Mohon tunggu...
Anandre Forastero
Anandre Forastero Mohon Tunggu... Psikolog - Penulis rasa dan pikiran

Psikolog

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Analogi Kehidupan New Normal: Wortel, Telur atau Kopi?

10 Juni 2020   08:00 Diperbarui: 10 Juni 2020   09:37 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Wortel, Telur dan Kopi (https://citiuz.com/wortel-telur-dan-kopi/ )

Saat ini, banyak diantara kita yang bersiap menuju 'tatanan baru' kehidupan yang mungkin tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Coba pikirkan, bukan dengan perang antar negara, tapi sebuah 'benda asing' berukuran mikro yang justru berperan besar merubah tatanan global. Dunia saat ini berduka, istilahnya.  

Berita tentang perubahan gaya hidup baru dan aturan-aturan khususnya terkait protokol kesehatan sudah menjadi makanan sehari-hari bagi kita. Perlu diingat, paham akan pengetahuan itu penting, tapi apa yang akan kita lakukan terhadap pengetahuan itu jauh lebih penting. Masih ada kok yang setiap hari rajin baca berita tentang "Persiapan New Normal!", rajin share info ke grup whatsapp tentang khasiat obat-obatan herbal untuk meningkatkan daya tahan tubuh, tapi nyatanya tidak melakukan protokol kesehatan sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, ada yang tidak terlalu paham tentang protokol kesehatan, tapi mungkin dengan kesadaran diri yang lebih baik mereka memutuskan patuh dan melakukan protokol kesehatan dengan baik. 

Timbul pertanyaan dariku, "kita itu tipe orang yang kayak gimana sih di era transisi new normal ini?"

Sebuah analogi sederhana ini mungkin bisa jadi pembelajaran menarik bagi kita. Sesuai dengan judul artikel diatas, kita ini wortel, telur atau kopi? pada ilustrasi ini situasi pandemi yang kita alami di-analogikan sebagai air rebus yang mendidih. Berikut adalah penjelasannya,

  • Pertama, Wortel. Ketika kita memasukkan wortel ke dalam air yang mendidih, wortel yang semula memiliki tekstur keras apabila dimasak dengan waktu yang cukup lama akan berubah menjadi lembek. Analogi ini menggambarkan individu-individu yang semula tergolong keras kepala, tidak mengindahkan protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah, lama-lama 'melunak'. Penyebabnya bisa beragam, mulai dari meningkatnya kesadaran diri seiring berjalannya waktu hingga (bisa jadi tapi amit-amit ya) tertular Covid-19 itu sendiri. Sangat disayangkan, beberapa orang baru berubah setelah merasakan sendiri dampak negatif di dalam hidupnya. 
  • Selanjutnya, Telur. Kebalikan dari wortel, telur yang direbus dengan air mendidih akan berubah menjadi keras apabila sudah matang. Situasi ini juga mirip dengan individu-individu yang semula patuh terhadap protokol kesehatan selama pandemi, berubah menjadi bodo amat. Argumen yang sering kudengar adalah "udah 3 bulan lebih, aman-aman aja kok buktinya". Dan akhirnya mereka tidak terlalu mengikuti protokol kesehatan lagi dan cenderung meremehkan dampak Covid-19 itu sendiri. Ya, seringkali kelengahan menjadi musuh utama bagi diri kita sendiri. Mungkin ini juga yang bisa menggambarkan penyebab beberapa kota atau negara yang sudah dinyatakan aman dari Covid-19, tapi tidak lama kemudian berubah status jadi zona berbahaya lagi. Sedikit banyak masyarakat mereka lengah dan konsekuensinya harus berurusan dengan Covid-19 jilid ke-dua.
  • Terakhir, Kopi. Setelah membaca dua analogi sebelumnya, apakah sudah bisa menebak kira-kira analogi kopi seperti apa? Yang menarik adalah kalau sebelumnya yang menjadi fokus perubahan adalah si objek (telur dan wortel), tapi kali ini justru si air yang berubah. Yap! Kopi itu larut di dalam air dan mengubah warna dan rasa dari air tersebut. Di masa perjuangan menghadapi Covid-19 ini, Aku percaya bahwa kita bisa menjadi individu yang tidak hanya sekedar siap menghadapi perubahan tapi juga membawa perubahan untuk sekeliling kita. Bagaimana caranya? bisa dimulai dengan merubah mindset yang semula fokus pada diri sendiri, berubah menjadi mulai memikirkan orang lain dan membantu sesama kita yang terkena dampak Covid-19, hingga sesederhana menyebarkan optimisme kepada orang lain bahwa kita pasti bisa melalui situasi ini. Dalam pembahasan psikologi, aku percaya bahwa kebahagiaan akan tumbuh kalau kita fokus pada apa yang bisa kita kontrol, daripada fokus pada hal-hal di luar kontrol kita yang membawa kecemasan, kekhawatiran dan ketakutan.

Tanya kepada diri kita sendiri, selama ini aku tipe yang mana? apakah aku sudah jadi individu yang menjadi berkat bagi orang lain di masa pandemi ini, atau sebaliknya?

Ubah mindset kita, maka perilaku kita pun akan mengikuti. When things change inside you, things change around you.

Jangan lupa bahagia dan bersyukur.

Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun