Mohon tunggu...
Andi Wi
Andi Wi Mohon Tunggu... Penulis - Hai, salam!

Bermukim di Cilongok - Banyumas - Jawa Tengah. Kamu bisa mulai curigai saya melalui surel: andozshort@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Drama

Cerita Ayam dan Sudah Waktunya Berubah Pikiran

8 Oktober 2017   08:56 Diperbarui: 8 Oktober 2017   09:56 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pixabay.com

Jika biasa pagi hari saya cuma disibukan dengan menanti kedatangan tukang bubur ayam keliling di depan rumah, maka hari ini saya punya dua kegiatan sekaligus.  Menanti tukang bubur keliling, (sebagai tambahan, saya tidak membeli bubur ayam itu. Cuma kadang-kadang merindukan suara ketukan mangkuknya) dan memberi makan anak ayam-ayam kecil saya.

Satu minggu sudah saya memelihara mereka. Umur saya sudah 25 tahun. Dan hari ini membayangkan betapa manusia tak bisa hidup seorang diri, membuat saya merasa kesepian.

Usia seekor ayam tak pernah lebih panjang dari umur majikannya. Meski pun mungkin, kita tak pernah tahu, mereka juga diam-diam berdoa agar umur mereka dipanjangkan oleh Tuhan. Bisa menikah secara resmi, memiliki anak-anak, hingga mereka dapat membangun negara mereka sendiri layaknya negara kita. Mengapa tidak? Mereka juga berhak hidup seperti itu bukan? Sebab mungkin kita bisa mencontoh kehidupan bernegara ayam yang penduduk-penduduknya begitu bijak dan bestari.

Untuk memenuhi isi perutnya, seekor ayam hanya akan mengambil bagian sesuai kebutuhannya.

Namun sudah, kita bisa lupakan obrolan tentang ayam dan cara berakhir mereka yang menyedihkan. Sebab sejauh ini tak ada makhluk hidup yang lebih menyedihkan dibanding mereka yang mati karena kesepian. Seekor ayam misalnya dengan mudah mengakhiri hidupnya dengan cara menggemukkan badan mereka segemuk-gemuknya. Semetara kita tahu, manusia tidak sesederhana itu.

Melihat apa yang tak bisa saya rasakan, saya jadi ingat pernah masuk ke dalam sebuah kamar teman kampus saya dulu.

Namanya Harpa. Tubuhnya kurus kering. Dia selalu meminta saya untuk sekedar menemaninya. Hari itu saya menemaninya ke rumah sakit. Setiap satu bulan sekali, Harpa selalu rutin mengecek kesehatannya yang konon semakin buruk. Saat saya tanya apa masalahmu, dia jawab, aku baik-baik saja. Kata dokter aku negatif. Tidak sakit apa-apa. "Lalu?" Saya minta penjelasan.

Lalu dia bilang, "Saya hanya kesepian," katanya sambil berkelakar.

Saya memang sempat memahaminya begitu. Tubuhnya kurus kering, saya pikir, itu karena Kesepiannya lah yang telah memakannya.

Sepulang dari rumah sakit, saya mengantarnya sampai ke kamar. Dan di sana saya langsung terkejut oleh pemandangan sebuah gambar mural seorang penyair yang nampak sedang menghisap kretek rokok, yang bersanding dengan tulisan di samping kirinya, "Mampus Kau di Koyak-koyak Sepi."

Lalu satu bulan setelah pertemuan itu, di suatu pagi buta, saya mendapat pesan darinya bahwa ia akan menikah. Dengan seorang janda gemuk beranak dua. "Doakan penikahan kami bahagia ya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun