Mohon tunggu...
Misbahul Anam
Misbahul Anam Mohon Tunggu... Guru - Guru swasta dan terus belajar

Change Your Word, Change Your World

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Etika yang Kian Tergerus

31 Januari 2024   22:35 Diperbarui: 1 Februari 2024   11:31 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tulisan ini didedikasikan untuk memantik pendidik dan peserta didik untuk lebih bersemangat menghadapi era global dan canggih yang kian mengikis tradisi, budaya, adab, dan akhlak anak didik kita.

Berbeda dengan sekolah di zaman dulu sekitar tahun 1970 sampai dengan tahun 1980-an, dengan fasilitas serba terbatas dan sangat tradisional, peserta didik dapat melalui dengan enjoy. Sekolah dengan lantai tanah dan dinding gedek (anyaman bambu tebal) dan tanpa alas kaki (sandal atau sepatu) saat bersekolah, dapat dilewati dengan penuh ceria.

Berangkat dan pulang sekolah jalan kaki dan tanpa dijemput orang tua sudah menjadi kebiasaan harian. Bahkan pada zaman itu, murid/peserta didik berasal dari jarak yang tidak dekat antara rumah dan sekolah. Bisa jadi sampai lima kilo meter jauhnya rumah mereka dari sekolah. Keadaan ini tidak menyurutkan semangat mereka untuk belajar tekun.

Peralatan belajar juga sangat simpel, sabak (media tulis dengan menggunakan lempengan benda keras semacam batu) dengan alat tulisnya juga dari bahan yang semacam berbentuk paku untuk menulis di sabak. Selesai menulis, dibaca, dipelajari bersama guru, lalu dihapus untuk digunakan mencatat materi pelajaran lainnya.

Berangkat dari serba minimnya fasilitas yang ada di sekolah, tercipta lulusan (outcome) yang tidak mengecewakan. Generasi seangkatan pada zaman itu, yang belajar pada masa tersebut di atas, rata-rata tidak kalah jauh dengan generasi masa sekarang. Dari sisi fasilitas akademis tentu tidak bisa diperbandingkan dengan zaman sekarang, akan tetapi satu hal yang mempunyai kelebihan adalah pada etika.

Etika di sini bisa dipersepsikan sebagai; perilaku sopan santun, unggah ungguh, menghargai. Para siswa pada masalalu (yang sekarang menjadi orang tua), berhasil menerjemahkan didikan guru yang utama dibidang tindakan/perilaku, dengan akhlak yang mulia, beretika saat bertemu dan berinteraksi dengan orang tua, guru, dan sesama.

Lain dulu lain sekarang

Di era globalisasi, teknologi berkembang pesat yang sulit dihindari. Kemajuan teknologi yang tidak diimbangi dengan kecerdasan dalam menggunakan teknologi yang semakin canggih akan berdampak buruk bagi peradaban, terutama di bidang pendidikan. 

Rendahnya literasi anak-anak dan kecenderungan memanfaatkan teknologi hanya sebagai bahan kesenangan bermain game online, menimbulkan kegagalan anak meraih prestasi di sekolah. 

Terlebih kegagalan dalam memetik ajaran etik, perilaku, akhlak mulia yang diterima dari guru. Keterbiasaan dalam kesenangan main game lewat gadget, menjadikan anak mengaplikasikan perilaku keseharian mereka sebagaimana yang mereka tonton di layar hape.

Perilaku negatif lain misalnya, anak menjadi individualis. Sifat individualis ini lambat laun akan muncul karena kebiasaan memainkan hape menjadi lebih menikmati keberadaanya sendiri. Mereka menjadi acuh tak acuh dan lemah dalam berempati dan simpati terhadap keadaan sekelilingnya karena sibuk menghadapi layar hapenya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun