Foto ini saat saya berada di sawah dusun Jatirejo Desa Centong Kecamatan Gondang Mojokerto. Bukan salah kostum ya. Karena sehabis dari kondangan, saya mampir ke sawah dengan pengairan jernih dan sangat bagus.
Dinamakan Desa Centong karena letaknya berada di cekungan (centhong).
Ada banyak kisah tentang desa Centong ini. Disinyalir sih (saya belum menemukan bukti-bukti otentik---hanya cerita tutur saja) Dusun ini sudah ada sejak jaman Majapahit. Para penduduk saat itu bertani Beras Ketan Hitam (Oryza sativa var glutinosa).
Beras ketan hitam ini akan diolah untuk makanan khusus para elit. Hasil samping berupa minuman beralkohol yang juga untuk para elit.
Ketan hitam kan bukan asli Indonesia ya.......mereka aslinya dari subtropis (Japonica). Makanya menanamnya nggak sembarangan. Ditanamlah di pegunungan.
Saat jaman kolonial, daerah ini dijadikan jalur air dari mata air Jubel Pacet ke arah Pugeran (Gondang), kota Mojokerto, Mojoagung dan Jombang.
Untuk mengamankan jalur pipa air itu, dibangunlah jalan. Dengan adanya jalan ini, Desa centong menjadi terbelah utara dan selatan. Terbelahnya desa centong ini mengakibatkan aliran air dari atas (selatan) terputus tidak sampai ke utara jalan.
Lama kelamaan resapan air juga terputus. Dikotomi Centong selatan yang airnya berlimpah dan Centong utara yang kesulitan air mulai terbentuk.
Saat ere kemerdekaan dan Belanda mengusik kemerdekaan kita, Centong menjadi basis perjuangan tentara mengingat letaknya di cekungan dan menjadi mudah berlindung dari serangan Belanda.
Melawan Belanda dengan konsep pukul-lari (gerilya) dalam suatu komando operasi bernama Komando Hayam Wuruk. Daerah ini dikuasai oleh batalyon (500 orang) Condromowo yang dipimpin Komandannya Mayor KH Munasir Ali.
Kelak karena perjuangan Batalyon Munasir ini, Jalan yang membelah desa Centong dinamakan Jalan Yon Munasir.