupan sehari-hari. Zen juga mempengaruhi budaya dan estetika Jepang, seperti seni kaligrafi, lukisan tinta, puisi haiku, upacara minum teh, dan taman batu.

Namun, bagaimana sejarah dan perkembangan ajaran Zen? Siapa saja tokoh-tokoh penting yang mewariskan ajaran Zen? Bagaimana ajaran Zen bisa menyebar dari Tiongkok ke Jepang? Artikel ini akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan mengulas ajaran Zen dari Bodhidharma hingga Obaku di Jepang.

Bodhidharma: Pendiri Ajaran Chan di Tiongkok

Bodhidharma adalah seorang biksu Buddha semi-legendaris yang hidup pada abad ke-5 atau ke-6 M. Ia secara tradisional dianggap sebagai pengirim Buddhisme Chan ke Tiongkok, dan dihormati sebagai patriark Tiongkok pertama. Ajaran Chan kemudian berkembang menjadi Zen di Jepang. Namanya berarti "dharma pencerahan (bodhi)" dalam bahasa Sanskerta.

Sedikit informasi biografi kontemporer tentang Bodhidharma yang ada, dan akun selanjutnya menjadi berlapis dengan legenda dan detail yang tidak dapat diandalkan. Menurut sumber-sumber Tiongkok, Bodhidharma berasal dari Wilayah Barat , yang biasanya mengacu pada Asia Tengah tetapi juga dapat mencakup subbenua India, dan digambarkan sebagai "Persia Asia Tengah"  atau "India Selatan", putra ketiga dari seorang raja India yang hebat . Sepanjang seni Buddha, Bodhidharma digambarkan sebagai orang non-Tiongkok yang pemarah, berhidung besar, berjenggot lebat, dan bermata lebar. Ia disebut sebagai "Barbarian Berekor Biru" (Hanzi: 碧眼胡; pinyin: Bìyǎnhú) dalam teks-teks Chan.

Ajaran dan praktik Bodhidharma berpusat pada meditasi dan Laṅkāvatāra Sūtra, sebuah teks Buddha yang menekankan pada pengalaman langsung dari pencerahan. Antologi Aula Patriark (952) mengidentifikasi Bodhidharma sebagai Patriark ke-28 Buddhisme dalam garis keturunan yang tidak terputus yang membentang sampai ke Gautama Buddha sendiri.

Bodhidharma tiba di Tiongkok pada masa dinasti Liang (502–557 M). Ia bertemu dengan kaisar Liang Wudi, yang mengaku telah mendukung banyak kegiatan Buddha. Bodhidharma tidak terkesan dengan klaim kaisar dan berkata bahwa ia tidak mendapatkan manfaat apapun dari ajaran Buddha. Kaisar marah dan menolak Bodhidharma. Bodhidharma kemudian pergi ke kuil Shaolin di provinsi Henan, di mana ia bertapa menghadap tembok selama sembilan tahun. Ia juga mengajarkan para biarawan Shaolin tentang meditasi dan latihan fisik.

Setelah sembilan tahun bertapa di Shaolin, Bodhidharma meninggalkan kuil dan pergi ke Gunung Song, di mana ia bertemu dengan seorang murid bernama Huike. Huike mengikuti Bodhidharma dan memohon untuk diajari ajaran Buddha. Bodhidharma mengabaikannya dan terus berjalan. Huike kemudian memotong lengannya sendiri untuk menunjukkan kesungguhannya. Bodhidharma akhirnya menerima Huike sebagai muridnya dan memberinya ajaran tentang meditasi tanpa pikiran.

Bodhidharma juga dikatakan telah mengunjungi Gunung Wutai, tempat suci bagi para bodhisatva kebijaksanaan, dan Gunung Emei, tempat suci bagi para bodhisatva belas kasih. Ia juga dikatakan telah menghadapi banyak tantangan dan bahaya selama perjalanannya, seperti serangan dari binatang buas, pencuri, atau musuh-musuh Buddha.

Bodhidharma meninggal pada usia 150 tahun di Gunung Luofu di provinsi Guangdong. Ia dikuburkan oleh murid-muridnya di sebuah gua. Namun, menurut sebuah legenda, ia bangkit dari kuburnya dan kembali ke India dengan membawa sepatu sandalnya. Beberapa orang mengklaim telah melihatnya di sepanjang jalan. Ketika para biarawan membuka makamnya, mereka hanya menemukan sepatu sandalnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun