Tinjauan Kritis Penyelenggaraan Jaminan Sosial Pemerintah: Studi Kasus BPJS Ketenagakerjaan
BPJS Ketenagakerjaan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan) adalah perwujudan mandat negara untuk memberikan perlindungan dasar bagi seluruh pekerja di Indonesia. Meskipun telah mencatatkan kemajuan signifikan, penyelenggaraannya tidak luput dari tantangan dan kritik yang perlu diatasi untuk mencapai cita-cita kesejahteraan sosial yang menyeluruh. Tinjauan kritis ini akan membedah tiga aspek utama: Inklusivitas, Kualitas Layanan, dan Keberlanjutan Finansial.
I. Tantangan Inklusivitas dan Pemerataan Cakupan
Tantangan terbesar BPJS Ketenagakerjaan adalah memperluas cakupan hingga ke seluruh segmen pekerja, terutama sektor informal.
A. Rendahnya Partisipasi Pekerja Informal
Akses dan partisipasi Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU), seperti petani, nelayan, dan pedagang kecil, masih rendah. Terdapat kendala struktural dan sosialisasi:
- iuran yang Tidak Fleksibel: Skema iuran dirasa memberatkan atau tidak sesuai dengan pola penghasilan harian/musiman pekerja BPU.
- Kurangnya Kesadaran: Sosialisasi manfaat yang belum masif, sehingga pekerja informal belum menyadari pentingnya perlindungan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM).
B. Kepatuhan Perusahaan (Penerima Upah)
Dalam sektor formal, kritik sering diarahkan pada praktik under-reporting (pelaporan upah di bawah nominal sebenarnya) oleh perusahaan. Praktik ini bertujuan untuk menekan biaya iuran, namun secara langsung merugikan pekerja karena basis perhitungan santunan dan manfaat jaminan menjadi lebih kecil. Kepatuhan perusahaan dalam mendaftarkan seluruh pekerja juga masih menjadi isu.
II. Kritik pada Kualitas Layanan dan Birokrasi