Kisah ini mengenai pendidikan. Ya, yakin tentang pendidikan. Tempatnya di suatu tempat antah berantah. Pelakunya Pak Guru dan Murid, ditambah lagi nanti pelaku tambahan yang lain, Kepala Sekolah dan Orang Tua.
Kisahnya demikian.
Pagi itu masih berkabut, dan masih agak gelap. Suara kokok ayam jago masih terdengar sayup sayup bersahutan. Sebuah desa yang tenang mulai bangun.
Seorang Murid, mulai menggeliat dan duduk dari tempat pembaringannya yang bersahaja. Tak lupa ia berdoa sebentar, kemudian membuka pintu kamarnya dan berjalan ke belakang rumahnya, menuju pancuran untuk sekedar membasuh muka. Tak lupa, ia menuju dapur untuk membantu Orang Tuanya menyiapkan sarapan bersama. Setelah itu ia mandi, sarapan dan mohon ijin pamit ke Orang Tuanya untuk pergi ke sekolah.
Berangkat sekolah dengan tidak tergesa gesa. Ia berangkat bersama beberapa teman yang juga tetangganya, menuju sekolah, Sekolah Antah Berantah.
Sesampainya di sekolah, masih ada waktu untuk bermain dan bersenda gurau dengan teman temannya yang lain, sembari menunggu lonceng sekolah berbunyi, tanda masuk kelas memulai pelajaran.
Di tempat tidak jauh dari situ, Pak Guru juga sudah siap mengajar. Ia datang dengan wajah berseri seri, dengan ketulusan yang tidak dibuat buat, dengan satu tujuan yang pasti, mendampingi anak anak didiknya untuk menyerap ilmu dan belajar keterampilan hidup serta budaya yang para Murid yakini berguna untuk hidup mereka kelak.
Pelajaran pun dimulai. Tak begitu ribet Pak Guru menyiapkan pelajaran dan memulai pembelajaran. Berdoa, memberikan motivasi, menyampaikan tujuan pembelajaran dan hasil yang diharapkan, kemudian memulai pembelajaran. Para Murid pun tidak bertele tele menyiapkan diri mereka untuk bisa segera masuk ke pelajaran, fokus, menyimak, dan ikut instruksi dari Pak Guru. Sesimple itu.
Waktu istirahat telah tiba. Tanpa menunggu lama, para Murid keluar kelas. Ada yang jajan, ada yang duduk duduk dengan temannya sambil ngobrol, ada yang bermain permainan sederhana, dan ada yang memanfaatkan waktu ke kamar kecil. Lonceng masuk berbunyi, para Murid bergegas kembali masuk kelas, untuk pelajaran kembali.
Pada suatu ketika, para murid mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Dengan setia para Murid berdatangan sesuai jamnya, kemudian bersama sama ikut ekstra, menaati semua instruksi dari pembimbing ekstra. Sampai tiba waktu selesai ekstra, dan mereka kembali pulang.
Tiba waktunya evaluasi. Tes bentuknya. Pak Guru diberi kebebasan untuk menentukan alat tes untuk para Muridnya. Pak Guru memilih bentuk essay.Â
Setelah mendapatkan jawaban semua anak, Pak Guru dengan setia mengoreksi jawaban Murid satu per satu. Setelah selesai, ia rekap untuk dimasukkan ke nilai Raport sama persis dengan hasil yang didapatkan Murid, tanpa mengurangi, tanpa menambahi.
Pada saat menerima raport, Orang Tua yang menerimakannya, Ada yang nilainya bagus, ada yang nilainya kurang bagus. Orang Tua memberikan masukan ke anaknya, baik itu yang mendapat nilai bagus maupun kurang bagus. Anaknya dengan lega hati menerima masukkan dari Orang Tuanya. Pak Guru senang melihatnya.
Suatu ketika ada Murid yang berbuat nakal di kelas. Pak Guru menanganinya dengan harapan Murid tersebut ke depannya tidak mengulangi perbuatan itu dan menjadi Murid yang baik. Sampai di rumah, Murid tersebut menceritakan ke Orang Tua, dan sedikit mengadu. Orang Tuanya menasehati dan memberi masukan sama seperti yang Pak Guru berikan. Murid tersebut menjadi semakin sadar dan yakin bahwa yang ia lakukan keliru dan  bersiap siap berubah menjadi anak yang lebih baik, dengan dukungan Orang Tua dan Pak Guru. Ia meyakini itu!
Suatu ketika ada sebuah instruksi dari dinas pendidikan setempat, yang Pak Guru nilai agak kurang pas. Hal ini sampai ke Kepala Sekolah. Kepala Sekolah bertemu dengan Pak Guru. Mereka membicarakan bersama dan diskusi penuh kekeluargaan. Kepala sekolah memberikan hak penuh kepada Pak Guru untuk memutuskan yang terbaik untuk sekolah, lebih lebih yang terbaik untuk para Murid. Kepala Sekolah dan Pak Guru sepakat bahwa tanggung jawab di sekolah mendampingi Murid adalah tanggung jawab mereka bersama. Dengan rasa kekeluargaan dan kebersamaan, Kepala Sekolah dan Pak Guru memutuskan bersama, dan melaksanakan keputusan bersama itu dengan saling bantu dan konsekuen.
Tiba saatnya kelulusan. Tidak ada pesta gemerlap yang meriah, tidak ada jamuan makan penuh berlimpah limpah. Yang ada hanya tatapan Pak Guru ke para Murid dengan kelegaan yang tidak dibuat buat. Yang ada hanya ucapan terima kasih setulus tulusnya dari para Murid, yang tidak akan mungkin untuk terbalaskan.
Saat itu, angin semilir sejuk, membuai Sekolah Antah Berantah menelorkan tunas tunas yang siap untuk ditanam, tumbuh subur, dan menghijaukan alam.Â
Mentari dengan pesona warna warni semakin condong ke arah barat, menanti kehadiran Tunas Tunas baru, pengganti tunas tunas yang sudah tertanam di lahan lahan baru untuk tumbuh dan berkembang. Menanti Murid baru yang akan bersekolah di Sekolah Antah Berantah, menanti Pak Guru yang dengan setia akan mengajar mereka. Dan kisah akan kembali terulang dengan indahnya. Salam pendidikan!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI