Mohon tunggu...
FIRITRI
FIRITRI Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis, Penulis Mojokerto, Blogger dan Pembawa Acara yang tertarik dalam Human Interest, Budaya serta Lingkungan

Penulis, Penulis Mojokerto, Blogger dan Pembawa Acara yang tertarik dalam Human Interest, Budaya serta Lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Desa Centong dengan 2 Ton Ketan Hitam Tiap Hari

7 Juni 2020   12:51 Diperbarui: 7 Juni 2020   13:00 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto ini saat saya berada di sawah dusun Jatirejo Desa Centong Kecamatan Gondang Mojokerto. Bukan salah kostum ya. Karena sehabis dari kondangan, saya mampir ke sawah dengan pengairan jernih dan sangat bagus.

Dinamakan Desa Centong karena letaknya berada di cekungan (centhong).

Ada banyak kisah tentang desa Centong ini. Disinyalir sih (saya belum menemukan bukti-bukti otentik---hanya cerita tutur saja) Dusun ini sudah ada sejak jaman Majapahit. Para penduduk saat itu bertani Beras Ketan Hitam (Oryza sativa var glutinosa).

Beras ketan hitam ini akan diolah untuk makanan khusus para elit. Hasil samping berupa minuman beralkohol yang juga untuk para elit.

Ketan hitam kan bukan asli Indonesia ya.......mereka aslinya dari subtropis (Japonica). Makanya menanamnya nggak sembarangan. Ditanamlah di pegunungan.

Saat jaman kolonial, daerah ini dijadikan jalur air dari mata air Jubel Pacet ke arah Pugeran (Gondang), kota Mojokerto, Mojoagung dan Jombang.


Untuk mengamankan jalur pipa air itu, dibangunlah jalan. Dengan adanya jalan ini, Desa centong menjadi terbelah utara dan selatan. Terbelahnya desa centong ini mengakibatkan aliran air dari atas (selatan) terputus tidak sampai ke utara jalan.

Lama kelamaan resapan air juga terputus. Dikotomi Centong selatan yang airnya berlimpah dan Centong utara yang kesulitan air mulai terbentuk.

Saat ere kemerdekaan dan Belanda mengusik kemerdekaan kita, Centong menjadi basis perjuangan tentara mengingat letaknya di cekungan dan menjadi mudah berlindung dari serangan Belanda.

Melawan Belanda dengan konsep pukul-lari (gerilya) dalam suatu komando operasi bernama Komando Hayam Wuruk. Daerah ini dikuasai oleh batalyon (500 orang) Condromowo yang dipimpin Komandannya Mayor KH Munasir Ali.

Kelak karena perjuangan Batalyon Munasir ini, Jalan yang membelah desa Centong dinamakan Jalan Yon Munasir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun