Mohon tunggu...
Andri Pratama Saputra
Andri Pratama Saputra Mohon Tunggu... Bankir - Seorang yang ingin selalu belajar dan saling berbagi pengetahuan

Seorang yang ingin selalu belajar dan saling berbagi pengetahuan #RI #BudayaReview

Selanjutnya

Tutup

Financial

Asesmen Perbankan sebagai Asesmen Makroprudensial

26 November 2022   06:52 Diperbarui: 26 November 2022   06:58 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengalaman krisis 2008 telah menyebabkan kesadaran pentingnya kebijakan makroprudensial sebagai penahan risiko sistemik agar tidak terjadi kembali. Kebijakan makroprudensial memiliki asesmen kebijakan yang salah satunya asesmen perbankan, Agung, dkk (2021) menyebutkan terdapat beberapa asesmen perbankan yakni:

1) Sentralitas bank dalam sistem keuangan

Dominasi perbankan dalam sistem keuangan dengan nilai 77% tahun 2019 mengindikasikan adanya instabilitas sistem keuangan yang disebabkan oleh keterkaitan perbankan dan faktor lain yang mendukung stabilitas sistem keuangan seperti makroekonomi, pasar keuangan, lembaga keuangan, prudensial, dan sistem pembayaran. 

Risiko yang tinggi mengurangi ketahanan bank dalam menghadapi krisis sehingga memicu instabilitas sistem keuangan yang mengancam keberlangsungan pertumbuhan ekonomi yang optimal. Krisis dipicu oleh sumber dan faktor terkait dalam sistem keuangan. Krisis tahun 1997 yang disebabka oleh contagion effect dari krisis mata uang Bath pada 1997 dan sektor riil dan perbankan domestic yang rapuh menyebabkan BI memperketat pengawasan dalam memperkuat permodalan perbankan pascakrisis 1997/98 untuk membantu bank agar lebih siap menghadapi peningkatan risiko kredit pada 2005 ketika krisis 2005 dalam meliberalisasi BBM domestic. Harga BBM memberikan tekanan negative pendapatan rumah tangga dan korporasi untuk mempersulit dalam membayar cicilan kredit ke bank yang menyebabkan NPL meningkat dari 5,75% [ada 2004 ke 8,3% pada 2005.

Semakin terintegrasinya sistem keuangan dengan sistem keuangan internasional menyebabkan krisis keuangan global di 2008 bermula AS berdampak negatif terhadap likuiditas perbankan ditambah dengan kejadian krisis bank century yang menyebabkan peningkatan ketidakpercayaan investor terhadap perbankan Indonesia sehingga mayoritas menarik simpanan di bank. Untuk mengurangi tekanan likuiditas, LPS meningkatkan nilai simpanan masyarakat yang dijamin dari 100 juta menjadi 2 milliar per nasabah.

Krisis global 2008 menjadikan pelajaran akan pentingnya buffer dipelihara dan likuiditas yang tinggi akan membantu bank lebih baik dalam mengantisipasi kebutuhan penarikan dana dan menghindari potensi risiko . Selain itu, pelajaran yang akan diambil adalah pentingnya memantau potensi risiko yang mengancam stabilitas perbankan dalam rangka memelihara stabilitas keuangan. Sentralitas perbankan pada sistem keuangan menyebabkan analisis kerentanan di sistem keuangan harus mulai dari perbankan dan pemantauan menjadi bagian asesmen SSK

2) Indikator risiko perbankan

Dalam menghadapi risiko sistemik, terdapat beberapa risiko yaitu:

a) Risiko kredit

Risiko kredit berarti potensi terjadinya kegagalan debitur dalam membayar kembali kewajiban kepada bank sesuai perjanjian. Peningkatan risiko kredit bersumber dari debitur atau internal bank. Dari sis debitur, kondisi ini akan memperburuk kemampuan dalam membayar utang. Pemantauan risiko kredit dengan mengamati perkembangan rasio kredit bermasalah yang mengukur persentase pinjaman dalam portofolio pinjaman bank. Restrukturisasi kredit dalam kondisi tertentu diperlukan dalam mengantisipasi ini khususnya dalam mengurangi risiko gagal bayar.

b) Risiko likuiditas

Kegiatan melubatkan pembiayaan kegiatan investasi sektor riil dalam jangka panjang dengan menggunakan dana masyarakat untuk waktu tertentu. Salah satu usaha yang dapa dilakukan adalag dengan menyediakan aset likuid untuk mengantisipasi risiko ini. Krisis risiko terjadi ketika bank tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar simpanan nasabah atau kewajiban jatuh tempo. Kekurangan dana disebabkan oleh kegagalan bank mendapatkan pemasukan yang berasal dari pembayaran cicilan kredit atau menjual aset likuid seperti surat berharga,dll. Krisis likuiditas menggambarkan kondisi kekeringan likuiditas baik dalam padar atau pengumpulan dana contohnya krisis 2008 yang ketika itu bank bertindak sebagai lender di pasar keuangan menjadi selektif dalam menyalurkan likuiditanya dengan konsekuensinya adalah likuiditas di PUAB semakin ketat yang dicerminkan dari tingginya harga yang harus dibayar. Indikator dalam memantau likuiditas ada dua yaitu:

  • Liquidity coverage ratio (LCR) bertujuan untuk memastikan bank memiliki aset likuid yang cukup dan berkualitas tinggi;
  • Net stable funsing ratio (NSFR) bertujuan untuk mengurangi risiko likuiditas terkait kebuuhan pendanaan dalam jangka waktu panjang dengan mewajibkan bank mendanai aktivitas tersebut.

c) Risiko pasar

Risiko pasar diartikan sebagai potensi kerugian yang timbul pada posisi neraca dan rekening administrative sebagai akibat dari perubahan harga pasar. Perubahan nilai tukar mata uang, suku bunga, obligasi, harga saham, dan komoditas berpotensi mengurangi aset sehingga bank harys menanggung kerugian yang muncul dari penurunan harga aset. Eksposur umumnya bersumber dari posisi trading book dimana bank melakukan aktivitas jual beli instrument keuangan seperti mata uang, saham, obligasi,dll.  Basel telah merekomendasikan dua indicator dalam memantau risiko pasar yaitu:

  • Indikator Value at Risk (VaR): memperkirakan kerugian terburuk portofolio bank karena perubahan faktor pasar selama jangka waktu dan kepercayaan tertentu;
  • Indikator Expected Shortfall (ES) yang mengukur potensi risiko kerugian ekstrim dengan menghitung rerata potensi kerugian yang melebihi Var para waktu dan kepercayaan tertentu. Contohnya, portofolio bank dalam 1 bulan 95% sebesar 1 milliar menunjukkan bahwa dengan tingkat kepercayaan 95%, kerugian maksimum portofolio dalam 1 bulan tertentu tidak akan melebihiu 1 milkiar. Portofolio yang  95% sebesarr 2 millir berarti dalam 5% kasus dengan kerugian yang lebih besar dari 1 milliar dengan rerata kerugian sebesar 2 milliar.

Daftar Pustaka

 Agung, Juda., Harun, Cicillia., Elis Deriantino. 2021. Kebijakan Makroprudensial di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun