Mohon tunggu...
Andri Asmara
Andri Asmara Mohon Tunggu... Musisi - Penulis

Musik adalah serpihan bebunyian surga yang jatuh ke dunia.

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Meributkan Selera Musik adalah Hal yang Tidak Penting

21 Januari 2020   00:46 Diperbarui: 22 Januari 2020   04:54 2410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi menikmati lagu. (sumber: shutterstock)

Lalu pelarangan selera musik pada era Bung Karno, dimana musik-musik yang mengarah seperti Beatles dicekal, piringan hitamnya disita, dibakar, pokoknya yang terdengar "ngak-ngik-ngok" diganyang. Ini semua sebenarnya hanya strategi politis dalam percobaannya membangun Indonesia paska kemerdekaan, namun pegiat musik mau tak mau menjadi korban. Yang memainkan dipenjara, yang mendengarkan disuruh bubar.

Sementara di mancanegara, budaya kritik musik populer lebih jelas arah dan maksudnya. Bisa dikatakan kritik ini mengakar pada 2 jenis, yaitu rockism dan poptimism. 

Lester Bang adalah salah satu represanti dari rockism, dimana musik rock adalah yang paling patut diapresiasi. Sementara Carl Wilson adalah salah satu representasi dari poptimism, dimana yang kacangan bukan musik popnya, namun meredupnya daya interpretasi kepada musik yang bukan rock.

Contoh di atas adalah yang patut ditiru. Mereka mengkritik dengan rasional dan ilmiah, sampai membuat ulasan menjadi buku, ulasan di media, atau langsung ditujukan kepada musisi sasarannya. 

Mereka mau dengan jantan  merangkai kritik yang membangun dan berimbang. Tidak hanya karena benci yang buta, mengedepankan fanatis yang menginjak semua kerasionalan berpikir kita.

Sebaliknya, budaya kritik di Indonesia masih kacau hingga sekarang. Terkadang, kritik mereka blunder. Alih-alih ingin membangun malah jadinya menjatuhkan. Ingin dikenal hebat dengan menjatuhkan orang lain adalah hal yang memalukan menurut saya. 

Pengkritik kebanyakan asal bunyi, tidak riset, jenis netizen buzzer, snobis musik yang fanatis, dan kecerobohan-kecerobohan yang fatal lainnya.

Kalau menurut Pierre Bourdieu sebenarnya kritikus musik populer cukup menjadi pencipta selera, yang disambung oleh Lester Bangs yaitu: menularkan selera musik kritikus kepada orang banyak. 

Namun hujatan dan makian kini sangat gampang terlontar tanpa tedeng aling-aling. Parahnya mereka hanya meributkan selera musik yang berbeda, bukan soal mutu kualitas dari musik itu sendiri.

Mereka hanya bermodal ketidaksukaan, ketidaksimpatian, kebencian, yang dapat membakar apa saja yang mereka tuju. Parahnya lagi mereka sering menghujat persoalan yang bukan urusan dari musiknya. 

Seperti agama, mantan pacar, status lajang, ras dan suku, tattoo, tindik, sudah ngga perawan, dan lainnya. Itu sangat memprihatinkan dan buruk untuk kelanjutan negeri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun