Lihat ke Halaman Asli

zfahmii idris

Mahasiswa

Pengambilan Keputusan dalam Perspektif Manusia dan Manajerial

Diperbarui: 18 Juli 2025   20:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entrepreneur. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcomp

Pengambilan keputusan adalah keterampilan yang menjadi fondasi utama dalam menjalani kehidupan, baik sebagai individu maupun dalam organisasi. Dalam konteks manajemen bisnis syariah, keputusan tidak hanya harus rasional dan strategis, tetapi juga sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang menjunjung tinggi keadilan, maslahat, dan tanggung jawab sosial. Seorang pengambil keputusan harus mampu menyelaraskan antara akal dan hati, antara kepentingan dunia dan nilai-nilai ukhrawi. Oleh karena itu, proses pengambilan keputusan dalam dunia manajemen tidak hanya menjadi soal kemampuan teknis, tetapi juga soal integritas moral dan spiritual yang menyertainya.

Dalam buku Heart and Mind: Mastering the Art of Decision Making, Anderson et al. (2013) menyebutkan bahwa pengambilan keputusan yang efektif melibatkan tiga prinsip utama: keberanian untuk berpikir rasional, kreativitas dalam mencari solusi, dan keseimbangan dalam menilai alternatif. Keberanian untuk berpikir rasional adalah kemampuan untuk menerima kenyataan meskipun pahit, serta berani meninjau ulang keputusan atau keyakinan yang telah lama dipegang bila terbukti keliru. Proses ini membutuhkan mental yang tangguh, karena tidak semua orang siap untuk menerima bahwa keputusan yang diambilnya salah. Namun, justru dari sikap inilah muncul kualitas keputusan yang lebih baik dan bijak.

Kreativitas dalam mengambil keputusan penting untuk menemukan solusi yang tidak terpikirkan sebelumnya. Dalam dunia bisnis syariah, terkadang diperlukan pendekatan yang tidak konvensional namun tetap dalam koridor syariat. Hal ini relevan, mengingat dunia bisnis terus berubah dan kompleksitas masalah juga meningkat. Anderson menekankan pentingnya berpikir di luar kebiasaan untuk mengeksplorasi alternatif keputusan yang lebih inovatif dan berdampak luas. Sebagai mahasiswa, saya mencoba menerapkan ini dalam tugas-tugas kelompok, dengan mengajak anggota tim untuk mempertimbangkan opsi-opsi baru dan tidak hanya terpaku pada cara lama yang biasa digunakan.

Keseimbangan dalam menilai alternatif keputusan berarti tidak hanya mempertimbangkan satu aspek saja, tetapi melihat berbagai sisi secara adil dan proporsional. Dalam keputusan bisnis, misalnya, selain memikirkan keuntungan, kita juga perlu memikirkan dampaknya terhadap lingkungan, masyarakat, dan karyawan. Dalam ajaran Islam, konsep maslahah 

menjadi pedoman penting, di mana sebuah keputusan harus membawa kebaikan dan mencegah kerusakan. Inilah nilai yang memperkaya pengambilan keputusan dalam bisnis syariah, karena kita diajak untuk menimbang manfaat jangka panjang yang lebih luas, bukan hanya keuntungan sesaat.

Brodow (2006), dalam bukunya Negotiation Boot Camp, memberikan pandangan menarik mengenai pengambilan keputusan dalam konteks negosiasi. Ia menekankan pentingnya mendengarkan secara aktif sebagai elemen kunci keberhasilan dalam negosiasi. Salah satu prinsip yang ia ajarkan adalah peraturan 70/30: mendengarkan selama 70 persen waktu dan berbicara hanya 30 persen. Hal ini tidak hanya berlaku dalam negosiasi antar perusahaan, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Kegagalan mendengarkan menjadi pemicu utama konflik dan keputusan yang salah, karena sering kali kita terlalu sibuk ingin didengar tanpa benar-benar memahami apa yang disampaikan orang lain.

Saya sendiri pernah menghadapi situasi di mana dalam sebuah diskusi kelompok, kegagalan mendengarkan membuat keputusan yang diambil menjadi tidak efektif. Ketika itu, saya merasa gagasan saya tidak didengarkan, dan akhirnya kelompok kami membuat keputusan yang tidak mempertimbangkan semua perspektif. Pengalaman itu menyadarkan saya bahwa dalam pengambilan keputusan, keterlibatan semua pihak dan kemampuan untuk menyimak dengan baik adalah hal yang sangat penting. Mendengarkan bukanlah pasif, melainkan sebuah tindakan aktif untuk memahami, menanggapi, dan menghargai pendapat orang lain.

Modul presentasi kelompok yang membahas tentang pentingnya mendengarkan dalam proses pengambilan keputusan juga menggarisbawahi bahwa komunikasi nonverbal seperti bahasa tubuh dan ekspresi wajah seringkali menyampaikan lebih dari sekadar kata-kata. Kemampuan untuk membaca tanda-tanda ini dapat membantu kita memahami perasaan dan niat pihak lain dalam negosiasi. Di sinilah pentingnya kecerdasan emosional dalam proses pengambilan keputusan, karena emosi yang tidak dikelola dapat menggiring pada keputusan yang impulsif dan tidak objektif.

Dalam Islam, Rasulullah SAW memberikan contoh pengambilan keputusan yang luar biasa bijaksana. Dalam berbagai situasi, beliau selalu melibatkan para sahabat untuk bermusyawarah sebelum mengambil keputusan penting. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan terbaik adalah yang dihasilkan melalui proses konsultasi dan keterbukaan terhadap pendapat orang lain. Nilai ini sangat relevan dengan prinsip manajemen partisipatif dalam ilmu manajemen modern, di mana pemimpin ideal adalah mereka yang mampu memberikan ruang bagi suara kolektif untuk menentukan arah tindakan. 

Sebagai mahasiswa Manajemen Bisnis Syariah, saya percaya bahwa kemampuan mengambil keputusan yang baik harus terus diasah. Tidak cukup hanya dengan memahami teori, tetapi juga dengan membiasakan diri bersikap reflektif, terbuka terhadap masukan, dan berani mengambil risiko yang terukur. Saya percaya bahwa keputusan terbaik bukanlah yang sempurna, tetapi yang dilandasi niat baik, proses yang jujur, dan kesiapan untuk bertanggung jawab atas dampaknya. Dengan terus belajar dari kesalahan, memperkaya wawasan, dan melibatkan nilai-nilai spiritual, maka kita akan semakin bijaksana dalam mengambil keputusan di masa depan.

Sebagai penutup, pengambilan keputusan adalah proses multidimensi yang melibatkan logika, intuisi, nilai, dan keberanian. Dalam konteks manajemen bisnis syariah, proses ini semakin kompleks karena harus mempertimbangkan aspek spiritual dan sosial di samping aspek ekonomi. Oleh karena itu, seorang pengambil keputusan yang efektif adalah mereka yang mampu menyeimbangkan keberanian rasional, kreativitas alternatif, dan kebijaksanaan dalam menilai dampak keputusan. Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip syariah dan pendekatan manajerial yang sistematis, kita dapat melahirkan keputusan yang tidak hanya efektif, tetapi juga beretika dan berdampak positif bagi umat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline