Percakapan Rahasia
Anya tidak bisa lagi mengabaikan rasa takutnya. Raka semakin tidak terkendali. Tatapannya terlalu lama. Kata-katanya terlalu dalam. Dan sikapnya... terlalu mengancam.
Siang itu, di ruang kecil yang biasa digunakan untuk makan siang, Anya duduk berhadapan dengan Dimas dan Reno---dua rekan kerja yang sudah lama ia percayai.
"Aku nggak tahu harus gimana," suara Anya nyaris bergetar. "Dia makin aneh. Dia mulai memperhatikan setiap gerakanku, bahkan sampai marah kalau aku sibuk dengan orang lain."
Dimas dan Reno saling berpandangan.
"Kami sudah lama memperhatikan dia," kata Reno akhirnya. "Dia memang selalu punya cara buat 'ada' di sekitar kamu."
Dimas menyilangkan tangan. "Kamu udah bilang ke suamimu?"
Anya menggeleng cepat. "Aku nggak mau buat masalah makin besar."
Reno menarik napas dalam. "Oke, kita harus tahu seberapa jauh dia bisa melangkah. Menurutku, kamu harus terima ajakan dia ketemu di luar kantor."
Anya menatapnya dengan terkejut. "Apa? Itu gila."
"Tidak untuk kencan," Dimas menimpali. "Tapi untuk tahu sejauh mana perasaan dia. Kalau dia hanya suka secara biasa, mungkin dia akan mundur. Tapi kalau ini lebih dari itu... kita harus siap."