Mohon tunggu...
Andhika Chandra Kias Chahyadi
Andhika Chandra Kias Chahyadi Mohon Tunggu... Pengajar - Relawan

Hi saya andhika, berikut adalah platform tentang pemikiran, ide, dan tulisan mengenai isu sosial dan terkini. Mari berkawan!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cita Ideal Masyarakat Pada Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi

30 Juni 2025   17:00 Diperbarui: 12 Juli 2025   14:41 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah riuhnya dinamika sosial di Indonesia saat ini, masyarakat tampak semakin terpecah oleh konflik, intoleransi, dan polarisasi.  Permusuhan seolah dijadikan hal yajg biasa, rasa empati kian menipis, dan semangat untuk berjuang bersama demi kebaikan perlahan memudar. Di tengah gempuran perkembangan modernisasi, memang membawakan dampak positif terhadap pekerjaan sehari-hari manusia tetapi juga membawa dampak negatif yang dapat menghambat manusia itu sendiri. Misalnya budaya instan, membuat banyak orang mudah menyerah ketika menghadapi tantangan. Kondisi seperti ini menjadi pertanyaan mendasar yaitu akan seperti apa masyarakat Indonesia diarahkan oleh modernisasi? Dalam kondisi ini, perlu untuk membayangkan kembali bentuk masyarakat ideal (utopia) yang inspiratif dan edukatif dapat kita temukan dalam Novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi. Disajikan latar kehidupan bercorak pesantren (pendidikan Islam) yang mengutamakan nilai multikultural, penuh semangat belajar, dan sarat nilai toleransi serta kerja keras. Novel ini menawarkan potret alternatif tentang masyarakat yang harmonis dan berdaya juang tinggi. Tulisan ini akan mengkaji kondisi sosial Indonesia saat ini dengan membandingkan dengan nilai-nilai utopis (kondisi ideal) yang terdapat dalam Novel Negeri 5 Menara serta merangkum pelajaran yang dapat diambil inspirasi untuk membangun masyarakat di masa mendatang yang lebih baik karena kalau bukan kita lantas siapa lagi yang akan meneruskan agenda kebaikan dalam realitas kehidupan.

Kita hidup di era modernisasi Abad ke-21. Indonesia menjadi sasaran empuk perkembangan modernisasi yang tidak terlepaskan dari dampak revolusi Industri. Modernisasi tentu membawa dampak positif seperti efisiensi aktivitas manusia dalam arti mempercepat suatu pekerjaan secara akurat dan tepat. Modernisasi di Indonesia di tandai dengan perubahan dalam skala besar terhadap berbagai aspek seperti pendidikan, teknologi, ekonomi, dan politik. Modernisasi diawali dengan mengadopsi teknologi mesin (mekanisasi) seperti contoh pertanian-pertanian di desa Jawa mulai mengalihkan tenaga kerbau menjadi mesin traktor serta muncul kawasan Industri.  Khusus di Pulau Jawa terjadi Perubahan sosial yang besar diantaranya urbanisasi, peningkatan mobilitas, sampai dengan terbentuk sistem sosial yang baru. Terkait urbanisasi dan peningkatan mobilitas, maka modernisasi menciptakan suatu wilayah mengalami percepatan kemajuan sementara wilayah lain tertinggal. Wilayah yang tertinggal tersebut, maka masyarakat akan berlomba-lomba mendatangi wilayah yang terjadi percepatan kemajuan. Kalau kita ambil contoh yaitu Interaksi antara kota dan desa. Urbanisasi adalah salah satu terjadi mobilitas besar-besaran penduduk desa mendatangi kota untuk mencari kelayakan kehidupan. Sementara terkait sistem sosial,  misalkan dalam ukuran masyarakat maka yang terjadi seperti pembagian peran dan tercipta kelas sosial, nilai dan norma baru, alienasi penduduk. Untuk ukuran individu yang terjadi seperti cenderung terjadi perubahan pola pikir dan perilaku, kebebasan tanpa batas, budaya konsumtif dan hedonisme, budaya instan dan sebagainya.

Menyoroti perkembangan urbanisasi yang begitu masif misalkan seperti di Jakarta, terbentuk heterogenitas penduduk karena mobilitas dari berbagai wilayah. Setiap penduduk tentunya memiliki latar belakang yang berbeda. Heterogenitas punya potensi konflik yang lebih besar daripada yang masyarakat homogen. Perbedaan latar belakang seperti suku/etnis, agama, ras, warna kulit, profesi, golongan maka memiliki nilai sosial yang diyakini berbeda. Di Indonesia yang memiliki perbedaan kepentingan, suku/etnis, ras, ataupun agama, konflik di masyarakat kerap diwarnai dengan alasan perbedaan tersebut. Konflik di Indonesia ditandai dengan polarisasi yang tajam. gesekan nilai/budaya, serta sikap intoleransi.

Di tengah keberagaman identitas yang semestinya menjadi kekuatan, Indonesia justru kerap dihadapkan berbagai bentuk konflik dan intoleransi. Dalam setiap momentum politik, misalnya dalam terjadi polarisasi politik begitu besar, terjadi perbedaan pilihan politik yang berkepanjangan. Didukung dengan teknologi dan sosial media maka pernyataan dukungan dan umpatan di ruang publik menyebabkan semakin memperparah konflik serta muncul istilah Buzzer. Tidak terkecuali di ruang publik menjadi lahan basah terjadi penyebaran berita palsu (hoaks), ujaran kebencian, dan propaganda identitas turut mempercepat penyebaran intoleransi. Akibatnya kohesi sosial sebagai fondasi persatuan bangsa menjadi rapuh dan tidak terjadi harmoni sosial. Rasa kepercayaan sesama warga menurun, ruang publik penuh kecurigaan, dan muncul ekslusivisme serta ego kelompok. Konflik dapat terjadi  karena gesekan antarsuku, diskriminasi terhadap warna kulit dan kelompok minoritas, dan perbedaan keyakinan beragama seperti pembatasan hak beribadah. Alih-alih lebih parah ialah konflik masih dalam satu agama, karena perbedaan pendapat atau manhaj maka terjadi pengusiran kajian yang tidak perlu sehingga tercipta  permusuhan. Apabila dibiarkan, maka akan menjauhkan Indonesia dari cita masyarakat ideal sebagaimana telah tercantum dalam Pancasila.

Realitas lain yaitu fenomena mentalitas serba instan dan rendahnya daya juang generasi muda, degradasi moral, dan kurangnya keteladan. Pada akhirnya, generasi muda terjebak dalam modernisasi dan kehilangan arah. Bagaimana tidak? Bisa kita saksikan yang terjadi adalah generasi muda terlibat mencontek saat UTBK 2025, tawuran, geng motor, mengedarkan narkoba, penipuan online, melawan orang tua.

Sehingga, pentingnya merefleksikan mencari masyarakat ideal (utopia) yang diperlukan saat ini. Novel Negeri 5 Menara karya Ahmad merupakan sebuah novel yang terinspirasi dari kisah nyata Fuadi mengisahkan tentang sosok Alif yang tidak pernah keluar dari ranah Minangkabau. Hingga ia pergi merantau menuju sebuah desa di pelosok Jawa Timur untuk menempuh pendidikan pesantren. Ia memiliki teman yang berbeda wilayah dan pulau dan terjalin persahabatan lintas budaya, sehingga menamakan kelompok tersebut sebagai Sahibul Menara, menara adalah lokasi tempat mereka berkumpul untuk membayangkan impian mereka masing-masing. Mereka adalah Said dari Surabaya, Raja dari Medan, Atang dari Bandung, Dulmajid dari Sumenep, dan Baso dari Gowa. Dalam novel ini, terdapat mantra Arab yang terus diulang dalam setiap pembelajaran di kelas. Mantra tersebut ialah "Man Jadda Wajada" artinya siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Sahibul Menara mencerminkan setiap karakter tokohnya adalah kerja keras, toleransi terhadap perbedaan, kekuatan mimpi, dan semangat persatuan dan tolong menolong. Mereka meyakini pendidikan sebagai kunci perubahan sosial. Potret tersebut adalah bagian dari pencarian terhadap masyarakat ideal (utopia ).

Apabila realitas masyarakat Indonesia hari ini ditandai oleh konflik, perpecahan, intoleransi, krisis nilai, rendahnya daya juang generasi muda, maka gambaran cerita dalam Novel Negeri 5 Menara sebagai perbandingan yang mencolok. Di Pondok Madani, latar belakang utama dalam novel, para santri yang datang dari berbagai wilayah dengan latar budaya dan bahasa yang berbeda, dari Sumatera, Jawa, Madura, Kalimantan, hingga Sulawesi. Tetapi, perbedaan tersebut tidak menjadi alasan sebagai sumber konflik. Alih-alih membentuk sekat identitas kedaerahan tetapi mereka menunjukkan keberagaman sebagai fondasi persahabatan yang saling menghargai.

Apa yang bisa kita pelajari dari Novel Negeri 5 Menara untuk membangun masyarakat yang lebih baik?

Ada pada diri kita sebagai bagian dari masyarakat. Melalui perbandingan realitas sosial Indonesia saat ini dengan nilai-nilai utopis dalam Novel Negeri 5 Menara, bahwa sebenarnya bangsa ini membutuhkan visi bersama yang kokoh dan nilai-nilai sosial yang mengakar. Semangat persatuan, toleransi, kerja keras, disiplin, dan impian besar bukan sekadar jargon, tetapi dapat dijadikan tindakan nyata dalam membangun masyarakat ideal yang lebih inklusif. Oleh karena itu, inspirasi dari Novel Negeri 5 Menara mengajarkan bahwa Perubahan besar berawal dari perubahan kecil setiap individu, mungkin kedengarannya sebuah utopia yang hendak dicari masih tampak jauh untuk diraih, tetapi masih bisa diusahakan. Maka perlu agar kita dapat menginternalisasi nilai-nilai dalam Novel Negeri 5 Menara dalam realitas kehidupan. Dengan menanamkan keyakinan bahwa siapa yang bersunguh-sungguh, pasti akan berhasil Man Jadda Wa Jada" saatnya kita lakukan mantra itu dalam kehidupan kita.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun