Mohon tunggu...
Andri Faisal
Andri Faisal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Seorang dosen manajemen keuangan dan Statistik. Peminat Sastra dan suka menulis fiksi. Suka Menulis tentang keuangan dan unggas (ayam dan burung) http://uangdoku.blogspot.com http://backyardpen.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Novel] Ismail the Forgotten Arab Bagian Keenam

11 Mei 2017   10:28 Diperbarui: 16 Mei 2017   17:04 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perpisahan dengan Ibrahim

Aku sudah bertekad akan ke Turki untuk menemui Paman Muchtar. Aku mendapatkan bantuan dari Paman Hakiya untuk mendaftarkan diri dalam relawan perang Khalifah Utsmaniyyah. Aku kira aku bisa sampai ke sana. Paman Hakiya tidak menyarankan aku bertempur dengan bangsa lain. Hal itu akan berbahaya namun aku juga harus membela bangsa Turki dari ancaman musuh.

Ibrahim tentu berat berpisah dengan diriku karena ia sendiri berjanji menjaga diriku dari marabahaya apapun.  Ia sempat berdebat denganku kalau aku harus ikut namun aku memutuskan untuk tetap ke Turki. Aku akan mengirimkan surat untuk orang tuaku langsung. Mudah-mudahan beliau akan menerima aku bertugas untuk membantu  Turki.

Membela Negeri Turki atau mau bertemu paman Muchtar,  hal itu sepertinya diaduk dalam semen yang tidak kuketahui beberapa komposisinya. Yang penting aku ke Turki . Tentu saja hal ini membuat saya harus berpisah dengan saudaraku. Padahal kami berjanji akan pulang kampung namun aku sudah pesan pada Ibrahim agar orang tua kami tidak mengkhawatirkan karena aku sudah dewasa dan aku akan menikah. Bisa saja saya tidak akan pulang lagi sebab saya akan menetap di sini.

Kami ke Jeddah dan ada sebuah kapal yang besar yang akan berlayar ke wilayah Sumatra. Kapal tersebut berbendera merah, putih, dan biru yang menandakan kapal tersebut milik pemerintahan kolonial Belanda yang berpusat di Batavia. Aku memeluk erat saudaraku Ibrahim dan mata ini meneteskan air yang deras. Aku berpesan agar menjaga kedua orang tua kami. Aku juga memberi nasehat pada Zawiyyah agar ia selalu menuruti suaminya tersebut.

Walau dengan berat hari, Ibrahim melangkan kakinya ke dalam kapal. Masih teringat bagaimana kami bersama untuk mengawal sapi yang banyak ke daerah Minangkabau dan melewati tempat yang seram sekalipun. Ia menenangkan diriku ketika aku takut dengan suara Harimau di malam hari. Ia menyakinkan bahwa harimau tersebut tidak akan mampu menakuti mereka kecuali kita yang sengaja untuk menghadang mereka untuk menerang harimau tersebut.

Aku tahu Ibrahim sempat untuk melarangku untuk bertempur di sana namun aku sepertinya terpanggil ke sana bercampur juga saya ingin untuk menemui Paman Mukhtar. Aku berjanji akan mendapatkan kemenangan.

Sebenarnya Ibrahim meragukan kemampuan Turki untuk bertahan dari serangan Barat. Ia melihat bahwa pemberontakan terjadi di mana-mana. Bahkan di tempat ini (maksudnya di Hijaz) pemberontakan sudah dimulai dengan penolakan terrhadap keberadaan orang Turki.

Aku masih berkeyakinan bahwa tidak banyak orang Arab yang memberontak pada Khalifah. Banyak  orang Arab setuju bahwa Turkilah pemimpin mereka hingga saat ini Turki sudah membantu banyak orang Arab untuk memperoleh pendidikan dan jaminan atas hak-hak mereka. Lain halnya dengan orang-orang yang sudah termakan dengan propaganda sesat orang Arab.

Australia Pertama

Mulazim Ilham berada di samping pleton kami yang ada dalam Brigade ke 26. Ia memang tegas terbukti ia mengeluarkan Jengis dari kesatuannya. Ia bukanlah orang yang suka merendahkan orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun