Cipete Selatan, salah satu kawasan di Jakarta Selatan yang sebelumnya terlihat biasa saja, akhir-akhir ini menjadi ramai di kunjungi banyak orang dari berbagai daerah, akibat munculnya toko kopi, tempat makan unik, serta taman estetik yang cocok sebagai tempat nongkrong bagi anak muda. Dekat dengan stasiun MRT Cipete Raya Tuku, dan dilewati berbagai transportasi umum, membuat kawasan Cipete Selatan semakin mudah di kunjungi orang-orang terutama anak muda yang ingin mencari tempat untuk bersantai, berkumpul, atau sekadar mencari hiburan.
Namun, di tengah pesatnya perkembangan kawasan Cipete Selatan, terdapat aktivitas remaja masjid yaitu Remaja Masjid Al-Ikhlas atau yang lebih akrab dikenal dengan nama ‘Remila’. Remila aktif membuat kegiatan menarik di masjid, sekaligus memperluas dakwah Islam dengan menawarkan wadah produktif yang fokusnya pada pembinaan keislaman serta pengembangan keterampilan disaat gaya hidup urban semakin mendominasi.
Farhan, Ketua Umum Remila menjelaskan bahwa Remila telah berdiri sejak 24 Oktober 1976. Nama Remila terinspirasi dari tiga nada dasar yaitu ‘Re’, ‘Mi’, dan ‘La’, yang mana Remila ini berawal dari sekumpulan pemuda yang ingin menyalurkan hobi bermusik dalam wadah positif. Kini, setelah hampir setengah abad, Remila berkembang menjadi organisasi remaja masjid dengan tujuan mengembalikan fungsi masjid sebagai pusat peradaban dan aktivitas masyarakat
“Ketika ada yang bergabung ke Remila, kita disini menanamkan pemikiran sejak awal ke mereka bahwa Remila itu tempat mereka berkreasi, tempat mereka menuangkan ide kreatif. Masuk di Remila ini bukan berarti harus hafal Qur’an, bisa aja mereka menyalurkan bakat disini, dan kemudian pelan-pelan kami giring untuk ikut pembinaan,” Ujar Farhan.
Melihat banyak anak muda yang lebih memilih nongkrong di kafe atau tempat viral di Cipete, Remila kemudian melakukan pendekatan yang sesuai dengan dunia mereka. Remila memanfaatkan berbagai fasilitas yang sebelumnya sudah tersedia di Masjid Al-Ikhlas untuk kenyamanan para anggota, dan bahkan dipersilahkan untuk umum juga. Seperti, ruangan ber-AC, jaringan internet, studio, perpustakaan, hingga lapangan futsal. Jadi, tidak hanya beribadah di masjid, tetapi juga dapat melakukan kegiatan produktif lainnya.
Jika fasilitas sudah tersedia, maka selanjutnya adalah menarik perhatian anak muda di luar sana, dan mengubah pandangan mereka tentang masjid dengan menggunakan sosial media. Penggunaan sosial media menjadi salah satu branding penting yang Remila lakukan untuk menyesuaikan dengan generasi muda sekarang. Terdapat divisi yang mengurus sosial media Remila, jika dilihat melalui Instagram @remila_official terdapat berbagai macam konten dan dokumentasi dari kegiatan-kegiatan yang sudah dijalankan.
“Salah satu konten yang bisa menarik perhatian orang luar adalah dengan dokumentasi di setiap kegiatan. Dari dokumentasi itu kan orang-orang jadi bisa lihat, kegiatan apa aja sih yang udah kita buat? Atau seru kah di Remila ini? Oh jadi kalo gabung di Remila suasananya kayak gini ya.. Jadi tujuannya ya supaya orang bisa tertarik dan penasaran gitu juga,” Kata Kamal selaku Ketua Divisi Sosial Media. Kamal juga menyebutkan bahwa sebenarnya mengurus konten untuk branding Remila ini termasuk banyak tantangannya, salah satunya karena banyak saingan konten yang justru viral padahal tidak mendidik.
Namun, Remila tetap mengikuti perkembangan tren yang ada, tentunya dengan tambahan nilai-nilai keislaman agar pesan dakwahnya tersampaikan, dan relevan bagi generasi muda. Strategi ini sekaligus menjembatani antara dakwah dan hiburan, dengan muatan edukasi, tanpa perlu terjebak stigma ‘anak masjid itu kaku’. Karena terdapat prinsip yang ditanamkan di Remila ini ‘Gaul boleh Sholeh harus’, gaya konten boleh tetap gaul dan mengikuti tren, tapi makna dan isi kontennya harus tetap yang positif dan bisa mengajak orang-orang untuk ikut berdakwah.
Bagi anggota seperti Ferlisa, Remila bukan sekadar tempat berorganisasi, tetapi ruang berkembang yang mampu membentuk kebiasaan baru dan mengubah karakter diri. Awalnya, Ferlisa mengaku sempat ragu bergabung karena mengira kegiatan masjid cenderung membosankan dan membatasi waktu bermain. Namun seiring waktu, ia justru merasa lebih nyaman, lebih banyak mendapat ilmu baru tentang Islam, juga semakin terasah soft skill seperti public speaking dan kemampuan sosial.