Mohon tunggu...
Andika Hilman
Andika Hilman Mohon Tunggu... Dokter - Story-Writer and Content Specialist | Clerkship Doctor

Surabaya, 1995

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hidup: Berharap atau Pasrah?

7 April 2014   05:46 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:59 3544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kita sering sekali merasa khawatir dalam hidup ini, terutama oleh masa depan. Banyak orang yang menghabiskan waktunya demi suatu pencapaian di masa depan, seperti jabatan, uang, asmara, gelar, dan lain sebagainya. Secara umum, kita mencari kesuksesan dan kebahagiaan. Kita bekerja keras demi masa depan kita, berharap bahwa sukses akan datang karenanya. Namun ketika hal yang kita harapkan tidak kunjung datang, kita sering merasa bahwa hidup ini terlalu berat. Lalu berkembanglah berbagai kepercayaan, seperti ‘dunia ini kejam’ atau ‘hidup ini tidak adil’. Padahal, mungkin beberapa dari kita belum tahu, sesungguhnya kesuksesan dan kebahagiaan bukanlah hasil dari kerja keras yang kita lakukan. Semakin berat kerja tidak selalu menghasilkan upah yang lebih besar.

Orang bijak mengatakan bahwa ada saatnya kita harus menerima apapun yang ada dalam hidup ini sebagaimana adanya. Penerimaan, atau yang lebih sering kita kenal sebagai ikhlas, merupakan suatu bentuk kepasrahan terhadap apapun yang akan terjadi di masa depan. Penerimaan adalah bereskpektasi sederhana. William Shakespeare, seorang seniman terkenal asal Inggris, pernah berkata,”Expectation is the root of all heartache”. Dari hidupnya, ia menyimpulkan bahwa berharap banyak itu tidak baik. Sedangkan jika kita bandingkan dengan pola pikir yang ada di masyarakat, tentu tidak sesuai. Masyarakat kita bekerja keras demi mendapatkan sesuatu. Kita bekerja untuk sesuatu di masa depan yang bahkan belum pasti. Inilah yang membuat banyak orang sering merasa dikecewakan. Inilah yang Shakespeare maksud dengan heartache. Sakit hati. Munculnya PHP (Pemberi Harapan Palsu) pun sebenarnya akibat dari ini, ekspektasi tinggi kita terhadap seseorang setelah kita melakukan sesuatu untuknya.

Mungkin anda bertanya-tanya,’Lalu apakah kita tidak boleh optimis dalam hidup ini? Haruskah kita hanya pesimis dan pasrah?’ Jawabannya, tentu kita harus optimis, tetapi dengan cara yang tepat. Bagaimanakah cara yang tepat itu? Sebelum saya membocorkan caranya, saya akan menjelaskan dulu suatu beberapa konsep yang hubungannya erat dengan masalah ini. Konsep pertama bernama Godlike yang dipopulerkan oleh Ronald Frank. Menurut Ronald, seluruh dunia itu terhubung oleh atom-atom. Jarak hanyalah apa yang otak kita pikirkan. Dengan memikirkan sesuatu secara real, hal tersebut dapat mempengaruhi atom-atom yang ada di sekeliling kita. Atom-atom tersebut seakan ‘menarik’ hal yang kita inginkan, dan tinggal menunggu waktu saja, hal/barang tersebut akan kita dapatkan. Contohnya adalah ketika kita berharap uang akan datang, maka segala hal disekeliling kita akan bereaksi secara fisika untuk mendekatkan kita terhadap uang tersebut. Hal ini sesuai dengan konsep terkenal Edward Lorenz pada teori chaos, yaitu butterfly effect. Teori ini didasari oleh ide bahwa satu kepakan kecil seekor kupu-kupu bisa menyebabkan angin puting beliung di tempat lain. Intinya, berekspektasi sebenarnya sangat mempengaruhi apa yang akan kita dapatkan di masa depan.

Konsep kedua datang dari sebuah biksu Ajahn Brahm. Berikut adalah sebuah kisah yang diambil dari buku ‘Cacing dan Kotoran Kesayangannya’. Alkisah seorang pria sedang dikejar oleh seekor macan di dalam hutan. Saat macan itu semakin mendekat, ia melihat sebuah sumur kosong. Tanpa pikir panjang ia pun loncat ke dalam sumur tua itu. Sayangnya ia tidak tahu bahwa di dasar sumur itu terdapat ular hitam yang sangat besar. Lalu ia pun mencoba menghentikan laju jatuhnya dengan berpegangan pada juluran akar yang kebetulan menggantung di dalam sumur itu. Akhirnya pria itu pun terjebak dengan ular di bawah kakinya dan macan di atas kepalanya. Namun masalahnya bukan hanya itu. Suatu saat ia melihat dua ekor tikus, hitam dan putih, yang keluar dari lubang kecil di dinding sumur lalu menggerogoti akar pohon yang dipegangnya.

Saat sang macan menjulurkan cakarnya ke dalam sumur, tidak sengaja kaki belakangnya menggoyang sebuah pohon kecil dengan sarang lebah di salah satu dahannya. Madu pun mulai menetes ke dalam sumur. Melihat hal tersebut, pria itu mencoba meraih madu itu dengan lidahnya. Pada situasi yang hopeless tersebut, ia pun menjilat madu yang jatuh lalu masih sempat-sempatnya berkata,”Mmm... Enaknya!”.

Kisah di atas adalah suatu gambaran kehidupan, di mana kita kadang terjebak pada dua hal yang sangat buruk, dengan siang dan malam yang terus menggerogoti masa hidup kita. Kata Ajahn Brahm, dalam keadaan tidak tertolong seperti itu, kita masih bisa merasakan manisnya tetesan kehidupan jika kita mau. Alih-alih khawatir, kita bisa mencoba untuk pasrah dan menerima. Masa depan bukanlah hal yang pasti. Jika kita percaya, mungkin saja nasib masih bisa berubah. Pada kisah tadi, bisa saja macan yang hampir menerkam pria dalam sumur tadi tergelincir dan jatuh ke dalam sumur, menimpa si ular sampai mati, dan pria itu pun bisa selamat dengan keluar memanjat akar pohon yang belum habis digerogoti tikus. Terkadang kesuksesan itu sendiri seolah-olah datang karena kebetulan, bukan karena rencana dan usaha kita. Kalau kata nenek moyang kita,’Kalau sudah rejeki tidak akan lari ke mana’.

Tadi adalah beberapa konsep yang bisa menjadi referensi cara berpikir kita. Sebagai penutup, mari kita renungkan hal ini baik-baik. Kesuksesan maupun kebahagiaan bisa datang dengan cara yang tidak kita duga, dengan waktu yang tidak kita sangka. Alam semesta telah terkonsep sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan kita. Lebih jauh lagi, hidup kita sudah tertata rapi dan terhubung dengan segala hal yang ada di dunia ini. Pikiran maupun apa yang kita lakukan memang mempengaruhi nasib kita, tetapi tentu saja bukanlah yang penentu masa depan kita.

Setelah membaca ulasan di atas, saya rasa tanpa diberitahu anda telah paham bagaimana seharusnya kita menjalani hidup ini. Namun saya telah berjanji pada anda untuk membocorkan cara yang tepat untuk menggapai kesuksesan. Mungkin lebih tepatnya ini adalah jawaban untuk pertanyaan ‘Apa sih yang harus kita lakukan dalam hidup ini?’ Untuk menjawabnya, saya akan mengutip ayat dari Al-Qur’an tentang tawakkal, yaitu suatu kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah swt. untuk mendapat kemaslahatan serta mencegah bahaya, baik urusan dunia maupun akhirat.

“Dan barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan jadikan baginya jalan keluar dan memberi rezeki dari arah yang tiada ia sangka-sangka, dan barangsiapa bertwakkal kepada Allah, maka Dia itu cukup baginya” (Ath-Tholaq: 2—3).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun