Mohon tunggu...
Armin Mustamin Toputiri
Armin Mustamin Toputiri Mohon Tunggu... Politisi - pekerja politik

Menuliskan gagasan karena ada rekaman realitas yang menggayut di benak.

Selanjutnya

Tutup

Money

Paket Penyelematan Ekonomi

24 September 2015   14:27 Diperbarui: 24 September 2015   14:27 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Photo: arie basuki/merdeka.com"][/caption]

Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menurun. Pada Kuartal I-2015 berada di 4,72 persen menurun menjadi 4,67 persen pada Kuartal II-2015. Sementara nilai tukar rupiah menembus level di atas Rp. 14.000 per-dollar US. Utang luar negeri Indonesia, juga makin membengkak. Dan akibat buruknya persepsi terhadap pertumbuhan ekonomi, maka arus modal asing pun hengkang, terutama di saham. Periode Januari-Agustus 2015, keluar sebanyak Rp 7,2 triliun.

Jika dibandingkan dengan era krisis ekonomi Indonesia di November 2008, yang menembus Rp 12.650 per-dollar US, maka tentu di era sekarang jauh lebih melemah, meski pelemahan itu trennya terjadi secara perlahan dan gradual. Dalam tahun 2015 ini, selama delapan bulan pertama, rupiah melemah sekitar 12 persen, jauh lebih rendah bila dibandingkan pada krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1998, yang berujung jatuhnya kekuasaan Soeharto.

Tapi meski perekonomian negara berada pada kondisi seperti itu, Presiden RI, Jokowi, tetap saja berdalih bahwa perekonomian Indonesia belum berada pada kondisi yang kritis. Maka dari itu, ia meminta pada semua pihak untuk berhati-hati menggunakan istilah “krisis”, agar optimisme terhadap kondisi perekonomian ke depan dapat terjaga. Menurut Jokowi, negara kita memang mengalami pelambatan ekonomi, tapi belum kritis. Jadi jangan disebut krisis.

Banyak cara telah dilakukan pemerintah untuk keluar dari kondisi kritis itu, tapi pelambatan ekonomi tetap saja terjadi. Bahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar US, masih melambung. Di awal September 2015, Jokowi mencoba mengeluarkan kebijakan penyelamatan ekonomi Indonesia yang disebut Paket September Tahap I. Artinya, bakal disusul dengan Paket II dan III yang rencananya akan diluncukan nanti pada akhir September dan awal Oktober 2015.

Esensi peluncuran paket kebijakan ekonomi yang diagungkan Jokowi itu, dimaksudkan untuk menyederhanakan sisi aturan berusaha, sehingga ekonomi kembali bergairah. Diantaranya, membebaskan visa bagi turis China, Korsel, dan Jepang. Memberi insentif pajak perusahaan yang berorientasi ekspor. Mengenakan tarif bea masuk produk impor terindikasi dumping. Dan Meningkatkan penggunaan bahan bakar nabati sebagai campuran bahan bakar solar.

Sejak Paket I diluncurkan, bahkan hampir sebulan berjalan, ternyata kebijakan yang diyakini Jokowi akan mampu memperkuat industri nasional itu, belum membuahkan hasil. Buktinya, nilai tukar rupiah belum membaik, bahkan cenderung memburuk. Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, berdalih bahwa kebijakan itu tak bisa terlihat dampaknya secara langsung. “Memang tidak serta merta, karena paket itu semacam upaya yang membutuhkan waktu”, jelasnya.

Hasilnya memang belum terlihat karena investor tidak melihat apapun paket kebijakan yang dikeluarkan, tapi dominan pada sisi konsistensi pelaksanaannya. Apalagi karena paket-paket kebijakan itu memerIukan perubahan sekitar 134 peraturan negara. Investor akan mengikuti tahapan perubahan itu, sebab merubah aturan sebanyak itu bukan perkara mudah. Saatnya pemerintah diuji untuk membuktikan kepercayaan pada investor. Bukan dengan kegaduhan.

Makassar, 24 September 2015

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun