*Intoleransi Adalah Bibit Radikalisme Untuk Jadi Terorisme*
Oleh: *Andre Vincent Wenas*
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sikap intoleran dipahami sebagai suatu sikap yang tidak bisa menerima perbedaan (SARA). Mereka alergi dengan yang berbeda, khususnya soal beda agama.
Dan sikap intoleran adalah bibit untuk timbulnya radikalisme. Istilah radikalisme ini sendiri memang masih bias dalam penggunaannya.
Presiden Joko Widodo pernah mengusulkan untuk memakai istilah 'Manipulator Agama'. Itu mungkin istilah yang lebih mendekati apa yang tadinya dimaksud untuk diwakili dengan kata radikalisme.
Karena konteksnya memang lebih condong ke praktek kehidupan beragama di Indonesia. Para manipulator agama ini menggunakan agama sebagai tameng, alat, bungkus atau yang semacamnya demi mencapai tujuan kelompok kepentingannya sendiri. Egois memang.
Baca juga: Intoleransi Merusak Nilai Kebangsaan dan Kearifan Budaya Lokal
Jadi kalau tadi dikatakan bahwa sikap intoleran itu alergi atau tidak bisa menerima kenyataan perbedaan, fakta kebhinekaan, maka sikap yang ingin bangun oleh kelompok manipulator agama (radikalis) adalah supaya membenci mereka yang berbeda agamanya.
Dan sebagaimana lazimnya manipulator, tentu mereka memanipulasi sesuatu untuk tujuan terselubungnya sendiri. Sesederhana dan sedangkal itu sebetulnya.
Sederhana karena tidak ruwet untuk mengidentifikasinya. Dan dangkal karena pada kenyataannya tujuan mereka ujungnya adalah soal kekuasaan dan fulus.
Lewat janji surga dan jualan surga mereka berkongkalikong. Melancarkan propaganda berbungkus agama. Mengamplifikasi aksi kerumunan-kerumunan yang direkayasa sedemikian rupa untuk meneror mereka yang berbeda agamanya.