Mohon tunggu...
Andi Ronaldo
Andi Ronaldo Mohon Tunggu... Konsultan manajemen dengan ketertarikan pada dunia keuangan, politik, dan olahraga

Writing is not just a hobby, but an expression of freedom. Through words, we can voice our thoughts, inspire change, and challenge boundaries without fear of being silenced.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Tradisi Ratusan Tahun Saat Paus Meninggal

21 April 2025   22:56 Diperbarui: 22 April 2025   09:00 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tokoh penting dari seluruh dunia pada pemakaman Paus Yohanes Paulus II (Wikimedia Commons)

Kepergian Paus Fransiskus, yang lahir dengan nama Jorge Mario Bergoglio, menandai akhir sebuah era kepemimpinan spiritual yang menyentuh hati lebih dari 1,4 miliar umat Katolik dan masyarakat global. Momen ini secara otomatis memulai periode sede vacante, atau takhta kosong, masa transisi krusial yang diatur oleh tradisi dan hukum Gereja Katolik yang telah berusia ratusan tahun. Prosedur yang berjalan segera setelah wafatnya seorang Paus memadukan antara tradisi kuno dan adaptasi modern. Tugas pertama jatuh kepada Kardinal Camerlengo, atau Bendaharawan Kepausan, yang saat ini dijabat oleh Kardinal Kevin Farrell dari Amerika Serikat (AS). Dari kapel pribadi Paus Fransiskus di Casa Santa Marta, Kardinal Farrell secara resmi mengumumkan wafatnya Sang Paus kepada dunia. Peran Camerlengo sangat vital dalam memastikan kelangsungan administrasi Takhta Suci selama kekosongan kepausan. Secara tradisional, ia bertugas memverifikasi kematian Paus. Meskipun legenda menyebutkan penggunaan palu perak untuk mengetuk dahi Paus, praktik modern mengandalkan konfirmasi medis oleh kepala layanan kesehatan Vatikan. Camerlengo kemudian menyusun akta kematian resmi, melampirkan laporan medis, dan memberitahu para pejabat kunci Vatikan, termasuk Vikaris Roma yang akan mengumumkannya kepada kota Roma. Langkah penting lainnya, penyegelan apartemen dan ruang kerja Paus, suatu tindakan simbolis untuk menandai akhir pontifikat dan mencegah penyalahgunaan dokumen atau properti kepausan. Ritual kuno ini, meski metodenya telah banyak diperbarui, menggarisbawahi pentingnya menjaga kontinuitas dan ketertiban dalam momen transisi yang paling signifikan bagi Gereja.

Simbol kuat lainnya dari berakhirnya pontifikat adalah perlakuan terhadap Cincin Nelayan (Anulus piscatoris), cincin meterai pribadi Paus yang bergambar Santo Petrus sedang menjala ikan. Secara tradisional, cincin ini dihancurkan dengan palu perak oleh Camerlengo di hadapan para Kardinal untuk mencegah pemalsuan dokumen setelah Paus wafat. Namun, praktik ini telah berevolusi. Kini, cincin tersebut lebih sering dirusak atau digores dengan tanda salib menggunakan pahat, sebuah metode yang juga diterapkan setelah pengunduran diri Paus Benediktus XVI pada tahun 2013. Tindakan ini tetap memenuhi tujuan simbolis dan praktisnya: menandai akhir otoritas Paus yang telah wafat/mengundurkan diri dan mencegah penyalahgunaannya. Wafatnya Paus juga mengawali Novemdiales, periode sembilan hari berkabung resmi bagi Gereja. Selama masa ini, Misa harian akan dipersembahkan untuk mendoakan arwah Paus di berbagai gereja Roma, dipimpin oleh Kardinal yang berbeda setiap harinya. Jenazah Paus Fransiskus, setelah disiapkan dan dikenakan vestimentum kepausan berwarna merah (simbol duka cita kepausan), lengkap dengan mitra (topi uskup) dan pallium (selempang wol simbol otoritas uskup agung metropolitan), akan dipindahkan dari Casa Santa Marta ke Basilika Santo Petrus dalam sebuah prosesi yang dipimpin oleh Camerlengo, diiringi nyanyian Litani Para Kudus. Di basilika megah itu, jenazahnya akan disemayamkan (lying-in-state) untuk memberikan kesempatan kepada umat beriman dari seluruh dunia memberikan penghormatan terakhir. Berkaca pada pemakaman Paus Yohanes Paulus II tahun 2005, di mana jutaan peziarah membanjiri Roma, Vatikan telah bersiap menghadapi kerumunan besar yang ingin mendoakan dan mengenang Paus Fransiskus.

Wasiat Kesederhanaan Fransiskus

Berbeda dari banyak pendahulunya, Paus Fransiskus telah secara aktif mempersiapkan dan menentukan mekanisme upacara pemakamannya kelak akan dilaksanakan. Beliau secara eksplisit meminta ritus yang lebih sederhana, sebuah keinginan yang selaras dengan gaya kepemimpinannya yang menekankan kerendahan hati dan fokus pada esensi iman. Keinginan ini bahkan telah diformalkan melalui persetujuannya atas edisi terbaru buku liturgi pemakaman Paus, Ordo Exsequiarum Romani Pontificis, pada April 2024. Perubahan paling mencolok terletak pada peti mati dan cara jenazah disemayamkan. Tradisi panjang pemakaman Paus melibatkan tiga peti mati yang saling bersarang: peti dalam dari kayu siprus, peti tengah dari timah atau seng yang disegel, dan peti luar dari kayu elm atau ek. Paus Fransiskus meminta untuk dimakamkan hanya dalam satu peti kayu sederhana yang dilapisi seng di bagian dalamnya. Selain itu, saat disemayamkan di Basilika Santo Petrus, jenazahnya tidak akan diletakkan di atas panggung tinggi yang disebut catafalque, seperti yang biasa dilakukan. Sebaliknya, peti matinya akan diletakkan lebih rendah, menghadap langsung kepada umat yang datang melayat, sebuah gestur yang ditafsirkan sebagai simbol kedekatan dan kerendahan hati. Jenazahnya akan mengenakan jubah liturgi merah, mitra, dan pallium, diletakkan di samping lilin Paskah besar sebagai simbol Kristus yang bangkit.

Malam sebelum upacara pemakaman, peti jenazah akan ditutup secara resmi dalam suatu ritus khusus. Sesuai tradisi, ke dalam peti akan dimasukkan kantong berisi koin-koin perunggu dan perak yang dicetak selama masa pontifikatnya, serta sebuah rogito atau dokumen dalam tabung logam (sebelumnya perkamen) yang berisi ringkasan singkat mengenai kehidupan dan pelayanannya sebagai Paus, yang dibacakan sebelum peti disegel. Wajah Paus juga akan ditutup dengan kain sutra putih. Keputusan paling signifikan yang membedakan pemakaman Paus Fransiskus juga ada pada pilihan lokasi peristirahatan terakhirnya. Beliau tidak memilih Grotto Vatikan di bawah Basilika Santo Petrus, tempat pemakaman sebagian besar Paus dalam beberapa abad terakhir, termasuk Paus Yohanes Paulus II dan Benediktus XVI. Paus Fransiskus meminta untuk dimakamkan di Basilika Santa Maria Maggiore, salah satu dari empat basilika utama di Roma. Keputusan ini menjadikannya Paus pertama dalam lebih dari satu abad sejak Paus Leo XIII pada tahun 1903, yang dimakamkan di luar kompleks Vatikan. Pilihan ini didasari oleh devosi pribadinya yang mendalam kepada ikon Bunda Maria Salus Populi Romani (Penyelamat Rakyat Roma) yang dihormati di basilika tersebut, tempat yang sering ia kunjungi untuk berdoa. Tujuh Paus lainnya juga dimakamkan di sana, yaitu Paus Honorius III (menjabat pada tahun 1216--1227), Paus Nikolas IV (1288--1292), Paus Pius V (1566--1572) yang melakukan ekskomunikasi Ratu Elizabeth I, Paus Sixtus V (1585--1590), Paus Klemens VIII (1592--1605), Paus Paulus V (1605--1621), dan Paus Klemens IX (1667--1669).

Pilihan-pilihan Paus Fransiskus, baik peti sederhana, tanpa panggung kehormatan, lokasi pemakaman di luar Vatikan, bukanlah sekadar keinginan pribadi. Semuanya secara konsisten mencerminkan pesan utama kepausan Fransiskus. Sejak awal terpilih, ia menolak kemegahan yang sering dikaitkan dengan Takhta Petrus, seperti memilih tinggal di wisma tamu Santa Marta daripada apartemen mewah di Istana Apostolik, menggunakan mobil sederhana, dan terus-menerus menyerukan Gereja yang "miskin dan untuk kaum miskin". Uskup Agung Diego Ravelli, Master Upacara Liturgi Kepausan, menegaskan bahwa ritus yang diperbarui ini bertujuan menekankan bahwa pemakaman Paus sebagai pemakaman seorang gembala dan murid Kristus, bukan seorang penguasa duniawi. Dengan demikian, upacara pemakamannya menjadi pernyataan teologis terakhirnya, suatu pengajaran melalui teladan tentang identitas kepausan yang melayani, sederhana, dan berakar pada Injil.

Siapa Saja yang Akan Hadir?

Upacara pemakaman seorang Paus selalu menjadi peristiwa global yang menarik perhatian dunia, suatu momen di mana politik dan spiritualitas bertemu di Lapangan Santo Petrus. Secara historis, momen ini dihadiri oleh delegasi tingkat tinggi dari berbagai negara, mencerminkan peran unik Takhta Suci dalam hubungan internasional dan pengaruh moral Paus di panggung dunia. Para raja, ratu, presiden, perdana menteri, dan pemimpin organisasi internasional biasanya hadir untuk memberikan penghormatan terakhir. Pemakaman Paus Yohanes Paulus II pada tahun 2005 mencatat sejarah sebagai salah satu pertemuan terbesar para pemimpin dunia dalam sejarah modern. Diperkirakan lebih dari 70 presiden dan perdana menteri, bersama dengan empat raja dan lima ratu dari sekitar 200 delegasi negara hadir di Lapangan Santo Petrus. Delegasi AS saat itu dipimpin oleh Presiden George W. Bush, didampingi dua mantan presiden (George H.W. Bush dan Bill Clinton) dan Menteri Luar Negeri Condoleezza Rice, menandai pertama kalinya seorang Presiden AS menghadiri pemakaman Paus. Kehadiran tokoh-tokoh seperti Presiden Iran Mohammad Khatami dan Presiden Suriah Bashar al-Assad yang duduk tidak jauh dari delegasi Israel juga menjadi momen diplomatik yang signifikan dan jarang terlihat.

Pemakaman Paus Benediktus XVI pada tahun 2023 memiliki skala yang berbeda dan unik secara historis. Mengingat statusnya sebagai Paus Emeritus dan keinginan pribadinya untuk kesederhanaan, Vatikan secara resmi hanya mengundang delegasi dari Italia dan negara kelahirannya, Jerman. Meskipun demikian, banyak pemimpin dunia lainnya, termasuk Raja Philippe dari Belgia, Ratu Sofia dari Spanyol, serta Presiden Polandia dan Hungaria, tetap hadir dalam kapasitas pribadi sebagai bentuk penghormatan. Momen ini juga menjadi signifikansi tersendiri: untuk pertama kalinya dalam sejarah modern, seorang Paus yang sedang berkuasa (Fransiskus) memimpin Misa pemakaman pendahulunya. Untuk pemakaman Paus Fransiskus, kehadiran yang signifikan dari para pemimpin dunia diproyeksi akan terjadi, mengingat statusnya sebagai Paus yang sedang berkuasa saat wafat dan pengaruh globalnya yang luas selama 12 tahun pontifikat. Ucapan belasungkawa yang mengalir deras dari seluruh penjuru dunia, mulai dari Presiden AS Donald Trump dan Wakil Presiden JD Vance, Raja Charles III dari Inggris, Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni, Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Argentina Javier Milei, hingga para pemimpin dari Kanada, Australia, India, Filipina, Israel, Mesir, Prancis, Jerman, Polandia, Irlandia, Spanyol, Ethiopia, Lebanon dan banyak negara lainnya, menunjukkan betapa luasnya dampak kepemimpinan Paus Fransiskus. Kehadiran fisik para pemimpin ini atau perwakilan tingkat tinggi mereka di Roma menjadi kemungkinan besar.

Namun, yang mungkin akan menjadi ciri khas pemakaman Paus Fransiskus adalah potensi kehadiran yang kuat dari para pemimpin agama lain. Sepanjang pontifikatnya, Paus Fransiskus menjadikan dialog antaragama sebagai salah satu prioritas utamanya. Ia membangun hubungan pribadi yang hangat dengan tokoh-tokoh kunci seperti Imam Besar Al-Azhar, Ahmed Al-Tayyeb, dan Rabbi Abraham Skorka dari Argentina. Kunjungan bersejarahnya ke Uni Emirat Arab yang menghasilkan Dokumen Persaudaraan Manusia, Irak dengan bertemu Ayatollah Agung Ali al-Sistani, partisipasinya dalam kongres para pemimpin agama dunia di Kazakhstan, dan kunjungannya ke Masjid Istiqlal di Jakarta pada tahun 2024 menjadi bukti nyata komitmennya. Oleh karena itu, kehadiran para pemimpin dari Islam, Yudaisme, dan tradisi agama lainnya, bersama para pemimpin dari berbagai denominasi Kristen (Ortodoks, Anglikan, Protestan, ataupun Evangelis), tidak hanya akan menjadi gestur penghormatan, tetapi juga suatu cerminan hidup dari warisan Paus Fransiskus dalam membangun jembatan persaudaraan dan dialog antarumat beragama. Kehadiran mereka akan menjadi testimoni visual yang kuat tentang salah satu pilar utama kepausannya, membedakannya dari fokus yang mungkin lebih dominan pada kehadiran politik dan ekumenis Kristen pada pemakaman Paus sebelumnya. Hingga saat ini, belum ada konfirmasi bahwa Presiden Prabowo Subianto atau pejabat tinggi lainnya dari Indonesia akan menghadiri langsung upacara pemakaman Paus Fransiskus. Pada pemakaman Paus Yohanes Paulus II, delegasi Indonesia terdiri dari Alwi Shihab yang saat itu menjabat sebagai Menko Kesejahteraan Rakyat, Maftuh Basyuni (Menteri Agama), dan Freddy Numberi (Menteri Perikanan dan Kelautan).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun