Oleh :Â Irvan Usman, Adit Pendika Ruku, Prawika Potabuga, Inda Permatasari Manangin
Athaya Faeruz Aisy Rizki
Membangun rumah tangga adalah sebuah cita cita setiap manusia, rumah tangga adalah sebuah awal peradaban manusia, Fitrah manusia diciptkan oleh Allah berpasang pasangan adalah sebagai wujud ke dari ke Maha besaran Allah. Pasangan sejatinya adalah sebagai pelengkap diri mausia yang sangat dasar serta membutuhan ketenangan batin, yang pada intinya memuncul rasa cinta.Â
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "nikah" atau pernikahan memiliki dua arti: pertama, perjanjian sakral antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi), dan kedua, bermakna perkawinan. Al-Qur'an menggunakan kata nikah untuk kedua makna tersebut, di samping secara majazi diartikan sebagai "hubungan seks".Â
Sementara dalam kamus al-Munawwir, kata nikah berarti wathi' yaitu bersetubuh atau senggama, dan nikah dapat juga berarti alzawaj yaitu kawin (Anisyah, 2020). Sedangkan dalam agama Islam, pernikahan adalah salah satu bentuk upacara ibadah yang diikat dengan perjanjian yang luhur. Hakikatnya pernikahan adalah awal kehidupan yang baru untuk kedua calon mempelai.Â
Dengan menikah, dalam mendampingi pasangan hidup yang baik, seorang istri atau suami berperan sebagai sebuah partner, keduanya saling membutuhkan, dan saling menghargai untuk menciptakan ketenangan, ketentraman, dan kebahagian di dunia dan di akhirat kelak. Sesungguhnya, Islam memandang pernikahan itu adalah sebagai sebuah jalan hidup yang alami baik bagi perempuan maupun bagi laki-laki, dan mungkin lebih dari sekadar memandang bahwa pernikahan itu hanya memberikan beberapa bentuk jaminan ekonomis bagi perempuan.
 Harus ditekankan di sini, bahwa kemanfaatan bagi perempuan sama sekali bukan serta merta berindikasi bahwa pernikahan dalam Islam hanya sebuah transaksi ekonomi belaka. Sesungguhnya, faktor ekonomi adalah aspek yang paling terakhir dari sebuah kegiatan, penekanannya selalu didasarkan kepada kualitas-kualitas keagamaan dari pasangan suami-istri tersebut (Eko Zulfikar, 2020).Â
Bila ditinjau dari makna pernikahan itu sendiri, Cristensen (dalam Wahyu Trihantoro, 2016) mengatakan bahwa makna pernikahan berkaitan dengan 3 hal yakni; (a). mewujudkan fungsi sosial keluarga, (b). melengkapi sifat alamiah jenis kelamin, dan (c). kebahagiaan sebagai tolak ukur sukses nya sebuah pernikahan. Namun pada kenyataan nya, tidak semua pasangan suami istri bisa memenuhi makna pernikahan tersebut untuk mendapatkan kebahagiaan seutuhnya (Andu, 2019).
Pernikahan merupakan sebuah peristiwa yang paling penting dalam kehidupan setiap orang karena hal tersebut dilakukan sekali seumur hidup. Menurut Prof. Subekti, S.H., mengartikan sebuah perkawinan sebagai sebuah pertalian yang sah yang dilakukan antara seorang lelaki dengan seorang perempuan untuk waktu yang lama, kemudian Paul Scholten juga mengartikan sebuah perkawinan sebagai suatu hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal yang keberadaannya diakui oleh negara (Rahmalia & Sary, 2017).Â
Pernikahan itu sendiri merupakan suatu peristiwa, dimana sepasang mempelai atau sepasang calon suami-istri dipertemukan secara formal dihadapan saksi serta pernghulu untuk kemudian disahkan secara resmi menjadi suami istri melalui upacara dan ritual-ritual tertentu. Menurut Kartono (2000) peristiwa pernikahan merupakan suatu bentuk proklamasi, dimana secara resmi sepasang laki-laki dan perempuan diumumkan untuk saling memiliki satu sama lainnya. Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar nomor lima merupakan salah satu negara dengan jumlah pernikahan yang tinggi (Anam, 2019).
Anjuran untuk menikah dalam AL-Qur'an di antaranya disebutkan dalam QS. Al-Nur [24]: 32-33 sebagai berikut, yang artinya: