Mohon tunggu...
Andre Lolong
Andre Lolong Mohon Tunggu... Insinyur - Follow me @andre_gemala

Husband of a caring wife, father of two, car enthusiast, motorsport freak, Life learner..

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Implementasi Standar EURO 4 Demi Mobilitas Lebih Baik di Indonesia

28 April 2021   10:00 Diperbarui: 28 April 2021   12:37 1952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan Januari lalu saya pergi melakukan perjalanan ke Cirebon untuk tugas, barengan Ko Atjong; kolega saya. Saya bekerja di Pabrikan Ban, sementara Ko Atjong merupakan pemilik Perusahaan yang mendistribusikan Ban tersebut di Jawa Barat.

Kami menempuh jalan darat dan sama-sama berangkat dari kediaman Ko Atjong di Jalan Ir. H. Juanda, Bandung yang juga merangkap toko ban miliknya. Kebetulan Ko Atjong ingin sekalian jajal mobil yang baru dibeli dari kenalannya, untuk keluar kota. Sebuah pick-up double cabin warna hitam keluaran tahun 2005, dengan Odometer menunjukkan bahwa mobil itu baru menempuh 45,000 km saja. Interior masih standar dan terawat. Ko Atjong ini memang orangnya necis. Semua mobil yang pernah dimiliknya selalu rapi dan mengkilap.

Ketika melewati Tol Cipali, mobil konsisten di kecepatan 160 kph. Akselerasinya terasa enak dan enteng berkat mesin Common rail Direct Injection Turbo Diesel 2.5 L yang tersemat di bawah engine hood-nya. Penampilan D-cab itu juga makin ganteng dengan pergantian Rim 18" dibalut ban All Terrain. Inilah Isuzu D-Max LS keluaran tahun 2005.

Isuzu D-Max 2005 milik Ko Atjong (Dok. Pribadi)
Isuzu D-Max 2005 milik Ko Atjong (Dok. Pribadi)

Nah, sedikit info mengenai apa yang disebut dengan Common Rail Direct Injection, yang kini banyak dijumpai pada mesin Diesel terkini, adalah sistem injeksi bahan bakar dengan metode droplet bertekanan tinggi pada Diesel hingga lebih efektif dan menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna.

Singkat cerita, ketika memasuki Kota Cirebon, Ko Atjong mengarahkan mobil ke SPBU. Alih-alih Bio Diesel, ia mengisi bahan bakarnya dengan Pertamina Dex. Saya yakin salah satu kunci untuk memaksimalkan perawatan mesin adalah dengan memberikan asupan yang benar dan bergizi pada mobil kesayangan kita, kan?

Pertamina Dex dengan kadar sulfur rendah; 500 ppm menghasilkan emisi lebih rendah. Coba bandingkan dengan bahan bakar Diesel dengan kadar sulfur lebih tinggi (hingga 3500 ppm).

"Udah kayak cumi-cumi, Bro." canda Ko Atjong tentang bagaimana mobil dengan mesin Diesel yang punya gas buang hitam pekat.

Perlu diperhatikan bahwa kandungan sulfur, air, dan sedimen yang tinggi pada bahan bakar Diesel bisa menyebabkan masalah besar. Untuk air dan sedimen dapat ditanggulangi dengan pemasangan filter. Namun kadar sulfur harus ditekan serendah mungkin dengan bahan bakar Diesel berkualitas baik. Hasilnya rendah emisi dan lebih ramah lingkungan. 

Selain itu Pertamina Dex punya Cetane Number 53, sementara bahan bakar Diesel lain punya Cetane Number lebih rendah, yaitu 48. Cetane Number atau indeks setana merupakan tingkat pengukuran seberapa tinggi kualitas pembakaran di ruang bakar. Dengan pembakaran lebih baik, maka akselerasi lebih enteng dan suara mesin lebih halus. 

Tidak diragukan lagi Pertamina Dex merupakan asupan paling tepat untuk mesin 4JK1-TCX milik D-Max yang mengadopsi Common Rail System dengan standar EURO 4. Tarikannya enteng, suara mesin lebih halus dan emisi lebih rendah. "Biar sudah 16 tahun tapi gak kalah sama Isuzu MU-X terbaru, Bro." ujar Ko Atjong dengan bangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun