Mohon tunggu...
Levianti
Levianti Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog, Dosen Psikologi Universitas Esa Unggul

Suka diam sejenak, refleksi, menulis, dan ngoepi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kamu Sungguhan Peduli? Mengalahlah!

1 Agustus 2023   19:46 Diperbarui: 1 Agustus 2023   20:03 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah Anda pernah mendengar, merasa, menduga, atau bahkan sungguhan mengalami peran sebagai public enemy di dalam pertemanan? Istilah musuh publik di dalam perkawanan biasanya diberikan kepada seseorang yang tidak disukai oleh kebanyakan rekan sebaya di dalam kelompoknya. Tiga contoh nyata berikut ini akan memperjelas gambaran sosok yang dimaksud.

Kisah 1. X adalah seorang pelajar kelas 6 SD. Ia rajin belajar dan patuh kepada gurunya. Di kelas, ia berprestasi dan dipercaya oleh guru. Teman-teman menjulukinya sebagai anak emas guru. Entah bagaimana awal ceritanya, tau-tau X mendapati dirinya dimusuhi oleh hampir seluruh teman sekelas.

Saat X mendekat, mereka menjauh, dan berbisik-bisik sambil memandanginya. Sedikit-sedikit ia mendengar, mereka takut ia mengadukan teman kepada guru. X sangat sedih. Sebenarnya, ia tidak pernah dengan sengaja mengadukan seseorang. Hanya saja, ia juga tidak bisa berbohong, dan selalu berkata terus terang bila guru bertanya mengenai perilaku teman-teman di kelas kepadanya. Terjebak dalam situasi itu, X hanya bisa diam. Untunglah, masih ada 1-2 teman baik yang setia mendampinginya. Bila tidak, sungguh berat rasanya bagi X untuk memaksakan dirinya masuk sekolah setiap hari.

Baca juga: Sahabat

Kisah 2. Y adalah seorang mahasiswa baru yang gemar belajar. Pada semester satu, nilainya A di hampir semua mata kuliah. Oleh karena itulah, pada semester berikutnya, teman-teman suka menggodanya. Y menjadi risih manakala ia hendak bertanya kepada dosen, ataupun sekedar membaca ulang catatannya di waktu jeda antar kelas. Agar tidak terlalu jauh berbeda dengan teman-teman, Y akhirnya memilih untuk tidak belajar. Indeks prestasi semesternya kemudian turun dari 3.80 menjadi 3,20 (skala penilaian 0.00-4,00).

Kisah 3. Z adalah seorang pekerja keras. Ia kerap menunda waktu makan siangnya demi mentuntaskan dulu aktivitasnya. Demikian juga saat sore. Ia kerap mundur dari jam pulang karena mentuntaskan dulu yang sedang dikerjakannya, ataupun menyiapkan terlebih dahulu aktivitas awalnya di esok hari. Atasan senang kepada Z karena hasil kerjanya tuntas sebelum tenggat. Beberapa rekan kerja diam-diam mengata-ngatai Z sebagai mesin atau kuda. Lama kelamaan, Z merasa tidak betah. Berbicara asertif, ia tidak bisa. Bertahan dalam diam, terlalu menyiksa. Akhirnya Z memutuskan untuk mengundurkan diri dan pindah kerja.

Ketiga cerita di atas menunjukkan bahwa sosok yang dimusuhi oleh kebanyakan rekan di dalam kelompoknya adalah pribadi yang menonjol dalam penyelesaian tugas mandiri. Namun hal itu tidak diimbangi dengan kepedulian yang besar untuk membantu rekan-rekannya, agar mereka semua dapat menonjol juga seperti dirinya.

XYZ memang tidak merugikan kelompoknya, namun mereka juga tidak memberikan banyak manfaat. Tanpa sadar, XYZ bertindak menciptakan manfaat terutama hanya untuk diri sendiri. Padahal di dalam perkawanan, tinggi rendahnya nilai seseorang bergantung pada seberapa banyak manfaat yang disumbangkannya bagi orang lain.

Baca juga: Kepentingan

Yang memprihatinkan adalah sikap batin XYZ yang menempatkan diri sebagai korban dari perkawanan. Alih-alih peduli dan memberi manfaat, mereka masih membutuhkan perhatian dan dukungan dari lingkungan.

Bila diteliti lebih cermat, baik XYZ maupun kelompok rekan sebaya sesungguhnya sama-sama berharap dirinya dipedulikan terlebih dahulu oleh orang lain. Ketika itu tidak terjadi, masing-masing menyalahkan orang lain sebagai pihak yang salah.

Permusuhan semacam ini, mau terus berlangsung sampai kapankah???

Mengalah Terlebih Dahulu Menciptakan Kemenangan Bersama

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun