Mohon tunggu...
Andrean
Andrean Mohon Tunggu... Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Bina Bangsa

Seseorang yang gemar menulis dan selalu ingin terus mendalami dunia kepenulisan baik Creative Writing, Factual Writing, dan Academic Writing.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Beruk dan Monyet Ekor Panjang dalam Belenggu Kepunahan: Bisakah Teknologi Menyelamatkan Mereka?

15 September 2025   21:23 Diperbarui: 15 September 2025   21:23 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto monyet ekor panjang. Sumber: voi.id

Sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulaunya, menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Selain itu, Indonesia juga dikenal sebagai surga kehidupan bagi setiap jenis dan spesies flora dan fauna, hal ini tentu tidak bisa dipungkiri, karena Indonesia merupakan tempat bagi 10% hutan hujan tropis yang berperan penting sebagai paru-paru alam di dunia.

Tercatat menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indonesia memiliki hutan hujan tropis seluas 125,76 juta hektare atau setara dengan 62,97% dari luasnya daratan Indonesia, selain itu Indonesia juga merupakan rumah bagi 12% mamalia termasuk primata, 10% tumbuhan, 16% reptil dan amfibi, serta 17% burung di dunia dapat ditemukan di Indonesia.

Primata seperti beruk (Macaca nemestrina) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) adalah 2 dari 66 jenis primata yang tinggal dan bergantung hidup di hutan Indonesia. Namun, secara geografis sebaran habitat beruk meliputi Indonesia, Malaysia, dan Thailand bagian selatan, sementara MEP memiliki sebaran habitat yang lebih luas di Asia Tenggara yang meliputi Brunei Darussalam, Kamboja, India (Pulau Nicobar.), Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Timor-Leste, dan Vietnam

Di Indonesia sendiri, beruk memiliki persebaran di dua pulau besar di Indonesia, yakni pulau Kalimantan dan Sumatera, habitat beruk berada di daerah perbukitan, dataran rendah dan hutan hujan primer. Sementara MEP memiliki persebaran yang lebih luas di banyak pulau di Indonesia, seperti pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kepulauan Lingga, Riau, Bangka, Belitung, Kepulauan Natuna, Simalur, Kepulauan Tambelan, Nias, Matasari, Bawean, Maratua, Timor dan Lombok, serta Sumba dan Sumbawa.

Berbeda dengan beruk yang memiliki habitat di daerah perbukitan dan dataran rendah, MEP lebih banyak tersebar mendiami dataran rendah seperti hutan, pantai, hutan bakau, padang rumput semak belukar, hutan hijau abadi, hutan bambu, hutan gugur, dan sering ditemui di daerah pemukiman manusia, MEP juga dijuluki sebagai (crab-eating monkey) atau monyet pemakan kepiting.

Menurut New England Primate Conservancy, julukan Monyet pemakan kepiting didapatkan berdasarkan hasil pengamatan kelompok-kelompok MEP di daerah pesisir, mereka diketahui sering menggunakan batu sebagai alat untuk memecahkan cangkang tiram ataupun kepiting.

Tidak hanya berbeda berdasarkan habitat dan sebarannya, secara bentuk tubuh beruk dan MEP terkadang masih sulit untuk dibedakan oleh masyarakat, melansir dari yiari.or.id beruk memiliki tubuh dengan ukuran tubuh yang lebih besar dengan bobotnya yang lebih berat jika dibandingkan MEP. Beruk juga memiliki rambut dengan warna yang berbeda-beda, seperti coklat keabu-abuan hingga keemasan dan pada bagian kepala rambut beruk cenderung lebih berwarna gelap.

Sementara, MEP memiliki rambut berwarna coklat keabu-abuan dan kemerah-merahan pada tubuhnya, selain itu beruk dan MEP juga memiliki perbedaan yang sangat mencolok pada bagian ekornya. Sesuai namanya, monyet ekor panjang memiliki ekor yang mencapai 1 hingga 1,5 cm dari ukuran tubuhnya, atau sepanjang 40-75 cm dengan ekor yang ditutupi bulu halus. Sedangkan ekor beruk tidak memiliki rambut dan lebih pendek, yakni sepanjang 13-24 cm saja.

Kehadiran beruk dan MEP dalam ekosistem memiliki peranan yang sangat penting bagi keseimbangan ekosistem itu sendiri, hal ini dikarenakan beruk dan MEP memiliki peranan ekologis di mana keduanya berperan sebagai penyebar biji alami, penyerbuk tumbuhan, dan pengendali populasi serangga. Sehingga beruk memiliki peran dalam menyeimbangkan ekosistem hutan dan lahan.

Meskipun begitu, keberadaan beruk dan MEP terus mengalami degradasi populasi dan ancaman bagi keberlangsungan populasi kedua primata tersebut di Indonesia, seperti, kehilangan habitat, degradasi hutan, pemburuan, penyiksaan, penjualan ilegal maupun legal untuk kebutuhan biomedis, eksploitasi untuk perkebunan dan pertunjukan, serta konsumsi tradisi kuliner atau bahkan obat-obatan tradisional menjadi faktor utama bagi keberlangsungan populasi beruk dan monyet ekor panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun