Perihal tanah adat yang mendapat musibah bencana alam (banjir dan tanah longsor) pada hari Rabu, 4 maret 2020, yang merendam beberapa desa juga menghanyutkan hunian warga dan ada beberapa orang yang menjadi korban atas bencana tersebut. Ada yang perlu dicatat dari bencana yang menimpa warga tersebut, adalah sebuah apresiasi terhadap sikap dari pada masyarakat ini yang lebih mengedepankan rutinitas.
Meski tertimpa bencana alam yang dahsyat, tak mematahkan semangat dari pada warga tersebut. Sebab, bagi mereka rutinitas tetaplah rutinitas yang tak pernah redup ataupun padam dari hati mereka.
Karena yang dipikirkan adalah, Jika mereka patah semangat dalam menjalani rutinitas ini nantinya mau jadi apa anak-anak mereka yang hari ini sedang menempuh pendidikan.
Pada dasarnya, anak-anak mereka adalah penerus perjuangan bangsa. Dan harapan mereka kelak anak-anak itu membangun negeri yang sedang lululantah ini. Jika realita terlaksana sesuai ekspetasi mereka, maka akan terbentuklah negeri yang aman dan tentram sebab telah dibangun kembali oleh anak-anak harapan bangsa tadi (semoga saja).
Dibarengi dengan doa, antusias dari warga luar darah yang sampai hari ini tak henti dalam menggalang dana untuk warga yang sedang tertimpa musibah bencana alam.Â
Dengan semboyan "Torang Samua Basudara" inilah yang menjadi salah satu bentuk kepedulian warga dari daerah lain untuk membantu saudara-saudara mereka yang sedang tertimpa musibah. Juga seperti kata bapak Samratulangi bahwa, "Manusia hidup untuk memanusiakan manusia yang lain".
Untuk itu bagi mereka, musibah ini adalah ujian dari sang penguasa alam agar bisa menengok kebelakang terhadap perbuatan-perbuatan mereka yang sebelumnya.