Mohon tunggu...
MA Fauzi
MA Fauzi Mohon Tunggu... Penulis - Ilmu AlQuran dan Tafsir, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Mahasiswa | Penulis | Esais | Analitis Isu Terkini | Cerpenis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perspektif Bodoh Para Pelajar, Pantang Kuliah dan Keresahan Sarjana Tak Bermutu

24 Desember 2018   18:03 Diperbarui: 24 Desember 2018   18:16 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia, Negeri terbesar di wilayah Asia Tenggara dengan luas 5.193.250 Km/segi (mencakup daratan dan lautan) masih sempat-sempatnya tidak bersedekah lahan pekerjaan bagi mereka, para pemegang ijazah. Ataukah mereka terlalu gengsi karena prodi dan pekerjaan tak sesuai ekspektasi? Sebenarnya, banyak sawah terhampar luas, laut terakit beratus-ratus kilometer. Mengapa tidak ingin membudidayakan kekayaan alamnya? Malu jadi petani, malu jadi nelayan. Ahh! Bilang saja gengsi...

Mana mungkin sekolah tinggi-tinggi ketika lulus hanya mencangkul sawah pagi, siang, sore. Mana mungkin hanya merakit jala di tengah laut bebas demi menjebak ikan-ikan. Katanya, emang belajar mencangkul wajib belajar 16 tahun? Ahh! Toh, tak usah pusing beli macam-macam buku, yang penting punya cangkul. Cukup!

Niat belajar demi mencari lowongan kerja, suatu pola pikir pelajar yang kurang yakin dan terlalu pasrah menghadapi situasi menggila bila tak ada duit sepeserpun. Ilmu macam apakah yang bisa mengalirkan duit dengan deras; kata orang tua : belajar saja ekonomi! Saya terasa dijebak oleh kekeliruan pandangan orang lain perihal ekonomi. 

Di otak saya pun mampu berkhayal apakah belajar ekonomi memang benar-benar pasti berduit. Ah! Rezeki milik Tuhan. Cukup Dia-lah Sang Maha Kaya Raya, dan kita, mahasiswa sangat bergantung pada duit; bayar kontrakan, buat makan, buat bayar iuran, transportasi bolak-balik kampus. Sedekah? Kita nyaris lupa akan kebutuhan rohani sendiri bahkan lupa pada pemberi rezeki; makanya, belajar ilmu agama.

Sarjana menganggur? Sebenarnya bukan menganggur, bisa saja bekerja di ranah selain perkantoran. Dan sarjana merasa enggan serta menggebu-gebu diri tanpa basa basi, "Pokoknya harus di kantor!" Alhamdulillah, sekarang justru menganggur. Antologi klise yang cukup membuat saya sadar, bahwa tak selamanya sarjana dapat berujung manjur dengan setumpuk ijazah, dan tak selamanya yang bekerja pasti riang akan kerjaannya, ada titik jenuh tuk lepas dari zona paksaan. Ah! Sangat lega juga mendengar pencerahan dari teman se-warkop, siang itu di selasar Bandung. Masih ada kesempatan tuk menjalankan prodi saya meskipun tidak ber-notabene di lingkup administrasi atau kantor. Sama saja lah!

Saya menyimpulkan dari setiap kupasan problematika ini bahwa, masalah karir dan prodi -- yang katanya -- menjamin masa depan. Seharusnya, kata "menjamin" di-revisi jadi "memprediksi" sebab belum tahu juga dimana Tuhan meletakkan kejokian dan keberuntungan masing-masing pribadi. Toh, saya juga tidak tertarik berkumpul dengan manusia berkostum rapih, dasi melilit mulus tak kusut, dengan perkakas kantoran; laptop dan segala arsipnya. Bagaimana pendapat orang, itu relatif dan terserah ingin menafsir seperti apa. Dan saya? Ya.. berpakaian santai, tak perlu muluk-muluk ingin yang lenyap dari pandangan; ala-kadarnya sebab sederhana lebih asyik daripada nganggur tak berarti.

Kemarin, orang tua saya hanya berpesan, "Jadilah apa yang kamu mau, jangan terpaku pada gelar, yang penting karya-karya-dan karya. Jauh lebih penting nan berkesan." Tukasnya sebelum bertandang kampus ke Bandung. Ah! Dasar pengangguran, mau apa kau duduk tercekik di dunia ini; ucapku terkekeh kesal di bangku kereta.

"Mending mereka tak kuliah saja, nyari kerja yang bener...!"

Bandung di penghujung Desember, 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun