Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Untuk Cawapres: Dulu JK Something, Sekarang Nothing?

23 April 2014   14:13 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:18 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KEPUTUSAN Partai Demokrat (PD) dalam menunjuk dan memilih Jusuf Kalla (JK) sebagai Cawapres untuk diduetkan dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Capres pada Pilpres 2004, adalah dinilai sangat tepat untuk menghadapi pasangan-pasangan calon dari para parpol lainnya, yang ketika itu terdapat 5 pasang capres.

Saat itu, JK yang lahir pada tahun 1942 masih berusia 60 tahun. Dan usia seperti ini memang dipandang sebagai usia produktif dan matang di dunia kepemimpinan negara.

Dan ketika itu, JK memang menjadi sosok “hangat” yang sangat penting dan strategis untuk dijadikan Cawapres SBY, sebab ia baru saja mengakhiri jabatannya sebagai Menko Kesra.

Boleh jadi juga karena waktu itu JK dianggap memiliki “financially the big power” (punya kekuatan keuangan-bisnis) yang dapat membantu mengatasi persoalan pembiayaan politik PD pada pilpres 2004 tersebut. Bukankah PD waktu itu boleh dikata memang masih “kere” untuk bertarung dalam Pemilu (istilah anak gaul: tidak punya uang cukup)..???

Mungkin itulah kiranya JK benar-benar menjadi sosok yang sangat “something” di mata PD ketika itu. Sehingganya, JK pun dipersunting sebagai pendamping SBY pada Pilpres 2004 silam.

Tidak hanya di mata PD, JK juga kemudian “menjelma” menjadi sosok yang sangat berarti di mata Partai Golkar. Yakni saat JK telah berhasil terpilih dan menjabat sebagai Wapres, seketika itu warga Partai Golkar sepakat dan bulat menunjuk JK sebagai Ketua Umum Partai Golkar menggantikan Akbar Tandjung.


Namun bagai drama telenovela, pada Pilpres 2009, karena mungkin sudah merasa punya “modal” untuk biaya politik, SBY pun memantapkan diri “bercerai” dengan JK. Dan sebagai gantinya, SBY “meminang” Boediono untuk dijadikan sebagai pendamping baru.

Begitu pun ketika JK takluk dalam Pilpres 2009 sebagai Capres berpasangan dengan Wiranto, Partai Golkar tak lagi bisa mempertahankan JK sebagai Ketua Umum.

Dan jelang Pilpres 2014 kini, mantan “istri tua” SBY itu pun nampaknya masih memiliki “nafsu” tinggi agar dapat dipersunting sebagai cawapres oleh Jokowi, Capres dari PDI-P itu.

Meski keinginan untuk maju bertarung dalam Pilpres adalah juga dapat menjadi hak seorang JK, namun banyak kalangan menilai, bahwa dengan usia yang sudah uzur saat ini JK sebaiknya tak usah memaksakan diri untuk mengejar kedudukan dan kekuasaan lagi, berilah kesempatan kepada orang lain yang belum pernah mendapat kesempatan namun layak untuk juga dilahirkan sebagai pemimpin baru.

Sekaitan dengan hal tersebut, saya sependapat dengan pandangan seorang pengamat dari Cyrus Network, Hasan Nasbi. Ia mengatakan, orang seperti mantan Wapres Jusuf Kalla tidak perlu mencalonkan lagi sebagai Wapres pada Pemilu 2014 ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun