Mohon tunggu...
Akbar Muhibar
Akbar Muhibar Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa, Blogger dan Vlogger

Penyuka seni suara dan seni membaca terbalik. Saat ini juga menjadi penulis di akbarjourney.com dan vlog akbarjourney.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menulis di Daun Lontar, Membawa Hidup Lebih Sabar dan Sehat

28 Agustus 2019   23:11 Diperbarui: 29 Agustus 2019   10:17 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proses menulis lontar (foto: Akbarmuhibar)

Serba cepat, serba praktis, begitulah jargon-jargon yang selalu diulang pada zaman yang disebut "modern" ini. Semua orang satu suara, ingin semua cepat jadi, cepat selesai, dan cepat beralih ke pekerjaan berikutnya.

Akibatnya, perlahan kita lupa akan adanya proses, bak kata pepatah "sedikit-sedikit akan menjadi bukit", "pelan-pelan asal selamat", dan berbagai pepatah lainnya yang mengingatkan kita semua ada proses yang harus dilalui dalam mencapai tujuan.

Mungkin ketika Anda membaca paragraf di atas, kerenyit dahi seketika terbit. Bisa jadi muncul seribu pertanyaan, terutama yang seperti ini: Teknologi bukannya dibuat supaya semuanya berlangsung lebih cepat? Kalau ada yang cepat kenapa harus lama-lama? Ya, saya sangat memahami sekali karena kita hidup dimana siapa cepat dia yang dapat.

Namun kata-kata Kang Pepih Nugraha, dalam video Teknik Dasar Menulis untuk Blogger untuk kegiatan Danone Blogger Academy 2019, kembali mengingatkan saya. Beliau bercerita bahwa menjadi seorang blogger harus banyak berlatih untuk mampu menghasilkan tulisan yang baik.

Seketika, saya ingat dengan kegiatan kelas aksara Jawa. Dimana saya harus dilatih kembali untuk mengenal kata proses dan kesabaran, sambil mengenal kebudayaan yang ternyata sangat ramah lingkungan.

Danone Blogger Academy, akademi untuk para blogger yang menyuarakan cinta lingkungan. (Dok. Kompasiana)
Danone Blogger Academy, akademi untuk para blogger yang menyuarakan cinta lingkungan. (Dok. Kompasiana)

Banyu Mangsi nama kelompoknya, atau arti harafiahnya adalah air tinta. Kegiatan utama kami adalah diskusi dan belajar aksara Jawa, sambil mengingat kembali kekayaan lokal yang kini sudah terpinggirkan. Sesederhana mengenal waktu menanam padi, hingga kebiasaan tidur menggunakan kasur kapuk yang ternyata lebih sehat. Anggotanya bercampur, antara kalangan tua dan kalangan muda, dan hanya saya satu-satunya anak 'Jakarta' yang hadir di kelompok yang sering berkumpul di kawasan Sendowo, Yogyakarta.

"Buat apa kamu masuk kelompok aksara Jawa bar? Bukannya buang-buang waktu saja?" tanya seorang teman dekat.

Bukan satu atau dua kali saya menerima pertanyaan heran seperti itu. Padahal alasan saya sederhana, kelas ini kembali membawa saya menghargai proses sambil menenangkan jiwa sambil mengenal kekayaan budaya nusantara. Karena secara tidak sadar, ketika mengikuti kelas ini saya harus mengukir aksara Jawa berupa hanacaraka dengan teknik yang tepat. Tidak sekedar benar, melainkan juga harus indah.

"Belajar menulis aksara Jawa itu bagaikan melukis, kalau cakriknya (gaya tulisannya) sudah hafal, semua akan terasa nikmat, bisa ketagihan," ungkap Pak Jo, salah satu anggota kelompok kami yang sudah kami anggap guru sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun