Membayangkan diri saya sebagai seorang wali kota di sebuah kota besar di Indonesia, hal pertama yang muncul dalam benak saya adalah beban berat yang dipikul karena kota besar selalu menjadi magnet. Magnet untuk urbanisasi, magnet untuk perputaran ekonomi, magnet bagi peluang pendidikan, dan juga magnet bagi masalah-masalah kompleks yang selalu berulang. Kota besar bukan hanya sekadar pusat pemerintahan atau pusat bisnis, tetapi juga tempat di mana berbagai lapisan masyarakat bertemu: mulai dari kalangan elit hingga masyarakat miskin kota. Dengan segala kompleksitas itu, pertanyaan utamanya adalah: dalam 10 tahun pertama, masalah apa yang harus diprioritaskan agar kota bisa berkembang secara berkelanjutan?
Jika kita lihat kondisi nyata saat ini, ada lima tantangan utama yang sangat mendesak untuk diatasi: kemacetan dan transportasi, sampah dan lingkungan, perumahan kumuh, lapangan kerja, serta kualitas udara. Semua tantangan itu saling berhubungan dan tidak bisa diselesaikan dengan cara parsial. Namun, jika saya harus menyusun prioritas, transportasi dan kemacetan akan menjadi titik awal, karena pergerakan manusia dan barang adalah urat nadi kota. Tanpa mobilitas yang lancar, semua sektor lain akan terganggu. Setelah itu, masalah sampah dan lingkungan, lalu perumahan, lapangan kerja, dan terakhir kualitas udara sebagai bagian dari agenda jangka panjang.
1. Transportasi dan Kemacetan
Salah satu wajah nyata kota besar di Indonesia adalah kemacetan. Hampir semua kota besar, baik Jakarta, Surabaya, Bandung, hingga Medan, menghadapi masalah serupa. Data dari TomTom Traffic Index tahun 2023 menempatkan Jakarta sebagai salah satu kota termacet di dunia dengan rata-rata waktu tempuh 23 menit 20 detik untuk setiap 10 kilometer. Artinya, waktu produktif masyarakat banyak terbuang hanya untuk duduk di kendaraan tanpa bergerak. Bayangkan jika seorang pekerja rata-rata menghabiskan 2--3 jam per hari dalam perjalanan, berapa banyak energi, waktu, bahkan biaya bahan bakar yang terbuang.
Strategi yang akan saya jalankan adalah memperkuat transportasi publik. Transportasi publik di kota besar tidak cukup hanya tersedia, tapi harus murah, nyaman, tepat waktu, dan terintegrasi. Artinya, satu kartu atau aplikasi bisa digunakan untuk semua moda: bus, kereta, MRT, LRT, hingga angkot. Saya percaya, masyarakat baru mau beralih dari kendaraan pribadi jika transportasi publik benar-benar jadi pilihan yang rasional.
Selain itu, pembatasan kendaraan pribadi perlu dilakukan, terutama di pusat kota. Namun, pembatasan ini tidak bisa dilakukan sepihak. Masyarakat harus disediakan alternatif yang layak dulu. Jika hanya membatasi tanpa menyediakan solusi, kebijakan itu hanya akan menimbulkan protes. Inspirasi bisa diambil dari kota-kota dunia seperti Singapura yang berhasil menekan kepemilikan kendaraan pribadi dengan pajak tinggi, namun di sisi lain menyediakan MRT dan bus yang sangat andal.
2. Sampah dan Lingkungan
Tantangan berikutnya adalah sampah. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia menghasilkan sekitar 64 juta ton sampah per tahun, dan sebagian besar berasal dari perkotaan. Masalahnya, banyak kota besar hanya bergantung pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang kapasitasnya semakin terbatas. Sampah plastik bahkan menjadi ancaman baru karena sulit terurai dan sering berakhir di sungai serta laut.
Sebagai wali kota, saya akan mengubah paradigma pengelolaan sampah dari sekadar "buang dan angkut" menjadi "kelola dan manfaatkan". Bank sampah akan menjadi salah satu ujung tombak. Dengan bank sampah, warga bisa mendapatkan nilai ekonomi dari sampah yang mereka pilah. Selain itu, kota juga perlu mendorong hadirnya industri daur ulang skala besar maupun kecil, agar rantai ekonomi sirkular bisa berjalan.
Strategi lain adalah mengubah sampah menjadi energi. Beberapa kota di dunia sudah berhasil membangun pembangkit listrik tenaga sampah. Ini bukan hal mustahil jika pemerintah kota mau bekerja sama dengan sektor swasta. Namun, kunci utama tetap ada di edukasi masyarakat. Jika warga tidak terbiasa memilah sampah sejak rumah tangga, maka sistem sebesar apapun akan kewalahan.
3. Perumahan dan Kawasan Kumuh