Mohon tunggu...
Ario Mukti Wibowo
Ario Mukti Wibowo Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya mencoba untuk menekuni hobi menulis dalam berbagai media dan belajar membuat desain yang menarik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara - Pendidikan Guru Penggerak

7 Desember 2022   16:26 Diperbarui: 7 Desember 2022   16:54 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

KESIMPULAN PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA

Sebagai salah seorang pahlawan nasional Indonesia yang berjuang di bidang pendidikan, Ki Hadjar Dewantara menelurkan beberapa pemikiran penting untuk pondasi pendidikan di Indonesia. Pemikiran tersebut disampaikan beliau lewat berbagai tulisan. Tentunya pemikiran beliau berdasarkan banyaknya sumber bacaan, pengalaman langsung di lapangan serta referensi kredibel yang sudah beliau dapatkan baik di masa kolonial Belanda maupun setelah Indonesia merdeka. Pemikiran ini menggambarkan bahwa beliau begitu visioner dan optimis bahwa bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa yang maju dengan pendidikan yang baik terhadap anak-anak sebagai penggerak Indonesia di masa depan.

Dalam Bagian Pertama: Pendidikan (1977), Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak. Pada tulisan sebelumnya di majalah Keluarga (1937), beliau juga menyatakan bahwa kaum pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada dalam diri anak-anak agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya anak-anak. 

Kaum pendidik diibaratkan sebagai petani yang menanam tumbuhan, semisal padi. Petani tersebut menyediakan tanah yang subur, pupuk dan air, membasmi hama yang mengganggu agar padi tersebut tumbuh dengan baik. Namun sebaik apapun pemeliharaan yang dilakukan oleh petani tersebut terhadap tumbuhan padi, petani tidak akan bisa menjadikan tumbuhan padi yang ditanamnya untuk kemudian dipaksa tumbuh menjadi tumbuhan jagung atau tumbuhan lainnya. Petani tersebut dapat memperbaiki tumbuhnya padi menjadi lebih baik namun mustahil dapat mengganti kodrat padi.

Maksud menuntun yang disampaikan oleh Ki Hadjar Dewantara pada beberapa tulisan beliau tersebut adalah secara lahiriah seorang anak sudah memiliki kodrat yang ada dalam dirinya sesuai dengan perkembangan umur dan kondisi lingkungan/zaman, sehingga sebagai seorang pendidik, atau dalam hal ini guru, harus menyediakan berbagai kebutuhan anak untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. 

Berbagai kebutuhan yang disediakan ini tentunya diikuti dengan bimbingan dan arahan dari guru kepada anak, sehingga asupan yang diterima oleh anak dapat maksimal untuk pertumbuhan yang sesuai kodratnya. Apabila tidak dibimbing dan diarahkan maka semua kebutuhan yang telah disediakan oleh guru dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. 

Dalam memberikan bimbingan dan arahan kepada anak, guru menyesuaikan dengan kodrat anak yang sudah dimiliki. Oleh karena itu guru harus mengenali kodrat yang dimiliki oleh anak saat dilakukan tuntunan karena mustahil memaksakan pertumbuhan anak yang tidak sesuai kodratnya. Pengenalan kodrat anak oleh guru akan membuat kebutuhan yang sudah disediakan oleh guru kepada anak akan diserap dan digunakan dengan baik oleh anak.

Ki Hadjar Dewantara setuju dengan gagasan teori konvergen (Dasar-Dasar Pendidikan, 1937) yang menyatakan bahwa seorang anak dilahirkan dengan sehelai kertas yang sudah ditulis penuh, tetapi semua tulisan itu suram sehingga pendidikan berkewajiban untuk “menebalkan” segala tulisan yang suram dan yang berisi baik agar kelak nampak sebagai budi pekerti yang baik. Sebaliknya, segala tulisan yang mengandung arti jahat hendaknya dibiarkan dan tidak “ditebalkan”. Menurut beliau, teori konvergen juga membahas tentang adanya watak manusia yang dapat diubah (intelligible) dan tidak dapat diubah (biologis). 

Adanya watak ini membuat seorang perlu memiliki kendali atas watak yang dimilikinya, terutama watak biologis. Pengendalian diri inilah yang nantinya akan menghasilkan budi pekerti, dimana budi pekerti ini didapatkan dari proses pendidikan yang baik sehingga watak intelligible menjadi menonjol ketimbang watak biologis dan mewujudkan kepribadian serta karakter yang dapat mengalahkan nafsu dan tabiat aslinya dari watak biologis. Bentuk budi pekerti pada seorang manusia adalah persatuan antara gerak pikiran, perasaan dan kehendak.

Sebagai seorang pendidik, Ki Hadjar Dewantara memberikan pandangan kepada kita bahwa menghadapi seorang anak yang memiliki watak biologis yang jahat memang tidak menyenangkan. Namun dengan kesabaran dan semangat pantang menyerah, pendidikan yang disampaikan kepada anak tersebut dapat memperkuat watak intelligible yang ada pada anak tersebut, sehingga watak biologi yang jahat pada anak dapat tersamarkan atau bahkan hilang sama sekali.

Pendidikan yang berkelanjutan ketika dilakukan dengan baik tentunya akan menjadi suatu penguatan positif terhadap karakter dan kepribadian anak. Adanya penguatan tersebut akan menjadikan seorang anak mampu untuk mengendalikan diri dan memiliki budi pekerti yang menghasilkan gerak pikiran, perasaan dan kehendak yang selaras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun