Mohon tunggu...
Andi Ronaldo
Andi Ronaldo Mohon Tunggu... Konsultan manajemen dengan ketertarikan pada dunia keuangan, politik, dan olahraga

Writing is not just a hobby, but an expression of freedom. Through words, we can voice our thoughts, inspire change, and challenge boundaries without fear of being silenced.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film "Conclave" Nyatanya Sangat Jauh dari Konklaf Sejati

22 April 2025   16:12 Diperbarui: 22 April 2025   16:12 3783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adegan film "Conclave" yang memasukkan ideologi feminis radikal sebagai anti-tesis hierarki Gereja Katolik (The Harvard Crimson)

Di tengah suasana penantian pemilihan Paus baru setelah wafatnya Paus Fransiskus, perhatian publik secara refleks tertuju kembali pada film "Conclave" (2024). Film ini, dengan dramatisasi proses pemilihan Paus, bisa tampak sebagai panduan visual yang mudah diakses bagi mereka yang ingin memahami apa yang terjadi di balik pintu tertutup Vatikan. Namun, di sinilah letak bahaya besar: jika Anda benar-benar ingin memahami kesakralan, kerumitan, dan prosedur otentik konklaf, langkah pertama yang paling bijaksana justru melupakan semua yang Anda lihat dalam film "Conclave". Karya fiksi ini, meskipun mungkin menarik secara sinematik, merupakan panduan yang sangat buruk dan secara fundamental menyesatkan mengenai realitas pemilihan Penerus Santo Petrus.

Mengandalkan "Conclave" untuk memahami proses ini ibarat mencoba mempelajari astronomi dari film fiksi ilmiah yang penuh ledakan; menghibur, mungkin, tetapi sama sekali tidak akurat. Film tersebut melukiskan konklaf sebagai ajang intrik politik kotor, perebutan kekuasaan Makiavelisme, dan pembunuhan karakter, suatu narasi yang menarik bagi penonton sekuler yang terbiasa dengan drama politik. Kenyataannya, proses konklaf yang sesungguhnya diatur oleh aturan-aturan ketat, seperti yang tertuang dalam Konstitusi Apostolik Universi Dominici Gregis yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II, dirancang justru untuk meminimalkan politisasi dan memaksimalkan fokus spiritual. Aturan ini mencakup kerahasiaan yang mendalam, di mana para kardinal elektor harus bersumpah di bawah ancaman ekskomunikasi serta menghadapi isolasi total dari tekanan dan opini dunia luar (termasuk pemutusan semua komunikasi modern). "Conclave", sebaliknya, menyingkirkan dimensi spiritual ini demi menyajikan sebuah thriller politik yang generik.

Film ini, yang lahir dari imajinasi sekuler Hollywood, menyaring peristiwa sakral melalui lensa profan, yang cenderung lebih menghargai konflik dramatis daripada kebenaran teologis. Ia memprioritaskan sensasionalisme dan agenda ideologis progresif di atas kesetiaan pada tradisi Katolik yang kaya, hukum Gereja yang presisi, dan esensi spiritual sejati dari konklaf. Lebih jauh lagi, film ini secara strategis membangun panggung untuk subversi ideologisnya sejak awal. Dimulai dengan kematian Paus, penonton langsung dicemplungkan ke dalam dunia faksi-faksi politik, ambisi pribadi, dan kegagalan moral di antara para kardinal. Tokoh protagonis, Kardinal Lawrence, digambarkan sudah bergulat dengan krisis iman. Fokus awal pada kelemahan manusiawi dan kalkulasi politik ini, sebelum membangun konteks kesakralan dan aturan main konklaf yang sebenarnya, membingkai keseluruhan proses sebagai sesuatu yang secara inheren cacat dan rentan terhadap manipulasi. Hal ini menumbuhkan suasana di mana kritik-kritik berikutnya terhadap tradisi dan doktrin, yang menjadi inti pesan progresif film, terlihat lebih masuk akal bagi penonton yang telah dikondisikan untuk mengharapkan korupsi daripada bimbingan ilahi.

Distorsi Prosedur Sakral Konklaf

Untuk mengukur secara akurat tingkat distorsi yang dilakukan oleh film, sangat penting untuk membandingkan alur naratifnya dengan prosedur aktual yang mengatur pemilihan Paus. Prinsip utama konklaf otentik memastikan kekhidmatan dan fokus bagi setiap kardinal elektor yang terlibat. Kerahasiaan yang mendalam menjadi yang terpenting, bahkan istilah "konklaf" (cum clave, "dengan kunci") itu sendiri menandakan isolasi ketat yang diperlukan. Kardinal elektor dan staf penting bersumpah untuk menjaga kerahasiaan mutlak mengenai semua urusan pemilihan, dengan sanksi ekskomunikasi otomatis jika dilanggar. Segala bentuk komunikasi eksternal diputus total, termasuk telepon, internet, surat-menyurat, dan akses media. Area seperti kediaman Domus Sanctae Marthae dan Kapel Sistina disegel dan diperiksa dengan teknologi elektronik canggih untuk mencegah pelanggaran. Kerahasiaan intens ini melindungi para pemilih dari tekanan duniawi, menumbuhkan lingkungan doa dan penegasan yang semata-mata berfokus pada bimbingan Roh Kudus.

Prosedur pemungutan suara sangat ketat dan dilakukan secara rahasia, dengan metode sebelumnya seperti aklamasi atau kompromi yang telah dihapuskan. Setiap kardinal harus menulis satu nama pada surat suara persegi panjang khusus bertuliskan "Eligo in Summum Pontificem" ("Saya memilih sebagai Paus Agung"), dengan hati-hati menyamarkan tulisan tangan mereka. Sebelum memasukkan surat suara, setiap pemilih mengucapkan sumpah dengan menyeru Kristus sebagai hakim mereka. Surat suara dikumpulkan, dihitung dengan cermat oleh Pemeriksa Suara yang ditunjuk, dibacakan keras-keras, dan dirangkai bersama. Mayoritas dua pertiga dari pemilih yang hadir diperlukan untuk pemilihan yang sah. Setelah setiap penghitungan, surat suara dibakar, dengan bahan kimia tambahan untuk menciptakan asap hitam jika suara tidak meyakinkan atau asap putih untuk pemilihan yang berhasil. Secara fundamental, konklaf memiliki landasan spiritual yang kuat, dimulai dengan Misa Kudus khusus untuk pemilihan Paus (Pro Eligendo Papa). Doa-doa yang memohon Roh Kudus menyelimuti seluruh proses, serta meditasi tentang kebutuhan Gereja dan beratnya tugas para kardinal disampaikan kepada para pemilih. Pemilihan itu sendiri berlangsung di ruang sakral Kapel Sistina, di bawah lukisan Pengadilan Terakhir karya Michelangelo. Mengenai kelayakan, hanya kardinal di bawah usia 80 tahun pada hari sebelum takhta kepausan kosong yang berhak memilih. Hukum Gereja menetapkan bahwa Paus haruslah seorang laki-laki yang dibaptis, mampu menerima pemilihan dan menjalankan jabatan; jika yang terpilih belum menjadi uskup, ia harus segera ditahbiskan. Setelah pemilihan yang berhasil, Dekan Dewan Kardinal menanyakan kesediaan yang terpilih dan nama yang akan dipilihnya. Selama masa kekosongan Takhta Suci, kekuasaan Dewan Kardinal sangat terbatas; mereka hanya mengurus hal-hal mendesak dan mempersiapkan pemilihan, dilarang mengubah hukum atau kebijakan kepausan.

Pengabaian atau distorsi konsisten film "Conclave" terhadap prosedur kanonik bukanlah sekadar kelalaian. Ini berfungsi sebagai alat ideologis, secara halus membingkai hukum dan tradisi Gereja bukan sebagai penjaga proses sakral, tetapi sebagai hambatan yang merepotkan bagi hasil "progresif" yang diinginkan. Tokoh protagonis, Lawrence, sering kali membengkokkan atau melanggar aturan dalam pencariannya, secara implisit memvalidasi gagasan bahwa tujuan menghalalkan cara ketika menantang struktur yang mapan. Pilihan naratif ini merusak tujuan utama peraturan konklaf: melindungi integritas pemilihan dari manipulasi manusia dan memastikan fokus spiritualnya. Lebih buruk lagi, film ini mempersenjatai "rahasia" dan skandal. Plot utamanya bergerak melalui penemuan dan penyebaran strategis informasi yang merusak tentang kandidat, seperti hubungan masa lalu Kardinal Adeyemi, simoni Tremblay, dan kondisi biologis Benitez. Ini mengubah konklaf dari tindakan penegasan spiritual menjadi kampanye politik kejam yang didorong oleh riset oposisi dan pembunuhan karakter, lebih mencerminkan taktik sinis politik sekuler jauh daripada musyawarah penuh doa yang diharapkan dari Kardinal yang mencari kehendak Tuhan.

Agenda Ideologis dalam Film "Conclave"

Di balik tema thriller, "Conclave" secara jelas mengangkat agenda ideologis yang berbeda, yang secara fundamental bertentangan dengan ajaran Katolik ortodoks. Menganalisis tema-tema sentralnya mengungkapkan pola konsisten dalam mempromosikan sudut pandang progresif sambil mengkarikaturkan pandangan tradisional. Film ini secara eksplisit mengangkat keraguan dan ketidakpastian ke tingkat kebajikan. Khotbah penting Kardinal Lawrence, yang menyatakan kepastian sebagai "dosa" dan "musuh persatuan," merangkum tema ini. Hal ini sangat kontras dengan pemahaman Katolik tentang iman sebagai persetujuan terhadap kebenaran yang diwahyukan secara ilahi, yang dipandu oleh Magisterium (otoritas mengajar Gereja), yang memberikan kejelasan dan kepastian mengenai masalah-masalah esensial iman dan moral. Sentimen Lawrence secara mengganggu menggemakan prinsip-prinsip inti Modernisme, sebuah aliran pemikiran yang dikutuk oleh Paus Santo Pius X. Pembelaan film terhadap keraguan sejalan persis dengan filosofi yang terkutuk ini, menunjukkan bahwa kebenaran itu cair dan keyakinan pribadi patut dicurigai.

Selain itu, film ini menyajikan dikotomi yang bias antara kemajuan dan tradisi. Karakter yang menganjurkan perubahan (Bellini, Lawrence, Benitez) digambarkan dengan nuansa dan simpati. Sebaliknya, tokoh tradisionalis utama, Kardinal Tedesco, merupakan karikatur kasar: kaku, rasis, Islamofobia, dan haus kekuasaan. Ini bukan penceritaan yang seimbang tetapi taktik progresif yang umum: mendemonisasi tradisi untuk membuat perubahan radikal tampak perlu dan berbudi luhur. Film ini mereduksi lanskap teologis Gereja yang kompleks menjadi pertempuran simplistis di mana tradisi sama dengan keterbelakangan dan kemajuan sama dengan pencerahan. Reduksionisme sekuler ini meluas ke penggambaran konklaf itu sendiri. Secara luar biasa, proses tersebut digambarkan sebagai perebutan kekuasaan politik mentah, dengan motivasi spiritual dan bimbingan Roh Kudus sebagian besar dikesampingkan atau diremehkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun