Mohon tunggu...
Andreas Neke
Andreas Neke Mohon Tunggu... Guru - Pegiat media sosial

Andreas Neke lahir di Sobo (Mangulewa) pada 08/03/80. Pendidikan Dasar di SDI Waruwaja. Pendidikan Menengah di SMPN 2 Bajawa dan SMAN Bajawa. Selanjutnya ke Seminari KPA St. Paulus Mataloko (2 tahun) , dan Pendidikan Calon Imam Kapusin (OFM Cap) di Sibolga (1 tahun), Parapat (1 tahun) , Nias (1 tahun), STFT St. Yohanes Pematangsiantar (4 tahun), TOP di Paroki St. Fransiskus Xaverius Ndondo, serta Pasca Sarjana (2 tahun). Pernah mengajar di SMA St. Clemens Boawae (2010-2017). Saat ini mengajar di SMK Sanjaya Bajawa. Aktif menulis opini di HU Flores Pos. Sudah menulis 2 buah buku yang berjudul REMAJA DAN PERGUMULAN JATI DIRINYA dan IMAN YANG MEMBUMI. Tinggal di Padhawoli, Kel. Trikora, Bajawa, Flores, NTT.

Selanjutnya

Tutup

Lestari

Jeritan Staf Museum Vatikan=Jeritan Pekerja Gereja?

17 Mei 2024   09:22 Diperbarui: 17 Mei 2024   09:25 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 gambar: https://parokicikarang.or.id/detailpost/ajaran-sosial-gereja-tentang-kerja

Dua atau tiga hari terakhir, secara tidak sengaja, saya menemukan sebuah berita yang berjudul "Staf museum Vatikan ajukan pengaduan minta perbaikan kondisi kerja".

Rasa ingin tahu memicu untuk mencari dan menemukan secara lebih rinci. Dan pada akhirnya saya menemukan pemberitaan dengan isi yang sama dari berbagai media nasional dan internasional.

Dikutip dari KOMPAS.com, "sebanyak 49 orang pegawai Museum Vatikan di Roma, Italia diketahui telah mengajukan petisi kepada Paus Fransiskus. Menurut harian Italia, Corriere della Sera seperti dikutip Kompas.com, Rabu (15/5/2023), para pegawai tersebut mengklaim bahwa mereka diperlakukan seperti komoditas dan merasa tidak dipedulikan soal kesejahteraan dan kesehatannya.

 

Keluhan yang disampaikan antara lain bahwa museum sering kali menerima lebih banyak pengunjung dalam satu hari daripada yang diizinkan oleh batas maksimum masuk. Hal ini menyebabkan kepadatan berlebih di dalam museum."

Keluhan lainnya adalah jumlah pintu keluar darurat dalam beberapa kasus tidak memadai, seperti di lorong Kapel Sistina yang hanya memiliki satu pintu keluar di kedua ujungnya. Dikatakan, terdapat banyak ruangan di museum yang tidak memiliki AC sehingga menyebabkan ketidaknyamanan ketiga para staf bekerja.


Dan keluhan terakhir adalah para pekerja mengaku mereka diperintahkan bekerja dari rumah selama pandemi Covid-19, tetapi diminta untuk mengembalikan gaji yang diperoleh selama periode tersebut.

Setelah membaca informasi dari beberapa media, saya belum menemukan tanggapan resmi atas aduan tersebut. Tetapi ada hal lain yang hendak saya sampaikan berkaitan dengan pemberitaan ini.

Hal yang akan saya sampaikan berikut, lagi-lagi merupakan bukti cinta yang tulus kepada Gereja, dan bukan sikap antipati atau pembangkangan kepada Gereja. Ini semata-mata untuk "membaharui" tata kelola pekerja yang bekerja di dalam institusi dan pelayanan-pelayanan Gereja seperti di paroki-paroki dan yayasan-yayasan atau unit-unit yang dikelola Gereja.

Pada kesempatan ini saya ingin mengatakan bahwa bisa saja ada paroki-paroki atau yayasan-yayasan atau unit-unit pelayanan yang dikelola Gereja, yang memperlakukan para pekerja layaknya komoditas. Dengan alasan pelayanan dan cinta kasih, mereka digaji dan diperlakukan tidak sebagaimana mestinya.

Ini artinya bahwa kehidupan perekonomian mereka hanya sebatas "cukup", atau bahkan jauh dari ukuran kecukupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lestari Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun