Mohon tunggu...
Ana K
Ana K Mohon Tunggu... -

Klein, frech, sei fröhlich, egal wie die Situation ist hehe

Selanjutnya

Tutup

Politik

Suara Kita Penentu Nasib Bangsa, Mari Mencoblos. Tapi Jangan Lupa Untuk Memakai Argumen Yang Berlogika, Jangan Cuma Berasumsi Berdasarkan Propaganda

1 Juli 2014   01:41 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:04 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ngomongin pemilu, Saya tentu masih berdoa dan berharap jagoan saya menang...

Tapi andaipun sampai kalah, namanya juga pertandingan, pasti ada kemungkinan kalah,
saya ngga akan menyesal memilih yang kalah sekalipun.

Tapi setidaknya, saya jadi tak perlu ikut merasa bertanggung jawab membantu  mengantarkan orang-orang yang ingin menjadikan indonesia menjadi homogen,
yang sulit menerima bahwa indonesia ini majemuk dan bukan cuma milik satu golongan,
ikut ndompleng menuju tahta.
Karena dimana-mana itu selalu menjadi pintu pertama, sekarang ndompleng dulu...tapi lama-lama setelah akarnya makin kuat dia akan berdiri sendiri. Dan saat itu mungkin semua sudah terlambat.

Ada banyak alasan untuk memilih pemimpin, tapi semua ada skala prioritas, dan hal ini ada di nomor urut pertama dalam daftar saya.

Karena saya adalah orang yang paling tidak mendukung :"Ausübung von Gewalt zur Erreichung eines Zieles."
Itu adalah hal prinsip kalau buat saya.

Dan selama masih ada calon yang menyadari kemajemukan bangsa kita, maka saya juga tidak akan menjadi golput, saya masih bisa berkompromi dengan kriteria yang lain bila terpaksa.

Andai kandidat lainnya adalah orang-orang seperti Dahlan Iskan, Anies Baswedan, Sri Sultan, atau orang-orang lain sekaliber mereka. Saya tetap akan bahagia siapapun yang menang. Karena saya percaya mereka layak sekali dititipi bangsa ini. Dan yang utama, sampai detik ini, mereka semua juga memenuhi kriteria pertama saya itu, apalagi ditambah dengan track record kerja mereka yang lain.

Tapi berhubung calon yang lain ternyata rela berteman dengan fundamentalis cuma demi memperoleh cukup kuota kursi di legislatif untuk nyapres... maka sebagus apapun program dia, saya tidak ingin ikut ambil bagian dalam membantu mengantarnya menuju tahta.

Dan bilamana sampai terjadi bahwa suatu saat orang-orang yang tidak menyadari pentingnya empati kepada saudara-saudaranya yang berbeda ideologi atau aliran, pentingnya menomor satukan kebhinekaan di negeriku ini akhirnya menjadi mayoritas, dan tak ada lagi seorang  kandidat pun yang mencoba berjuang untuk membendung itu, maka itu adalah titik balik saya untuk menentukan keputusan melepaskan paspor RI.

Karena saya ngga ingin menjadi WNI yang tidak baik dengan menjadi golput. Dan saya ngga tega melihat bibit-bibit perpecahan itu makin subur. Saya ngga sanggup membayangkan indonesia menjadi Iran kedua, misalnya.

Sama seperti kata mbak Uti teman saya kemarin, jika saya golput, maka saya ngga punya hak untuk ikut ngomel kalau orang yang terpilih melakukan banyak hal yang tidak saya sukai. Kan saya ngga ngasih kontribusi apapun, masa komplen kan nggak lucu hehehe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun