Bandung, 13 April 2025 - Sebuah skandal besar mengguncang industri Bahan Bakar Minyak (BBM) nasional. Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut tuntas dugaan praktik pengoplosan BBM jenis Pertamax yang disinyalir telah merugikan negara hingga mencapai angka fantastis, hampir Rp 1 kuadriliun.
Kabar ini sontak membuat masyarakat, khususnya para pengguna kendaraan berbahan bakar Pertamax, menjadi resah dan geram. Bagaimana tidak, bahan bakar yang selama ini dipercaya memiliki kualitas tinggi dan harga yang sesuai, ternyata diduga kuat telah dicampur dengan bahan bakar lain yang lebih rendah kualitasnya. "Ini jelas merugikan konsumen. Kita bayar mahal untuk Pertamax, tapi ternyata yang kita dapatkan kualitasnya di bawah standar," ujar Andri, seorang pengguna mobil dibandung, saat dimintai komentarnya. Kekecewaan serupa juga ramai digaungkan di media sosial, di mana banyak warganet yang menyuarakan ketidakpercayaan mereka terhadap PT Pertamina (Persero) sebagai penyedia utama BBM di Indonesia.
Kerugian Negara Fantastis
Nilai kerugian negara yang mencapai hampir Rp 1 kuadriliun tentu bukan angka yang main-main. Untuk memberikan gambaran, satu kuadriliun setara dengan seribu triliun rupiah. Angka ini mencerminkan dugaan praktik pengoplosan yang telah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama.
Menurut informasi yang dihimpun, modus pengoplosan diduga dilakukan dengan mencampurkan Pertamax dengan bahan bakar lain yang memiliki Research Octane Number (RON) lebih rendah, seperti Pertalite. Hal ini tentu berdampak signifikan pada kualitas bahan bakar yang diterima konsumen, sekaligus merugikan keuangan negara akibat selisih harga dan potensi pajak yang hilang.
Dirut Pertamina Siap Bertanggung Jawab
Menanggapi ramainya pemberitaan dan desakan dari berbagai pihak, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), menyatakan kesiapannya untuk menjalani proses hukum jika terbukti adanya pelanggaran dalam tata kelola perusahaan terkait kasus ini.
"Kami berkomitmen untuk transparan dan akuntabel. Jika memang ada kesalahan, kami siap bertanggung jawab dan akan berbenah untuk menciptakan sistem yang lebih baik," tegas dalam sebuah konferensi pers beberapa waktu lalu. Pihaknya juga menegaskan akan bekerja sama penuh dengan pihak Kejagung dalam proses penyelidikan.
BPKN Minta Pertamina Berikan Kompensasi
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) turut angkat bicara terkait kasus ini. BPKN mendesak Pertamina untuk memberikan kompensasi yang setimpal kepada konsumen yang dirugikan akibat dugaan pengoplosan Pertamax. "Konsumen memiliki hak untuk mendapatkan barang dan/atau jasa yang sesuai dengan standar kualitas, manfaat, kegunaan, dan keamanan yang dijanjikan," ujar Komisioner BPKN. Pihaknya juga menegaskan bahwa konsumen berhak menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita akibat praktik curang tersebut.
Ancaman Boikot dan Gugatan Hukum
Gelombang kekecewaan konsumen terus berlanjut. Beberapa kelompok masyarakat bahkan menyerukan aksi boikot terhadap pembelian BBM di SPBU Pertamina sebagai bentuk protes. Selain itu, ancaman untuk mengajukan gugatan hukum secara kolektif (class action) juga mulai menguat.
"Kami merasa dibohongi. Jika terbukti ada pengoplosan, kami tidak akan tinggal diam. Langkah hukum akan kami pertimbangkan," tegas salah satu perwakilan konsumen yang enggan disebutkan namanya.
Kejagung Terus Mendalami Kasus
Sementara itu, Kejagung terus melakukan pendalaman dan pengumpulan bukti terkait kasus dugaan Pertamax oplosan ini. Beberapa pihak terkait telah dimintai keterangan, dan tidak menutup kemungkinan akan ada penetapan tersangka dalam waktu dekat.
Masyarakat menanti dengan harapan agar kasus ini dapat segera terungkap secara terang benderang, dan para pelaku yang bertanggung jawab dapat dihukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Kasus ini menjadi catatan kelam bagi dunia perminyakan nasional dan menuntut adanya perbaikan tata kelola yang lebih ketat agar kejadian serupa tidak terulang kembali
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI