Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

SBY Lebih Memilih “Berantem” Daripada Tuntaskan Tugasnya

26 Januari 2014   18:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:27 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Koleksi repro-desain Abdul Muis Syam: RR1 Vs SBY (Sumber: photobucket.com)

[caption id="" align="alignnone" width="600" caption="Ilustrasi/Koleksi repro-desain Abdul Muis Syam: RR1 Vs SBY (Sumber: photobucket.com)"][/caption] MENJELANG akhir jabatannya, SBY bukannya bersegera menuntaskan tugas dan kewajibannya selaku presiden, tetapi malah lebih memilih melayangkan somasi kepada beberapa pihak. Dan dari somasi itu, SBY boleh dikata juga berarti lebih memilih “berseteru” dan “berantem” dengan sejumlah orang yang notabene adalah sesama warga Indonesia, yakni yang juga sebagai rakyatnya. Sungguh sangat aneh. Hampir dua periode sudah dilaluinya sebagai presiden, namun masalah-masalah negara dan harapan-harapan yang mendesak untuk kebaikan rakyat, hingga saat ini tak kunjung dituntaskan dan diwujudkannya. Sebaliknya, sesuatu yang tidak didesak dan yang tak diminta sama sekali oleh rakyat, justru buru-buru ingin dilakukan oleh SBY, yakni menyomasi rakyatnya sendiri. Aneh kan…??? Dari situ menunjukkan, bahwa SBY sesungguhnya (sepertinya) tak hanya kurang siap dari awal untuk menjadi presiden, tetapi juga di akhir-akhir jabatannya, SBY nampaknya kurang kerjaan. Padahal sebagai presiden (pemimpin negara), SBY semestinya sudah harus siap lahir-bathin sejak awal terhadap semua konsekuensi yang akan timbul sebagai pemimpin hingga akhir jabatan. Konsekuensi yang dimaksud adalah termasuk kritikan, tudingan, hujatan, bahkan fitnahan sekali pun. Jika sebagai pemimpin sangat sulit atau tak mau menerima seluruh konsekuensi tersebut, maka SBY berarti hanya ingin merasakan yang enak-enaknya saja sebagai presiden, sedangkan yang jelek dan yang pahit-pahit (juga yang teramat pahit) tak ingin dinikmati dan dirasakannya. Padahal, yang “manis dan pahit” itulah konsekuensi yang harus siap dirasakan sebagai sebuah kewajaran buat seorang pemimpin. Bukan malah mengajak “berseteru” dan “berantem” dengan orang (rakyat) yang telah memberinya “kepahitan”. Saya pernah menulis sebelumnya, bahwa jika ada rakyat (atau orang) yang “melempar” kritikan atau bahkan tudingan yang berbau fitnahan, maka pemimpin tersebut harusnya buru-buru introspeksi diri yang diikuti dengan pembenahan diri. Yakni, dengan segera munculkan dan persembahkan kinerja yang baik kepada rakyat, tentunya dengan menunaikan dan menuntaskan tugas serta kewajiban utama sebagai presiden. Sebab, masalah-masalah negara saat ini masih terlalu banyak yang sangat mendesak untuk segera diselesaikan untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Menurut saya, somasi seperti yang telah dilayangkan oleh SBY (ketika mendekati Pemilu) kepada sejumlah warga itu, lebih bisa ”diterjemahkan” sebagai upaya: 1. Penyelamatan kepentingan kelompok dan pribadi SBY saja, sebab rakyat tidak meminta dan mendesak agar SBY melayangkan somasi di sisa-sisa waktunya sebagai presiden. Jika tetap dipaksakan, maka akan muncul pertanyaan: sebenarnya siapa yang paling diuntungkan dari somasi tersebut...??? 2. Pengalihan perhatian publik secara paksa. Artinya, dengan somasi yang dilakukan oleh SBY, maka perhatian publik hanya lebih besar tertuju kepada “perseteruan” SBY dengan orang-orang yang terkena somasi tersebut, bukan kepada masalah-masalah negara yang mendesak untuk diselesaikan. Sehingga, publik kembali terjebak dalam urusan-urusan (perhatian) yang sangat-sangat tidak penting untuk kemajuan ekonomi mereka; 3. Pencarian pembelaan yang bernuansa pencitraan. Artinya, meski somasi tersebut dimunculkan sebagai salah satu langkah mencari pembelaan, namun sebetulnya hal itu sangat boleh jadi adalah hanya sebuah cara “efektif” untuk sekaligus melakukan pencitraan mendekati Pemilu 2014; 4. Membentuk alasan terhadap ketidakmampuan menyelesaikan masalah-masalah negara yang sulit dan melilit karena ditangani secara berbelit-belit. Artinya, orang-orang yang disomasi saat ini oleh SBY akan dapat diposisikan sebagai kambing hitam, atau sebagai salah satu alasan yang membuat masalah-msaalah negara sulit diatasi dan gagal ditangani secara serius karena adanya “gangguan” dari orang-orang (yang disomasi) tersebut; dan 5. “Pembunuhan” karakter individu maupun organisasi dari orang-orang yang disomasi. Sejauh ini yang mendapat somasi adalah orang-orang yang berasal dari kalangan tertentu. Yakni DR. Rizal Ramli/RR1 (Ketua Umum Aliansi Rakyat untuk Perubahan-ARuP, yang juga kini sebagai sosok yang mendapat aliran aspirasi secara deras sebagai Capres 2014); Sri Mulyono (aktivis sebuah ormas yang dipimpin oleh Anas Urbaningrum); dan Fahri Hamzah (Wasekjen PKS). Dari point-point “terjemahan” di atas, secara keseluruhan dapat disimpulkan seperti yang dikatakan oleh Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah (Din Syamsuddin) bahwa, somasi yang dilayangkan oleh tim advokat SBY dapat diindikasikan sebagai bentuk kekuatiran. “Saya membacanya itu psikologi kekuatiran, tapi itu juga bisa menjebak dirinya sendiri,” jelasnya. Seperti dilansir solopos. Menyikapi somasi yang lebih dipilih untuk dilakukan SBY tersebut, maka sungguhlah kasihan rakyat Indonesia saat ini, punya pemimpin tetapi lebih tertarik “berseteru dan berantem”. Betapa mereka (rakyat) saat ini sangat menunggu prestasi terbaik dari SBY di sisa-sisa waktunya sebagai presiden. Tetapi sayangnya, yang ditunggu tak kunjung diwujudkan, dan yang tidak sama sekali dinantikan malah dengan mudahnya diwujudkan. Yakni, somasi. Padahal sekali lagi, sungguh masih banyak masalah-masalah negara yang lebih mendesak untuk segera diselesaikan, seperti: 1.Nilai rupiah yang belum pulih dari “kejatuhannya”; 2. Persoalan Impor Bahan Kebutuhan Pangan yang masih lebih banyak bergantung dari negara luar; 3. Pemerataan Pertumbuhan Ekonomi Rakyat yang masih belum tercapai, karena salah satunya pertumbuhan ekonomi yang ada saat ini masih hanya lebih banyak dinikmati oleh kalangan tertentu atau yang itu-itu saja; 4. Masalah Utang Negara yang jumlahnya hingga saat ini sudah makin menggunung; 5. Masalah Defisit keuangan negara yang masih berposisi sangat minus; 6. Masalah Korupsi yang makin merajalela; 7. Masalah keamanan, aksi teroris, daftar polisi yang jadi korban penembakan makin terus bertambah, perampokan supermarker dan di bank dengan menggunakan senjata tajam dan api; 8. Masalah di bidang pendidikan; 9. Masalah di dunia TKI/TKW, dan lain sebagainya. Saya tidak berhak atau bermaksud untuk memaksa SBY agar tidak melakukan somasi. Silakan, itu hak Anda, Tuan Presiden..!!! Tetapi harusnya, masalah-masalah di atas itulah yang sangat perlu untuk segera bergegas ditangani dan diselesaikan oleh SBY. Bukan malah melayani dan mengajak orang-orang “berseteru lalu berantem”. Dan sungguh yang demikian ini patut disebut sebuah tindakan yang lari dari tanggung-jawab sebagai pemimpin negara. Inikah “bonus” untuk rakyat yang telah menggaji tinggi dan menjamin hidup SBY sebagai presiden dua periode berturut-turut..??? Jika demikian, maka pantas saja kiranya Tuhan juga memberi sekali lagi “bonus” peringatan berupa bencana dan kecelakaan di negeri ini...??!?? Sehingga sempurnalah sudah penderitaan rakyat Indonesia saat ini, dan lengkaplah pula kiranya periode “suram” kepemimpinan SBY yang di awal-awal dan di akhir-akhir (dibuka dan ditutup) dengan bencana. Yakni, mulai tsunami, banjir, longsor, kebakaran, kecelakaan di darat, laut dan udara. Lalu apakah peringatan dari Tuhan berupa bencana itu hanya diterjemahkan oleh SBY untuk “berantem”, lalu dari situ kemudian memaksa rakyat untuk saling berseteru satu sama lain…??? Apakah bencana dan kecelakaan dari Tuhan selama ini tak cukup membuat SBY untuk bisa segera melakukan introspeksi dan pembenahan diri sebagai pemimpin di negeri ini…??? Jika hanya lebih memilih “berseteru dan berantem” di saat negeri sedang dililit kesulitan dan penderitaan jiwa-raga, dan jika SBY sulit untuk introspeksi serta pembenahan diri, maka memang nampaknya jabatan SBY saat ini bukanlah suatu anugerah tetapi sepertinya hanya merupakan sebuah musibah buat negeri ini…? Semoga saya keliru…!!! Salam Perubahan 2014….!!!

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun