Lihat ke Halaman Asli

PT. Pertiwi Alam Jaya Membantu Penanganan Reklamasi Lahan Tambang secara Profesional

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Salah satu permasalahan kegiatan pertambangan di negeri ini, yaitu lemahnya kesadaran mengenai aspek lingkungan,  khususnya di sektor penambangan minerba (mineral dan batubara). Ratusan ribu hektar bekas wilayah penambangan di penjuru nusantara terbengkalai (rusak) pasca produksi tambang oleh perusahaan tambang yang beroperasi. Meskipun sebenarnya, masih ada juga beberapa perusahaan yang berupaya menerapkan prinsip-prinsip pertambangan yang baik.

Sangat  ironis, bukan hanya kegiatan penambangan liar (tanpa izin), yang sering menimbulkan kerusakan lahan tambang, namun yang memiliki izin pun tidak luput dari hal serupa. Dampaknya, sudah pasti mengancam kelestarian lingkungan. Penurunan produktivitas lahan, tanah bertambah padat, terjadinya erosi dan sedimentasi, terjadinya gerakan tanah atau longsoran sehingga tanah menjadi rusak dan tidak subur, terganggunya flora dan fauna, terganggunya kesehatan masyarakat, serta perubahan iklim mikro merupakan serangkaian kerugian yang akan diderita oleh masyarakat dan Lingkungan, serta bangsa kita.

Secara umum, Seringkali muncul pasca kegiatan pertambangan   menjadi masalah utama adalah masalah perubahan Lingkungan, masalah perubahan bentang alam. Perubahan besar yang terlihat kasat mata adalah perubahan morpologi dan topografi lahan, serta penurunan produktivitas tanah. Secara lebih rinci, terdapat pula perubahan atau gangguan yang terjadi pada flora dan fauna yang ada di lahan bekas tambang tersebut. Untuk itulah diperlukan penanganan khusus dengan mereklamasi lahan tersebut, pelaksanaan kegiatan reklamasi wilayah tambang hingga detik ini pun belum begitu terasa efektivitasnya. Banyak pakar yang berpendapat dan pada dasarnya sependapat bahwa kendala hukum dalam implementasi pengaturan reklamasi tambang, di antaranya lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap pemegang IUP, IPR atau IUPK yang mengakibatkan banyaknya pelaku usaha pertambangan belum atau tidak melakukan reklamasi dan pasca tambang yang berakibat terhadap pencemaran dan kerusakan Lingkungan.

Pemerintah dalam menerapkan sanksi harus tegas, baik sanksi administrasi, perdata maupun pidana terhadap penanggung jawab usaha pertambangan yang tidak melakukan kewajiban reklamasi dan pasca tambang dan mengakibatkan pencemaran dan kerusakan Lingkungan, kurangnya kepatuhan dan kesadaran hukum dalam masyarakat, khususnya para pelaku usaha kegiatan pertambangan dengan tidak melakukan kewajiban reklamasi dan pasca tambang serta pembayaran dana jaminan reklamasi dan pasca tambang juga menyebabkan implementasi pengaturan reklamasi pasca tambang tidak berjalan dengan optimal.

Dari aspek regulasi, sebenarnya Indonesia telah memiliki UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, menggantikan kebijakan yang lama UU No.11/1967 tentang Ketentuan Pokok

Pertambangan. Ada juga PP 78 tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang.  Pelaksanaan reklamasi dilaporkan oleh perusahaan pertambangan setiap tahun kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota, sesuai dengan kewenangannya. Dalam hal Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota menilai bahwa perusahaan tidak memenuhi kriteria keberhasilan pelaksanaan reklamasi, baik berdasarkan evaluasi laporan dan atau berdasarkan penilaian lapangan, maka Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dapat menunjuk pihak ketiga untuk melaksanakan kegiatan reklamasi dengan menggunakan Jaminan Reklamasi, sebagaimana diuraikan lebih lanjut di bawah.

Reklamasi dilakukan oleh perusahaan pertambangan sesuai dengan Rencana Reklamasi, termasuk perubahan Rencana Reklamasi, yang telah disetujui oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota, sesuai dengan kewenangannya.

Rencana Reklamasi disusun untuk pelaksanaan setiap 5 (lima) tahun dengan rincian tahunan yang meliputi tata guna lahan sebelum dan sesudah ditambang, rencana pembukaan lahan, program reklamasi, dan rencana biaya reklamasi. Dalam hal, umur pertambangan kurang dari 5 (lima) tahun, maka Rencana Reklamasi disusun sesuai dengan umur tambang tersebut. Rencana reklamasi tersebut wajib disampaikan sebelum memulai kegiatan eksploitasi/operasi produksi.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa upaya pengembalian kondisi tanah agar dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya melalui reklamasi, bukan semata tanggung jawab perusahaan pertambangan, tapi juga tanggung jawab Pemerintah, dalam hal ini Menteri, Gubernur, maupun Bupati/Walikota, karena merekalah yang melakukan penilaian dan persetujuan Rencana Reklamasi, sekaligus melakukan pengawasan atas pelaksaan reklamasi oleh perusahaanperusahaan pertambangan tersebut.

Biaya reklamasi yang diperlukan untuk mengebalikan kondisi tanah harus ditanggung oleh Perusahaan Pertambangan. Biaya reklamasi, sebagai bagian dari biaya pengelolaan lingkungan hidup yang timbul selama tahap produksi, merupakan bagian dari beban produksi, yang merupakan salah satu faktor pengurang penjualan usaha (pendapatan yang berasal dari hasil tambang perusahaan) untuk memperoleh laba (rugi) kotor.

Dalam rangka menjamin ketaatan perusahaan pertambangan untuk melakukan reklamasi sesuai dengan Rencana Reklamasi, perusahaan pertambangan wajib menyediakan Jaminan Reklamasi, yang besarnya sesuai dengan Rencana Biaya Reklamasi yang telah mendapat persetujuan Menteri, Gubernur, maupun Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline