Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apakah Hipokrisi Jadi Syarat Masuk ke Politik Praktis?

25 Mei 2020   13:56 Diperbarui: 1 April 2021   13:26 930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*Apakah Hipokrisi jadi Syarat Masuk ke Politik Praktis?*

Oleh: *Andre Vincent Wenas*

Apakah syarat untuk masuk ke dalam dunia politik praktis itu harus jadi munafik? Katanya politik praktis itu panggung hipokrisi 'par excellence', dimana aktor dan aktris politik memainkan peran dengan topeng-topeng.

Sehingga pemahaman tentang politik praktis jadi sekedar siapa, dapat apa, memainkan peran apa, kapan, dimana, dan bagaimana skenarionya.

Semoga saja tidak.

Padahal kalau ditilik dari pemahaman asli 'politik' dan 'politik praktis' mestinya tidak perlu dibikin ruwet. Dulu di jaman Tiongkok kuno dan juga Yunani kuno 'politik' masih dipahami sebagai bagian dari filsafat moral atau etika.

Politik dipahami sebagai upaya memikirkan dan sekaligus mengusahakan bagaimana masyarakat diatur sedemikian rupa, "...to ensure not only the happiness and security of the people, but to enable people to live a 'good life'." (The Politics Book, DK London, 2013).

Dan 'politik praktis' seyogianya adalah eksekusi dari pemahaman tersebut. Mestinya ada integrasi antara konsep (teori) dengan praksisnya. Itulah integritas (integrasi antara perkataan dengan perbuatan, walk the talk). Simple.

Namun sekarang kita sering juga mendengar pendapat yang mengatakan bahwa tidak usah terlalu banyak berteori, langsung praktek saja.

 Pendapatnya orang kebanyakan, karena memang kebanyakan orang adalah orang kebanyakan. Lugu dan naif.

Upaya mencopot konsep/teori dengan praksisnya terasa hanya sebagai justifikasi (usaha pembenaran diri) terhadap perilaku politiknya yang menyimpang. Itu saja sih sebenarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun