Mohon tunggu...
Andi Ronaldo
Andi Ronaldo Mohon Tunggu... Konsultan manajemen dengan ketertarikan pada dunia keuangan, politik, dan olahraga

Writing is not just a hobby, but an expression of freedom. Through words, we can voice our thoughts, inspire change, and challenge boundaries without fear of being silenced.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Maskapai Berbiaya Rendah, Dinamika Transformasi Pasar Aviasi di Indonesia

17 Februari 2024   17:32 Diperbarui: 27 Februari 2024   10:30 1151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penerbangan, tiket pesawat. (Sumber: SHUTTERSTOCK/NEW AFRICA via kompas.com)

Kemunculan maskapai berbiaya rendah atau low-cost carriers (LCC) telah merevolusi sektor penerbangan di seluruh dunia, dan pasar aviasi Indonesia terbukti tidak kebal terhadap perkembangan global ini. 

Dalam kurun waktu satu dekade terakhir, perkembangan LCC mencatatkan pertumbuhan signifikan secara konsisten, melampaui tren pasar tradisional berbasis maskapai layanan penuh (full-service farriers / FSC). 

Model operasional LCC kini hadir sebagai faktor determinan dalam pilihan layanan perjalanan udara bagi konsumen Indonesia, secara konklusif menggeser pasar penerbangan dari eksklusivitas perjalanan kelompok ekonomi tertentu menuju demokratisasi transportasi udara secara lebih inklusif. 

Artikel ini menyajikan pembahasan mendalam mengenai sejarah kemunculan LCC di Indonesia, pengaruh LCC pada lanskap pasar penerbangan, faktor pendorong kesuksesan, tantangan yang dihadapi, serta proyeksi perkembangan di masa depan.

Kebangkitan Model Bisnis LCC: Menantang Status Quo

Model bisnis LCC mengedepankan prinsip filosofi efisiensi operasi dengan memangkas biaya-biaya yang dianggap tidak esensial dalam layanan penerbangan. Terdapat beberapa strategi fundamental yang kerap diaplikasikan dalam operasional LCC. 

Strategi tersebut berkisar pada penggunaan armada pesawat dengan standar seragam guna meminimalkan kompleksitas biaya pemeliharaan dan pelatihan awak kabin, pemilihan bandara sekunder untuk menurunkan biaya parkir, slot terminal, dan ground handling. 

Tak kalah penting, strategi LCC menitikberatkan pada rute berfrekuensi tinggi guna meraih tingkat utilisasi pesawat yang maksimum. 

Gabungan aspek ini memungkinkan LCC menurunkan biaya operasional per kursi penerbangan dibandingkan yang ditawarkan oleh FSC sekaligus mengupayakan harga tiket terjangkau, dan membuka jalan bagi penetrasi ke pangsa pasar konsumen yang lebih luas. 

Di Indonesia, kemunculan maskapai berbiaya rendah mulai terasa secara lebih signifikan pada awal dekade 2000-an. 

Penerimaan dan akselerasi penetrasi pasar pada periode ini tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan pasar penerbangan domestik Indonesia yang dinamis.

Tercatat bahwa compound annual growth rate (CAGR) dari sektor angkutan udara domestik secara konsisten melampaui 10% antara tahun 2003 hingga 2012 (Badan Pusat Statistik, 2013).

Faktor Pendorong Pertumbuhan LCC di Indonesia

Ekspansi luar biasa dari pasar LCC di Indonesia tidak terlepas dari beberapa faktor penguat yang bekerja secara sinergis. Faktor-faktor tersebut di antaranya sebagai berikut.

  • Pertumbuhan Kelas Menengah

Ekspansi jumlah rumah tangga di Indonesia yang tergolong ke dalam kelas menengah menciptakan segmen pasar baru, yang merupakan para pelancong yang memiliki kesadaran anggaran bepergian (budget-conscious), tetapi tetap menjadikan pilihan untuk terbang sebagai pertimbangan. 

Kehadiran LCC secara efektif mengubah persepsi tentang perjalanan udara dari eksklusivitas kelompok ekonomi atas, dan membuka jalan bagi segmen demografi baru untuk bisa melakukan perjalanan via udara.

Armada Airbus A330-300 Milik Garuda Indonesia di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta
Armada Airbus A330-300 Milik Garuda Indonesia di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta
  • Liberalisasi Penerbangan

Deregulasi sektor industri penerbangan Indonesia turut membuka kesempatan bagi pemain-pemain baru, termasuk LCC untuk masuk dalam persaingan di pasar domestik. Pemerintah mengadopsi kebijakan liberalisasi melalui penerapan UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. 

Undang-undang ini memberikan fleksibilitas yang lebih besar bagi maskapai-maskapai dalam menetapkan harga tiket, membuka pangkalan operasi penerbangan di lokasi bandara baru, dan merintis berbagai rute penerbangan baru, khususnya dalam koridor rute penerbangan domestik (UU No. 1/2009).

  • Faktor Geografis

Indonesia terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil. Jaringan transportasi udara menjadi sangat esensial dalam menjembatani konektivitas dan memastikan kelancaran mobilitas arus orang dan distribusi barang antar-wilayah. 

LCC menawarkan model biaya dan tarif rendahnya secara optimal untuk memfasilitasi perjalanan regional maupun antar-pulau. Hal ini membuka pintu akses layanan perjalanan yang terjangkau dan berkontribusi pada percepatan arus mobilitas dalam lingkup regional-nasional.

Dampak LCC terhadap Pasar Aviasi Indonesia

Pengaruh maskapai berbiaya rendah secara inheren membawa beragam perubahan positif dan tantangan-tantangan baru dalam ranah industri penerbangan Indonesia. Perubahan signifikan dan mendasar antara lain sebagai berikut.

  • Harga Tiket Lebih Terjangkau

LCC menerapkan prinsip layanan tanpa embel-embel (no-frills), sehingga tarif tiket menjadi lebih bersaing. 

Persaingan ini menumbuhkan efek domino yakni mempengaruhi rentang harga tiket keseluruhan penerbangan domestik yang akhirnya ditawarkan para pemain jasa penerbangan lain, termasuk FSC.

  • Perluasan Konektivitas Udara

Hadirnya LCC terbukti merangsang pengembangan konektivitas penerbangan domestik Indonesia dengan dibukanya rute-rute baru. 

Rute-rute tersebut menyasar wilayah-wilayah yang sebelumnya sulit terakses (underserved area) atau kurang memiliki traffic yang dianggap memadai untuk dilayani pesawat jet dengan armada besar yang umumnya digunakan oleh FSC.

  • Titik Balik Persaingan

Persaingan intensif di dunia penerbangan tanah air tak lepas dari masuknya pemain-pemain LCC. Untuk beradaptasi, banyak pemain lama terpaksa merumuskan penyesuaian dalam layanan dan model bisnis yang dijalankan guna menjaga pangsa pasar. 

Beberapa FSC mengembangkan anak perusahaan berbasis model LCC atau mengubah kebijakan dalam koridor bisnis maskapai utama demi menghadapi kompetisi yang kian ketat.

Tantangan dan Masa Depan Bagi LCC di Indonesia

Terlepas dari pertumbuhan masif, LCC tetap belum luput dari beragam tantangan seperti keterbatasan infrastruktur seperti ketersediaan bandara dan landasan pacu yang memenuhi standar di destinasi tujuan mereka, terutama wilayah timur Indonesia yang memiliki potensi pasar tinggi bagi penetrasi model bisnis LCC. Tak kalah penting, LCC berhadapan dengan biaya operasional yang dinamis. 

Harga avtur yang berfluktuasi tak menentu dan ketergantungan tinggi pada komponen pendukung armada yang sebagian besar harus memenuhi standar tinggi keselamatan aviasi global merupakan bagian tak terpisahkan dari kompleksitas pengelolaan perusahaan layanan penerbangan jenis ini. 

Melihat ke depan, tren yang perlu mendapat perhatian cermat adalah kemungkinan adanya konvergensi model bisnis. 

Tren maskapai layanan penuh yang mengembangkan sayap berbasis LCC sebagai upaya utama mempertahankan daya saing di pasar, bersamaan dengan kecenderungan maskapai LCC yang semakin menambahkan berbagai layanan pendukung fasilitas perjalanan serta peningkatan kenyamanan armada udara, dapat melahirkan bentuk persaingan dan model bisnis hybrid di masa depan.

Membedakan LCC dan FSC: Identifikasi Maskapai di Tengah Persaingan Harga

Dinamika pasar penerbangan saat ini juga menghadirkan tantangan tersendiri bagi konsumen dalam mengidentifikasi model bisnis maskapai akibat strategi penetapan harga yang semakin bertumpang tindih. 

LCC dan FSC memang hadir dengan perbedaan filosofis, tetapi tren industri mendorong FSC menawarkan promosi tiket yang dapat membuat persepsi publik semakin kabur. Oleh karena itu, penting bagi konsumen memahami cara-cara efektif membedakan LCC dan FSC.

  • Analisis Harga Dasar dan Akhir

Meski FSC juga bisa menebar tiket promo, biasanya terdapat perbedaan pada harga tiket dasar pada periode reguler. 

Bandingkan harga dasar maskapai secara saksama, mengingat LCC secara inheren menetapkan harga dasar yang lebih rendah dan memberi opsi layanan bersifat add-ons berbayar.

  • Penilaian Fasilitas dan Layanan Pendukung

Model bisnis LCC mengedepankan kesederhanaan, termasuk rute penerbangan langsung (point-to-point) demi meminimalisir kompleksitas operasional. 

Di sisi lain, FSC berfokus pada kenyamanan dan pengalaman perjalanan lebih luas, menyediakan lounge bandara, makanan dalam penerbangan, hingga program frequent flyer dengan keuntungan konektivitas dengan layanan berbasis eksklusivitas.

  • Telaah Fasilitas Armada dan Kelas Penerbangan

Kabin pesawat LCC cenderung lebih padat dibanding FSC dalam hal konfigurasi maupun jarak kursi. FSC juga lazim mempertahankan beragam kelas penerbangan sementara LCC meminimalisir hal tersebut demi alasan efisiensi.

  • Amati Reputasi dan Strategi Citra Maskapai

FSC pada umumnya memiliki sejarah operasional lebih lama dan cenderung menonjolkan citra kenyamanan dan pengalaman terbang prima. LCC sebaliknya, biasanya menerapkan promosi dengan fokus pada agresivitas harga di waktu terbatas.

Pada akhirnya, pemilihan maskapai bergantung pada faktor kebutuhan dan anggaran tiap individu. Jika prioritas yang dimiliki merupakan penerbangan murah dengan layanan minimal, LCC menjadi opsi ideal. Ketika menginginkan penerbangan nyaman sebagai bagian dari gaya hidup, FSC dapat menjadi pilihan lebih cocok.

Referensi

  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

  • Badan Pusat Statistik. (2003 - 2023). Statistik Transportasi Udara: Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Domestik Bulan (seri publikasi bulanan)*. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

  • Cento, A. (2009). The Airline Industry: Challenges in the 21st Century. Physica-Verlag HD.

  • Doganis, R. (2006). The Airline Business. Routledge Taylor & Francis Group.

  • Nawijn, J., & Van Den Broek, T. (2016). Low-Cost Carriers: Business Models and Operations. In T. O'Connell J.F., Williams. G. (eds.), Air Transport in the 21st Century. Routledge Taylor & Francis Group.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun