Mohon tunggu...
Anastasia Arvirianty
Anastasia Arvirianty Mohon Tunggu... -

esfp jurnalis. kaum penglaju Jakarta. anak kemarin sore.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sebuah Refleksi tentang "Bebas"

6 September 2016   13:56 Diperbarui: 6 September 2016   18:10 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Katanya jadi laki-laki itu jangan pernah takut gagal, tapi juga jangan bodoh untuk ambil resiko. Mendingan kerja dulu cari pengalaman.

Katanya zaman sekarang pilihan itu ga ada batasnya, selama mengikuti pilihan yang ada.

Think Again!



Dari iklan itu, saya bisa menyimpulkan, bahwa yang namanya bebas mutlak itu tidak ada, atau mungkin belum ada. Manusia memang diberi hak bebas, namun selama masih ada norma, aturan, hukum, adat istiadat, atau kondisi-kondisi lainnya yang bersifat membatasi, selama itu pula bebas mutlak itu akan sulit dicapai. Manusia memang bebas, tetapi bebas terbatas. Ironisnya, manusia sendirilah yang membuat batasan itu, baik yang sifatnya membangun maupun yang sifatnya destruktif.

Contohnya?


Untuk batasan membangun, bisa kita ambil contoh Undang-Undang (UU) yang dibuat untuk mengatur suatu negara. Tanpa adanya UU, suatu negara bisa chaos nantinya. Tetapi, untuk batasan destruktif, ambillah contoh SARA. Kita dibebaskan berteman, bergaul dengan siapa saja, tetapi tidak jarang diselipkan "asalkan jangan sama yang sukunya ini, asalkan jangan sama yang agamanya itu".

Ujungnya? Masih sering kita jumpai ada suatu agama yang menyerang agama lain, atau suatu suku yang menyerang suku lain. Tidak jarang pula, ada orang tua yang melarang anaknya bergaul dengan suku ini, atau orang tua yang mengharuskan anaknya menikah dengan yang sesuku saja, dan tindakan rasisme lainnya yang membuat Bhinneka Tunggal Ika dipertanyakan, ajaran agama dinomorduakan, dan relasi menjadi tidak baik. Sehingga, kembali lagi, mungkinkah yang namanya bebas mutlak itu utopis?

Saya juga pernah dengar, seseorang melontarkan kalimat, "Jika ingin bebas mutlak, sana hidup di hutan saja!"

Kalimat itu pun rasanya perlu dikoreksi, sebab, bahkan di hutan pun ada batasan yang namanya Hukum Rimba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun