Mohon tunggu...
Andrian Habibi
Andrian Habibi Mohon Tunggu... Konsultan - Kemerdekaan Pikiran

Menulis apapun yang aku pikirkan. Dari keresahan atau muncul untuk mengomentari sesuatu. Cek semua akun dengan keynote "Andrian Habibi".

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Gagal Paham Sekolah Pemilu Cipayung

16 Februari 2019   06:16 Diperbarui: 16 Februari 2019   06:30 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Centralistik kelompok aktivis mahasiswa dalam kelompok cipayung kembali mengulang sejarah. Dengan penuh bangga, Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) memotori kelompok cipayung menyelenggarakan sekolah pemilu cipayung. Tidak salah. Tapi pengurus nasional atau tingkat pusat terlalu sibuk memikirkan program yang tidak subtantif.

Sekolah Pemilu Cipayung tingkat pengurus pusat/besar/nasional sih boleh saja. Tapi, akan lebih baik, apabila sekolah pemilu cipayung dilaksanakan jauh-jauh hari. Atau sekiranya, awal tahun 2018. Selain dari waktu, sekolah pemilu cipayung tidak dibutuhkan pengurus pusat/nasional. Karena kapasitas pengurus di struktur tertinggi sewajarnya sudah lebih dari cukup untuk diajari pemilu.

Akan tetapi, sesuai dengan pribahasa, biar terlambat dari pada tidak, adalah pembenaran sekolah pemilu cipayung yang diselenggarakan pada Minggu, 17 Februari 2019. Para peserta jelas terkesan menjadi objek program. Padahal, sekolah pemilu cipayung seharusnya terfokus untuk daerah, khusunya kabupaten dan kota dari pada di ibu kota.

Kenapa sekolah pemilu cipayung kurang mencapai fokus subtansi. Jawaban pertanyaan ini sesuai dengan pandangan partisipasi masyarakat dalam pemilu. Sejatinya, partisipasi masyarakat berada di jantung gerakan yaitu di desa-desa. Sehingga masyarakat lebih memahami pemilu untuk mengawal dan memantau penyelenggaraannya.

Selain itu, Sekolah pemilu cipayung adalah program pencerdasan untuk pendadaran kader pemantau pemilu. Jadi, lebih tepat diperuntukkan pada anggota dan kader di tingkat cabang (kabupaten/kota). Karena kader cipayung di daerah lah yang bersentuhan langsung dengan penyelenggara dan peserta pemilu juga pemilih serta stakeholder pemilu lainnya.

Apabila pengurus nasional/pusat yang menerima pendidikan di sekolah pemilu. Belum tentu ada keberlanjutan program. Seperti peserta sekolah pemilu cipayung nasional akan menjadi fasilitator sekolah pemilu cipayung di wilayah dan daerah kabupaten/kota. Bukan meragukan, namun belum ada terlihat program pendalaman materi kepemiluan sejak proses pembahasan undang-undang pemilu sampai sekarang.

Belum lagi masalah paska sekolah pemilu cipayung nasional. Bagaimana pemanfaatan lulusan. Apakah lulusan sekolah pemilu akan memantau pemilu atau menjadi sosialitator pemilu. Tiga pertanyaan itu harus dijawab setelah penutupan sekolah pemilu cipayung. Agar pelaksanaan sekolah pemilu menjadi jelas apa, kenapa, mengapa, bagaimana dan dimana aktifitas pengawalan demokrasi.

Apabila memang ada program kemitraan sekolah pemilu antara kelompok cipayung dengan penyelenggara pemilu. Maka perlu diperhatikan bagaimana efektifitas dan efisiensi program. Mengingat waktu menjelang pencoblosan dan penghitungan suara kurang dari 60 hari lagi. Belum lagi bagaimana teknis paska sekolah, seperti cara sosialisasi, memantau dan pelaporan pelanggaran pemilu.

Meskipun demikian, kita dapat menganggap bahwa sekolah pemilu cipayung adalah bentuk menyediakan pendengar budiman agar mendengarkan materi kepemiluan dari penyelenggara pemilu. Mungkin hanya itu target realistis dan objektif. Karena, tidak mungkin menyusun gerakan nasional berkelanjutan melalui program lepas tanggung jawab laporan kepengurusan.

Setidaknya, kita akan melihat bahwa pengurus cipayung nasional masih mau belajar. Padahal itu hanya bagian dari penyusunan teknis pelaporan akibat tahun pemilu dan sebelum dipertanggungjawabkan pada musyawarah nasional atau kongres organisasi. Tidak lebih dan cukup bisa diterima untuk kapasitas pengurus nasional.

Padahal, ada beberapa kader dan pengurus yang sudah melakukan pelatihan atau sekolah demokrasi untuk pemantauan pemilu di daerah. Jauh sebelum pengurus nasional menyelenggarakan kegiatan sekolah pemilu cipayung. Bagaimana mungkin pengurus nasional masih memiliki marwah struktur. Saat anak daerah lebih mampu secara mandiri dan profesional dari pengurus nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun