Anarkisme bertolak belakang dengan nilai-nilai yang diperjuangkan dalam aksi demonstrasi. Demo bertujuan untuk menyampaikan protes secara damai, tanpa menimbulkan korban jiwa dan kerusakan. Anak muda harus mengerti etika dalam ber-demonstrasi. Demo itu seruan evaluasi bersama, bukan ajakan perang kepada aparat atau pemerintah. Faktanya, polisi juga pingin demo loh! Yang mereka lakukan adalah kata perintah dari atasan. Seragam membuat aparat terjebak dalam situasi yang dilema. Tapi kalau suara rakyat gak di dengar, wajar dong bertindak anarkis? Bahkan jika tuntutan demonstrasi tidak di kabulkan, anarkisme bukanlah jalan keluar. Anarkisme bertentangan dengan semangat demokrasi Pancasila. Bagaimana pun keadaannya, melayangkan tuntutan dengan jalan damai adalah solusinya.
Selalu ingat prinsip dari Martin Luther King ya kids! Kita tidak bisa menyingkirkan kegelapan dengan kegelapan. Hanya cahaya yang bisa melakukan itu. Di sisi lain, kita tidak bisa melawan kebencian dengan kebencian. Kebencian hanya bisa dikalahkan oleh cinta kasih.
So, jangan jadikan represifitas dari pihak tertentu untuk melegitimasi tindakan yang bertentangan dengan Undang-undang. Ingat kids! Bapak bangsa saja memilih untuk berdiskusi di ruang rapat ketimbang harus turun ke medan tempur dan menumpahkan darah. Dari diskusi mereka itulah Indonesia dilahirkan. Perjuangan yang awalnya dilakukan secara kedaerahan, pada akhirnya berhasil di satukan dengan kesamaan cita-cita, visi, dan misi untuk mewujudkan negara merdeka yang terbebas dari penjajahan.
Di era modern ini demonstrasi harus selalu didasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Gen-Z harus benar-benar mengerti apa yang menjadikan demo itu demo. Etika ber-demonstrasi tidak hanya berlaku di dunia nyata. Justru, etika ini lebih berat diperjuangkan di media sosial. Etika? Etika apaan? Kalian pasti tidak asing kan dengan kalimat makian yang dilayangkan para demonstran ke aparat kepolisian? Kata-kata tersebut dapat dikategorikan sebagai ujaran kebencian. Tidak mempunyai faedah apa pun selain berpotensi memancing kericuhan. Marah manusiawi kok! Tapi etika berkomunikasi menentukan citra diri kita.
Let's we fight in a smart way! Kalau berdemo saja cara kita masih ngawur, lalu apa yang membedakan kita dengan koruptor dan kriminal berdasi lainnya? Sama saja! Sama-sama pelanggar undang-undang. Demonstrasi adalah golden moment yang menentukan nasib bangsa di masa depan. Tuntutan yang dikabulkan pemerintah dari demonstrasi menentukan arah pergerakan bangsa dalam jangka panjang. Demo itu dampaknya gak main-main kids! Mari kita kilas balik ke demo mahasiswa tahun 1998. Demo waktu itu bisa dikatakan cukup mencekam, bahkan menjadi salah satu momen paling memilukan dalam sejarah bangsa Indonesia. Peristiwa ini diwarnai oleh aksi-aksi keji seperti penculikan, pembunuhan, pemerkosaan, serta penyiksaan. HAM benar-benar mati di hari itu. Rakyat yang berani bersuara akan dibungkam. Hari ini kalian masih bisa kan liat update berita terkini? Kalau tahun itu, boro-boro dapet info, pers aja dibungkam sama rezim orde baru.
Ih takutttt. Ngeri banget ya. Demo tahun itu memang sangat mengerikan. Itulah alasan mengapa peristiwa ini disebut kerusuhan 98, bukan demo 98 karena kejadian di tahun 1998 bertolak belakang dengan nilai-nilai dan asas demonstrasi.
Kerusuhan 1998 menjadi akhir rezim orde baru. Soeharto yang sudah berkuasa selama 32 tahun memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya. B. J Habibie yang kala itu diangkat menjadi presiden sementara, harus menyelesaikan masalah-masalah yang ditinggalkan orde baru. Beliau mempunyai tanggung jawab besar untuk menstabilkan Indonesia, khususnya dalam sektor ekonomi yang anjlok akibat rendahnya nilai tukar rupiah. Tak hanya itu, Pak Habibie juga mempunyai tugas untuk merombak Undang-undang. Hukum di era reformasi harus diarahkan kembali sehingga mampu memfasilitasi hak-hak demokrasi yang sempat hilang semasa orde baru.
Perjuangan anak muda untuk mengembalikan demokrasi di tanah air tidaklah mudah. Saat ini, Gen-Z bisa melakukan protes lewat media sosial, di saat dulu anak muda seusia kita mempertaruhkan nyawanya di jalan-jalan untuk memperjuangkan keadilan. Mereka tidak berhadapan dengan peluru karet, melainkan peluru baja yang siap menembus tengkorak mereka kapan pun. Kematian bisa terjadi sewaktu-waktu. Perintah aparat bukan lagi untuk menertibkan dengan meminimalisir kasualitas, tapi siapa pun yang dianggap buat onar akan langsung dihabisi di TKP.
Manfaatkanlah teknologi sebaik mungkin dengan menggunakan media sosial sebagai senjata kita untuk membangun negeri. Just do one click, and a million can see. Lakukan perjuanganmu dengan melihat dan mengkritisi situasi politik yang terjadi di Indonesia. Belajar politik memang bikin pusing, tapi apa gunanya kita sebagai warga negara jika mengutamakan prinsip individualisme? 10-20 tahun lagi generasi kita yang akan meneruskan Indonesia. Kalau sekarang saja anak muda sudah ogah-ogahan, lantas negara ini akan dibawa ke mana ?
Bersuaralah ketika kamu sudah tahu. Indonesia butuh kalian kids! Kesalahan bukan untuk ditinggalkan begitu saja. Justru, jika pemerintah melenceng dari tanggung jawabnya, rakyatlah yang diandalkan untuk mengarahkan kembali kinerja pemerintah. Selalu kritisi berita-berita yang sengaja dibuat untuk meruntuhkan rasa nasionalisme kita. Indonesia masih punya harapan, dan itu dapat terwujud ketika seluruh warga negara bersatu dalam cita-cita Pancasila.
Anak muda harus pandai berdemo! Serukan protesmu dengan kreativitas. Tunjukkan bahwa perjuangan pendahulu kita tidak sia-sia dengan memanfaatkan fasilitas yang kita miliki semaksimal mungkin. Punya HP? Jangan buat drakoran mulu! Ini waktunya anak muda menunjukkan kualitasnya bagi bangsa! Ingat, a little step we take can influence thousand. Sekian dulu artikel dari mimin, see you on the next assignment!