Mohon tunggu...
Andi Utama
Andi Utama Mohon Tunggu... -

Pribadi yang ingin selalu belajar akan hal baru

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Menanti Kebesaran Hati Para Elit Jakarta

11 Juni 2016   04:43 Diperbarui: 11 Juni 2016   20:37 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengungkapkan keakuan secara vulgar bukanlah kebiasaan para elit politik di negeri ini. Mengungkapkannya akan dianggap sebagai kebodohan bahkan kedunguan oleh mereka sendiri. "Masak iya saya mengejar jabatan, tentu tidak". Politisi itu pantasnya berkata demikian supaya publik yakin bahwa ianya memang benar tidak sedang lapar jabatan. Romantis sekali.

Sebentar dulu bung, masih koma ini, belum titik. Coba kita mengintip ke bilik-bilik dagelan para elit ini supaya beroleh gambaran yang nyata dan terang benderang.

Tidak perlu menunggu lama, bermunculanlah para calon pemimpin tersebut dengan beragam latar belakang dan gayanya sendiri-sendiri. Masing-masing mengenalkan dirinya melalui banyak gelaran di panggung jagat ibukota, agar masyarakat Jakarta menjadi tahu bahwa mereka ada dan siap memimpin. Ini adalah sebuah pertanda baik, bahwa masih terdapat banyak calon pemimpin yang siap digotong ke singgasana DKI untuk menggantikan sang Gubernur saat ini.

Di singgasananya, sang Gubernur yang masih memiliki syahwat kuasa atas ibukota untuk lima tahun lagi, pun melancarkan gerakan-gerakan yang tidak lazim terjadi di negeri ini. Berawal dari serangan terhadap Gerindra kemudian PDI-P, dua partai besar yang pernah menghantarkannya ke singgasana dicampakkannya begitu saja, tidak lagi dicintainya, ia memutuskan berpisah di tengah jalan. "Kita sudah tidak cocok beb, good bye".

Bagi masyarakat kebanyakan, tindakan sang Gubernur dianggap sinting dan geblek. Lha wong sudah enak punya perahu tinggal berlayar ke pulau tujuan kok malah pecah kongsi. Siapa nyana, justru keputusannya untuk tidak sekongsi dengan perahu besar dan nyaman itu adalah sinyal kuat yang hendak ia tunjukkan kepada para rivalnya bahwa ia memiliki kekuatan dalam kemandirian yang kalian semua tidak akan sanggup melawan apalagi membendungnya.

Benar saja, para elit partai tersebut dibuat terpana. Ada rindu dan benci campur aduk. Rindu satu perahu sehingga bisa tetap menjadi bagian dari perjalanan peran kuasa, benci karena pengkhianatan dan diputuskan sepihak setelah sekian lama kebersamaan dalam kuasa. "Ok, kita selesai disini, tapi nanti jangan menyesal telah mencampakkan kami", kira-kira begitu gerutu mereka.

Keterpanaan pun menyebar dan menular ke partai-partai lain yang memang belum memiliki calon pemimpin unggulan untuk diusung ke singgasana. Hitung punya hitung, ternyata sang Gubernur memang berdana besar, centengnya berbadan kekar dan punya kuasa dimana-mana. Ngeri kaliii.

Belum lagi sepak terjangnya dalam memimpin sering dianggap memantik api kemarahan, maka bertambahlah keyakinan masyarakat bahwa ia memang arogan, pongah dan tidak tahu diri.

Situasi ini menimbulkan ketidakpastian di kalangan elit partai yang jujur saja hanya akan mengusung calon yang harus memiliki tingkat kepastian memenangkan kuasa atas Jakarta. "Masa kami mau ngusung calon yang masih berstatus "mungkin" menang di Jakarta, cost-nya terlalu tinggi bung". Itu password-nya.

Nah, pertanyaannya adalah apakah para calon pemimpin yang sudah muncul itu tidak ada yang layak untuk pimpin Jakarta? "Beberapa diantara mereka ada yang layak bahkan sangat layak. Tapi begini bung... Lawan kita ini popularitasnya kenceng abis. Ga yakin deh kita bisa menang mudah. Nantilah kita tunggu saja sampai injury time". Akhirnya, tunggu-menunggu menjadi jurus andalan para pemilik partai. Tak ayal, para calon pemimpin pun dibuat bingung karena belum ada yang secara serius mengajaknya untuk merebut kuasa sang Gubernur.

Luar biasa, padahal sang Gubernur tadinya hanya wakil Gubernur yang 'ketiban bejo', menggantikan gubernur yang sekarang naik kelas jadi presiden di negeri ini. Masyarakat sebenarnya bukan memilihnya, tapi memilih Jokowi. Sementara Ahok, sang gubernur pun sebenarnya hanya memiliki pengikut ilusi di jagat maya, yang tidak benar-benar nyata dukungannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun