Mohon tunggu...
Levianti
Levianti Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog, Dosen Psikologi Universitas Esa Unggul

Suka diam sejenak, refleksi, menulis, dan ngoepi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Percaya Ngga, Asertif Bisa Lapangkan Jiwa Kita?

30 Maret 2024   20:09 Diperbarui: 30 Maret 2024   20:10 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Asertif (Sumber: 8de56f3bb8e5c314791945174565738e)

Minggu lalu, saya berbincang dengan seorang mahasiswi dari kelas paralel. Selain mengikuti kuliah, ia juga sambil bekerja. Mahasiswi ini bercerita mengenai dua permasalahan yang sedang mengganggunya.

Masalah pertama adalah perihal kesulitan ia untuk bertanya kepada dosennya saat ia tidak mengerti. Sementara masalah kedua terjadinya di kantor, yaitu kesulitan ia untuk menjelaskan sudut pandangnya yang berbeda kepada atasan.

Meskipun berbeda tempat kejadian dan lawan interaksi, namun kedua masalah yang dihadapi memiliki satu benang merah. Maka saya pun bertanya kepadanya, apakah dia pernah merasakan kesulitan serupa di masa kecilnya. Ternyata ada! Ia mengungkapkan bahwa perasaan tidak-nyamannya saat ini serupa dengan perasaan tidak enaknya ketika sang ibu menyalahkannya, tanpa mau mendengarkan sedikit pun penjelasan darinya.      

Pengalaman tidak didengarkan oleh figur otoritas, perasaan takut salah berbicara, dan hambatan untuk berterus terang tersebut di atas, bisa diselesaikan dengan cara bagaimanakah?

Saya jadi teringat dengan tema mengenai gaya komunikasi asertif. Anak Agung Ayu Mirah Krisnawati (2022) mengulas tentang gaya komunikasi asertif di laman https://binus.ac.id/malang/communication/2022/06/21/4-jenis-gaya-komunikasi/ sebagai berikut:

"Gaya komunikasi asertif dianggap sebagai bentuk komunikasi yang paling efektif. Gaya komunikasi ini menampilkan hubungan komunikasi yang terbuka tanpa bersikap sombong. Komunikator asertif dapat mengekspresikan kebutuhan, keinginan, ide, dan perasaan mereka, sekaligus mempertimbangkan kebutuhan orang lain. Komunikator asertif bertujuan agar kedua belah pihak menang dalam suatu situasi. Menyeimbangkan hak seseorang dengan hak lainnya. Salah satu ciri komunikator asertif adalah pada penggunaan pernyataan 'Saya', seperti 'Saya merasa frustasi ketika Anda terlambat', atau 'Saya tidak suka harus menjelaskan hal ini secara berulang-ulang'. Ini menunjukkan kepemilikan perasaan dan perilaku tanpa menyalahkan orang lain."

Baca juga: Percaya

Bila ditelusuri, pernyataan asertif dalam ulasan A.A.A. Mirah K. mengandung komponen (1)perasaan saya, (2)perilaku orang lain yang mempengaruhi perasaan saya, dan (3)akibat yang harus saya tanggung oleh karena perilaku orang lain itu. Psikolog senior, Aat Indrawati Ridwan (2022), mengidentifikasi komponen keempat yang juga perlu ada di dalam pernyataan asertif, yaitu (4)perilaku orang lain yang saya harapkan.

Keempat komponen dari pernyataan asertif tersebut dapat membantu kita dalam memahami permasalahan dengan orang lain secara lebih jelas. Contohnya seperti dua pernyataan di bawah ini.

Baca juga: Mata Jiwa

Contoh 1 pernyataan asertif : 

"Saya merasa susah bertanya, karena dosen itu sudah terlalu baik dalam menjelaskan hanya saja sayanya yang tidak mampu mengerti, sehingga saya menjadi minder. Saya berharap, saya bisa berani bertanya saat dibuka kesempatan untuk itu sebelum perkuliahan berakhir."

Contoh 2 pernyataan asertif: 

"Saya merasa kesal, karena Bapak tidak mau mendengarkan dulu penjelasan saya, sehingga saya harus menanggung akibat kesalahan dari orang lain. Saya berharap, Bapak bisa bersikap adil dengan mendengarkan dulu penjelasan dari kedua belah pihak."

Bila Pembaca menerima pernyataan asertif tersebut di atas, apakah Pembaca turut dapat berempati dengan permasalahan yang dihadapi individu, tanpa merasa disudutkan oleh yang bersangkutan?

Meskipun bermanfaat, akan tetapi, bagaimana bila perasaan terhambat di dalam diri ini begitu kuat, sehingga kemungkinan besar kita tidak mampu berbicara dengan terus terang kepada orang lain?

Saya pribadi termasuk tipe yang demikian. Solusi yang saya terapkan adalah dengan menuliskan pernyataan asertif yang perlu saya sampaikan.

Menuliskan apa sebetulnya yang saya rasakan langsung berdampak melapangkan sebagian besar kegundahan yang melanda. Perasaan yang semula ruwet dan tidak menentu jadi seperti tertembak jitu tepat di titik pusat sasaran, sehingga pusaran emosi negatif pun menjadi berhenti.

Menuliskan perilaku yang mengganggu, berikut beban berat yang muncul sebagai konsekuensinya, serta perilaku solutif yang bisa mengatasi itu semua, akan menetralisir negativitas dan menciptakan optimisme. Kita menjadi siap dengan solusi untuk menghadapi masalah di depan mata.

Tulisan pernyataan asertif ini kemudian bisa kita baca dan serahkan di dalam doa. Seiring waktu, masalah dengan orang lain pun selesai melalui sikap kita yang legawa selama berinteraksi dengannya, meskipun naskah asertif tidak pernah kita ucapkan kepada yang bersangkutan.

Apakah Pembaca juga pernah mengalami kejadian yang serupa?***    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun