Mohon tunggu...
Anang Syaifulloh
Anang Syaifulloh Mohon Tunggu... Freelancer - Akun Pribadi

Pengagum Bapak Soekarno, namun untuk masalah wanita belum seahli beliau

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Setelah Pilpres, Khutbah Jumat Akan Membosankan

29 April 2019   12:30 Diperbarui: 29 April 2019   12:31 1153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak yang bilang pilpres kali ini sampai masuk ke semua lini kehidupan masyarakat. Sampai-sampai di khotbah jumat pun khotib mengungkapkan pilihan politiknya. Di medsos khususnya twitter banyak sekali yang menceritakan pengalamannya mendengarkan khutbah Jumat yang keras dan provokatif sambil menjelekkan pemerintah. Setelah pilpres selesai rasanya khutbah akan kembali normatif dan membuat mengantuk.

Ajakan untuk memilih pemimpin yang seiman mencapai puncaknya ketika Pilkada 2017 lalu. Khutbah jumat akhirnya dipenuhi dengan anjuran tidak memilih pemimpin yang non muslim. Anjuran yang normal. Tetapi tidak pada tempat dan waktu yang tepat. Anjuran ini tidak lagi mengarah ke ajakan memilih calon pemimpin muslim saja, tetapi mengarah juga ke rasa tidak suka dan bahkan kebencian pada calon pemimpin yang non muslim.

Tren Khotbah yang seperti ini akhirnya berkembang menjadi strategi politik. Sebuah cara yang gampang dalam mengarahkan pilihan. Khotbah menjadi kampanye. Khotbah yang harusnya mengajak ke arah ketaqwaan dan iman kepada Allah, malah menjadi ajang untuk mengarahkan pilihan kepada calon pemimpin.

Maksudnya pemilihan pemimpin adalah fana. Calon Gubernur misalnya ia didukung oleh partai koalisi yang berada di belakangnya. Pada satu tempat sebuah partai bisa menggunakan ayat tentang memilih pemimpin yang seiman untuk bahan kampanye. Itu berlaku jika daerah tersebut menganut agama mayoritas. Ketika partai politik tersebut berada di daerah lain dan kebetulan mendukung calon gubernur yang tidak memeluk agama mayoritas maka tidak mungkin mereka menggunakan ayat tersebut. 

Al Maidah 51 yang menjelaskan kata aulia hanya diartikan satu kata yaitu pemimpin. Padahal menurut Haidar Bagir, kata aulia mempunyai puluhan makna. Kebetulan di quran versi terjemah depag menuliskan sebagai pemimpin. Oleh sebab itu Haidar Bagir melarang bila hanya membaca Quran terjemahan saja.

Khutbah dengan tema kampanye politik ini tidak melulu mengandung unsur negatif. Ada beberapa hal yang membuat khotbah seperti ini lebih merarik bagi jamaah. Khotbah yang seperti dilakukan kebanyakan khatib adalah khotbah yang membosankan. Dapat dilihat dari banyaknya jamaah yang lebih memilih tidur atau tertidur mendengar khotbah. Mereka merasa bosan dengan tema ataupun durasi yang terlalu lama.

Bandingkan dengan khotbah yang mengandung unsur politik. Jamaah akan lebih tertarik. Mereka akan merasakan khotbah seperti ini relevan dengan keadaan yang sedang dirasakan. Seperti ada ikatan antara materi khotbah dengan jamaah. Sehingga mereka akan mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan memilih untuk terjaga daripada tidur.

Selain itu khutbah akan disampaikan dengan suara lantang yang memekikan telinga seaakan-akan ini adalah jihad masyarakat dalam membangun bangsa. Tema yang menguras emosi seperti ini akan mudah menarik perhatian jamaah. Apalagi ini menyangkut pemimpin yang dianggap yang diridhoi Allah dan tidak. Khotbah biasa rasanya tidak menyentuh aspek ini.

Khotbah biasa rasanya banyak yang berpatokan pada buku panduan khotbah yang dapat dibeli di toko buku agama. Mungkin saja buku tersebut dikeluarkan 5 sampai 10 tahun yang lalu sehingga materinya terkesan lama. Kecuali untuk khotbah tentang tauhid, fiqh dan sejarah. Tetapi bukankah khatib dituntut untuk kreatif menyiapkan materi sendiri yang sekiranya relevan dengan keadaan sekarang?

Inti dari dakwah adalah mengajak ke arah yang diridhoi. Khatib bisa mengikuti strategi menarik simpati jamaah dari cara penyebaran khutbah politik di atas. Bukan berarti harus ikut-ikutan menyebar kebencian kepada orang lain, tetapi mengikuti cara mereka dalam menarik simpati dan perhatian jamaah. Sentuh sisi emosional dan beri tema yang relevan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun