Mohon tunggu...
Andi Mutiara Tsani
Andi Mutiara Tsani Mohon Tunggu... Mahasiswa Hukum Universitas Brawijaya

is a student in the Faculty of Law, Brawijaya University, who is actively engaged in developing her understanding of legal studies. Her passion for justice and social equity drives her to seek out opportunities to explore the complexities of the law. Known for her dedication and ambition, she consistently looks for new experiences and meaningful relationships to enrich her academic journey. Her involvement in various activities reflects her commitment to personal and professional growth.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

KUHP Baru 2026: Antara Revolusi Hukum dan Ancaman Demokrasi

6 Oktober 2025   19:56 Diperbarui: 6 Oktober 2025   19:56 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam beberapa bulan terakhir, publik kembali ramai memperbincangkan pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru. Sejumlah pasal seperti kohabitasi, penghinaan presiden, hingga aturan tentang demonstrasi menuai pro dan kontra. Di balik itu, ada semangat besar negara untuk menghadirkan sistem hukum yang lebih manusiawi melalui pendekatan restorative justice.

Sebagaimana yang kita tahu, bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan pilar utama sistem hukum pidana di Indonesia. Namun sudah puluhan tahun, Indonesia masih menggunakan hukum pidana warisan kolonial Belanda yang berorientasi pada sistem retributif atau pembalasan. Kini arah pembaruan hukum nasional mulai bergeser menuju pendekatan yang lebih humanis melalui penerapan restorative justice atau keadilan restoratif.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional, Indonesia resmi memiliki KUHP baru yang diundangkan pada 2 Januari 2023 dan akan mulai berlaku efektif pada 2 Januari 2026. Menurut penjelasan Kementerian Hukum dan HAM, masa transisi tiga tahun ini dibutuhkan agar aparat penegak hukum dan masyarakat memahami filosofi serta perubahan mendasar dalam KUHP baru.

Namun, pembaruan hukum tidak akan berarti tanpa adanya perubahan cara pandang aparat dan masyarakat terhadap keadilan itu sendiri. Restorative justice seharusnya bukan sekadar konsep hukum, tetapi menjadi budaya baru dalam menyelesaikan konflik, yang dimana dapat menumbuhkan empati, bukan sekadar menghukum.

kasus nenek minah
kasus nenek minah

Misalnya, bisa kita lihat kasus Nenek Minah di Banyumas yang harus berhadapan dengan hukum karena mencuri tiga buah kakao dari perkebunan. Atau kasus remaja di Palu yang dituduh mencuri sandal jepit milik seorang anggota polisi. Kedua kasus sederhana itu mengguncang publik dan menjadi simbol ketimpangan hukum di Indonesia bahwa hukum sering kali tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Melalui kebijakan restorative justice, kasus-kasus semacam ini seharusnya dapat diselesaikan dengan pemulihan dan dialog, bukan dengan penjara.

Namun di sisi lain, muncul kekhawatiran atas beberapa pasal dalam KUHP baru yang dinilai dapat membatasi kebebasan berekspresi dan hak asasi warga negara. Beberapa pasal tentang penghinaan presiden, larangan unjuk rasa tanpa izin, hingga perzinaan dinilai berpotensi menjadi alat pembungkaman. Di sinilah letak dilema antara semangat pembaruan hukum dan potensi ancaman terhadap prinsip demokrasi.

Pada akhirnya, keberhasilan KUHP baru tidak hanya diukur dari seberapa banyak pasal yang direvisi, tetapi dari sejauh mana hukum mampu menghadirkan keadilan yang memulihkan, bukan sekadar menghukum. Restorative justice bukan hanya jargon hukum, melainkan jalan menuju keadilan yang lebih manusiawi dan berkeadaban. Menjelang pemberlakuannya pada 2026, menjadi tanggung jawab bersama untuk memastikan bahwa revolusi hukum ini tidak berubah menjadi ancaman bagi demokrasi itu sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun