Mohon tunggu...
Andi Wi
Andi Wi Mohon Tunggu... Penulis - Hai, salam!

Bermukim di Cilongok - Banyumas - Jawa Tengah. Kamu bisa mulai curigai saya melalui surel: andozshort@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Seni Berdoa untuk Orang yang Kita Cintai

15 Oktober 2017   23:29 Diperbarui: 15 Oktober 2017   23:31 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk melupakanmu dan berusaha merancang masa depanku bersama tidak denganmu, sambil berharap melakukan kesalahan yang bisa kuperbuat: aku bertemu dengan aparat pemabuk, yang memiliki masalah berat dengan hidupnya sendiri sehingga ia bisa menyalurkan kemarahannya dengan menghabisiku di tempat pertama kali ia berdiri.

Aku membayangkan aku mati dan aku melupakanmu.

Akan tetapi kunjunganku ke kota-kota jauh sia-sia saja. Aku tak bisa melupakanmu atau sekedar bertemu seorang aparat pemabuk itu, yang sering ditulis di koran-koran, suka menyiksa rakyat sipil karena berbagai alasan sepele dan kekanak-kanakan.

Lantas, bertahun-tahun setelah kita benar-benar berpisah. Aku bertemu seorang teman. Teman lama, kupikir begitu, yang entah kenapa setelah bertahun-tahun menikah ia tak kunjung memiliki anak. Di sebuah kedai kopi lima puluh meter dari stasiun, aku mendengarkan ocehnya berjam-jam sambil mengantuk. Lalu tanpa alasan yang kupahami tiba-tiba saja dia menyela ceritanya sendiri, bertanya padaku: berapa umurmu?

"Apa kau ingat berapa umurmu?"

Aku tidak tahu alasan tepatnya dia tiba-tiba mengataksn seperti itu. Mungkin hanya iseng. Tapi melihat  ketulusan raut mukanya yang periang, aku menebak, barangkali dia juga bahkan tak ingat namaku?

Maka kujawab, taulah, dengan nada sok pintar.

Percakapan kami harus berakhir karena dia mesti mengejar kereta ke Manggarai. Aku memberinya salam perpisahan namun dia membalas dengan memberiku kartu namanya. Lalu sesaat setelah yakin dia sudah masuk ke dalam gerbong kereta api, aku melemparkan kartu nama itu ke tempat sampah yang berada di dekat kakiku. Hari yang buruk.

Aku mengambil tiket kereta tujuanku di dalam jaket yang sudah kupesan dua jam lalu. Kemudian, setelah sepuluah menit memastikan kereta akan melaju, aku duduk di dekat jendela bagai seorang yang baru saja dipenuhi kedukaan.

Kereta berjalan konstan, tidak terlalu cepat, tidak terlalu lambat. Melaju menyusuri lintasannya seperti aku yang juga sedang menyusuri lintasan hidupku sendiri, hingga tiba-tiba aku teringat tentangmu, bukan tentangmu, dan sama sekali bukan tentang kita berdua. Alih-alih aku teringat wajah lelaki yang baru saja menyapaku, ya, lelaki yang tak kukenali itu, tapi dia bahkan merasa sudah mengenalku dengan baik selama bertahun-tahun seperti halnya kau.

Kau mengenalku begitu lama, aku jadi penasaran bagaimana caramu melupakan orang yang bahkan tak kau kenal. Sementara aku yakin, kau sudah melupakanku, orang yang sudah bertahun-tahun akrab denganmu. Tahu nama kecilmu, tahu berapa umurmu. Tahu segala hal yang dibutuhkan sosokmu ketika merasa sedih atau berduka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun