Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Soal Impor Garam Pernah Bikin Jokowi Murka, Lalu Bagaimana?

20 Maret 2021   15:55 Diperbarui: 20 Maret 2021   16:02 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: https://www.liputan6.com/ diolah oleh penulis

Mungkin serupa juga dengan beberapa komoditi lain seperti gula, jagung, bawang putih, kedelai, daging sapi, buah-buahan dan banyak komoditi pangan atau hortikultura lain yang masih mesti kita impor (terus-terusan).

Maka menabur stok dengan rencana impor garam sampai 3 juta ton itu kebanyakan atau kesedikitan ya kita hanya bisa tahu setelah mencicipinya nanti. Kalau pas ya jadi terasa gurih, tapi kalau overdosis malah bisa jadi pahit. Semua bisa diketahui post-factum, setelah kejadian. Tak ada perkiraan (forecasting) yang adekuat.

Soal garam ini memang ironis. Indonesia dengan garis pantai sepanjang 95.181 km merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada yang punya garis pantai sepanjang 202.800 kilometer. Plus luas perairan laut mencapai 5,8 juta kilometer persegi merupakan 71% dari keseluruhan wilayah Indonesia.

Dengan kenyataan geografis seperti itu, apakah kita tidak bisa menciduk air laut itu lalu diserahkan kepada sinar matahari anugerah Tuhan yang melimpah di area katulistiwa ini untuk kemudian jadi garam?

Mau tambah yodium? ya tinggal tambah proses sedikit. Masukan larutan KI03 ke dalam sprayer sesuai dengan formula yang di tentukan.

Dengan sedikit arahan dan pembinaan dari instansi yang kompeten, para petani garam tentu bisa memenuhi kualifikasi (kualitas) garam industri juga dengan kadar Natrium Chlorida (NaCl) 97%. Ditambah bantuan permodalan dan mekanisasi tak tertutup kemungkinan Indonesia bisa jadi eksportir garam dunia.

Intinya, proses produksinya amat sangat sederhana. Bahan bakunya melimpah ruah. Jadi apanya yang salah ini? Sehingga kita masih terus impor garam?

Dulu di sekitar tahun 1930an Indonesia juga pernah jadi eksportir gula terbesar kedua di dunia setelah Kuba. Sekarang kita jadi importir gula terbesar di dunia. Ironis.

Apakah hal serupa ini bakal terus-terusan terjadi juga di industri garam? Bukankah ini ironis bagi sebuah negara maritim?

Sekedar informasi, beberapa negara yang biasa jadi pemasok garam industri ke Indonesia adalah: Australia, tahun 2017 nilainya: USD 76,09 juta dan tahun 2016: USD 70,33 juta.

Lalu disusul India (2017: USD 5,75 juta, 2016: USD 12,56 juta). Kemudian Selandia Baru (2017: USD 1,16 juta dan 2016: USD 1,22 juta). Denmark (2017: USD 203,22 ribu dan 2016: USD 126,66 ribu).  Jerman (2017: USD 158,18 ribu dan 2016: USD 1,03 juta). Negara lainnya (2017: USD 275,20 ribu dan 2016: USD 757,43 ribu).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun