Mohon tunggu...
A.A Ketut Jelantik
A.A Ketut Jelantik Mohon Tunggu... Berusaha Menjadi Pembelajar Sepanjang Hayat

Pensiunan Pengawas Sekolah, kini Wartawan Forum Keadilan Bali.com, Pemerhati Humaniora

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

SPMB Berkualitas dan Berkeadilan, Waspadai Jual-Beli Kursi dan Pemalsuan Domisili

18 Juni 2025   09:40 Diperbarui: 18 Juni 2025   10:14 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus-kasus yang pada akhirnya menjadi polemik pada setiap pelaksanaan penerimaan murid baru dari tahun ke tahun bukan semata-mata soal teknis, tetapi sistemik. Pemerintah dalam hal ini Kemendikdasmen telah mengeluarkan petunjuk tenik (juknis) yang selayaknya menjadi satu-satunya pedoman pelaksanaan yang wajib diikuti oleh semua pihak. Dalam juknis yang dikeluarkan oleh Kemendikdasmen semuanya telah diatur dengan sangar rigid dan jelas. Jadi secara teknis sesungguhnya piranti atau aturan main yang disediakan oleh pemerintah sudah sangat memadai. Lantas kenapa pada setiap pelaksanaan penerimaan muris baru tiap tahun selalu muncul polemik ketidakpuasan? Selain membutuhkan kesadaran kolektif tentang pentingnya mematuhi ketentuan yang berlaku, yang juga dibutuhkan adalah sistem terintegrasi yang dapat menghubungkan data siswa, domisili, dan status sosial-ekonomi secara valid dan real-time. Dalam hubungannya dengan ini maka digitalisasi menjadi sebuah keniscayaan. Penambahan dan pengetatan persyaratan hanya akan menambah beban administrasi yang justru bisa disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.

SPMB Yang Berkualitas dan Berkeadilan

Pendidikan seharusnya menjadi alat mobilitas sosial dan jembatan keadilan. Namun selama sistem penerimaannya masih membuka ruang bagi kecurangan, maka semangat yang dibangun sebagaimana yang tertuang dalam Permendikdasmen Nomor 3 tahun 2025 tentang Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) hanya akan jadi jargon kosong. SPMB 2025 adalah cermin dari wajah pendidikan kita hari ini: antara idealisme dan praktik lapangan yang kerap bertolak belakang.

Jika pemerintah serius ingin membenahi sistem ini, maka integritas, keterbukaan data, dan keberpihakan terhadap yang lemah harus menjadi komitmen bersama. Sebab tanpa itu semua, jual-beli kursi dan pemalsuan domisili akan terus menjadi cerita lama yang berulang setiap tahun. Koordinasi lintas sektor menjadi kunci utama. Kementerian Pendidikan tidak bisa bekerja sendiri. Harus ada kolaborasi aktif dengan Kemensos, Kemendagri, hingga aparat penegak hukum untuk mencegah dan menindak praktik kecurangan. Hukuman bagi mereka yang melakukan pelanggaran penting tidak saja dalam kerangka proses penegakan hukum, namun juga sebagai tindakan "radikal" untuk memutus perilaku niretika yang selama ini sering menghinggapi oknum aparatur pemerintah. Dalam jangka panjang, pemerataan akses terhadap sekolah negeri berkualitas di seluruh daerah juga harus menjadi prioritas. Dibutuhkan upaya yang lebih sistemis dan strategis sebelum pembangunan sekolah negeri baru dilakukan. Kajian sosial, demografi kewilayahan diharapkan menjadi salah satu persyaratan penting dalam menyusun rencana pembangunan sebuah sekolah oleh pemerintah.

Tidak kalah penting adalah memperkuat sistem pengaduan masyarakat yang mudah diakses, cepat ditanggapi, dan disertai mekanisme audit serta transparansi hasilnya. Selain itu, partisipasi publik, terutama dari lembaga swadaya masyarakat, media, dan komunitas orang tua, perlu dilibatkan untuk mengawal proses ini dari awal hingga akhir. Kanal pengaduan ini harus dibuka selebar-lebarnya untuk menampung aspirasi yang berkembang di tengah masyarakat. Tim pengaduan benar-benar dari mereka yang memiliki pemikiran progresif. SEMOGA

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun