Komunitas internasional telah lama mengakui ketiadaan kewarganegaraan sebagai krisis hak asasi manusia, namun upaya global untuk mengatasinya masih gagal menghasilkan perubahan nyata. Badan PBB untuk Pengungsi (UNHCR) mengawasi dua perjanjian utama: Konvensi 1954 tentang Status Orang Tanpa Kewarganegaraan dan Konvensi 1961 tentang Pengurangan Ketiadaan Kewarganegaraan. Meskipun kerangka hukum ini telah ada selama beberapa dekade, banyak negara berpengaruh seperti India dan Tiongkok tetap menolak untuk meratifikasinya. Tanpa komitmen hukum dari negara-negara ini, hukum internasional tetap tidak memiliki daya paksa untuk memaksa perubahan.
Kampanye #IBelong dari UNHCR, yang diluncurkan pada 2014 dengan tujuan ambisius untuk mengakhiri ketiadaan kewarganegaraan pada 2024, hanya menunjukkan kemajuan yang terbatas. Meskipun beberapa negara telah mengubah undang-undang kewarganegaraan mereka, dampak keseluruhan masih sangat minim. Lambannya birokrasi, ditambah dengan ketidakmauan politik dari pemerintah, memastikan bahwa populasi tanpa kewarganegaraan tetap terjebak dalam siklus pengucilan yang sama. Komunitas internasional terus mengadakan konferensi, menyusun laporan, dan mengeluarkan resolusi, tetapi orang tanpa kewarganegaraan tetap tidak memiliki kewarganegaraan, tanpa hak, dan tanpa harapan.
Ujian Moral Dunia
Ketiadaan kewarganegaraan bukanlah masalah teoritis, ini adalah masalah hidup dan mati. Kasus ini merupakan krisis yang sengaja diciptakan dan dipertahankan oleh pemerintah di berbagai negara, yang merampas jutaan orang dari martabat dan hak asasi mereka. Kegagalan untuk bertindak bukan karena kurangnya kesadaran, melainkan kesengajaan untuk mengecualikan, meminggirkan, dan menghapus populasi tertentu dari eksistensi hukum.
Dunia tidak bisa terus mengabaikan penderitaan mereka yang tidak memiliki kewarganegaraan. Solusinya bukanlah sesuatu yang rumit; yang dibutuhkan hanyalah kemauan politik dan komitmen terhadap hak asasi manusia di atas agenda nasionalisme sempit. Sampai pemerintah, institusi internasional, dan masyarakat sipil mengambil tindakan nyata, orang-orang tanpa kewarganegaraan akan tetap tidak terlihat, terdengar, ataupun terlindungi. Nasib mereka bukanlah sesuatu yang tak terhindarkan, tetapi semakin lama kita membiarkan ketidakpedulian berlanjut, semakin besar noda moral ini dalam sejarah kemanusiaan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI