Indonesia adalah negara hukum. Ironisnya, sang Hukum lemah tak berdaya. Banyak kasus  tidak bisa tersentuh hukum. Karena hukum tidak dijadikan Panglima.
Mafia-mafia pun hidup makmur. Mafia narkoba, mafia tanah, mafia hukum. Mafia...
Rakyat kecilpun hidup melarat.
Barangkali karena hukum belum dijadikan panglima, maka Presiden Jokowi harus mengangkat  mantan Panglima TNI, Marsekal TNI (Purn.) Dr. (H.C) Hadi Tjahjanto S.I.P. sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) demi untuk memberantas mafia tanah yang telah berpuluh-puluh tahun merajalela merugikan masyarakat serta sulit diberantas.
Indonesia adalah negara hukum. Sumber hukumnya adalah Pancasila. Pancasila adalah dasar negara. Pancasila ialah pandangan hidup bangsa. Tetapi, nilai-nilai Pancasila tidak diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Intoleransi dan radikalisme masih terus terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Budayawan Mochtar Lubis tahun 1977 pernah bilang bahwa ciri-ciri sifat manusia Indonesia antara lain adalah munafik atau hipokrit, enggan dan segan bertanggung jawab, dan berkarakter lemah.
Agaknya pernyataan Mochtar Lubis itu benar adanya. Kita memang bangsa yang munafik. Saya ambil contoh: negara melarang judi dilegalkan. Tetapi, sementara itu judi gelap bisa hidup terus. Bukankah lebih baik judi dilegalkan dan uang pajak judi dimasukkan ke kas negara untuk membangun negara?
Di pelosok-pelosok daerah banyak masyarakat masih hidup miskin. Butuh dana besar untuk membangun jembatan, jalan, gedung sekolah, puskesmas, Â rumah sakit, dll.
Akibat judi dilarang, orang-orang kaya mencari hiburan dengan berjudi di luar negeri. Uang dibawa keluar.
Contoh lain: kita hidup di negara yang berideologi Pancasila. Namun, ketika ada sekelompok orang yang menentang Pancasila, dan bertindak intoleransi, seolah-olah negara membiarkan itu terjadi.
Pepatah "Ikan busuk mulai dari kepala" sungguh harus diterapkan dalam hidup berbangsa dan bernegara.